Edisi 45 th V :
7 Nopember 2014 M / 14 Muharam 1436 H
MENYAYANGI ANAK YATIM
Penulis:
ust. Herul Sabana (TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Segala puji dalam alam ini hanyalah bagi Allah swt yang telah menciptakan
jiwa-jiwa yang kuat dalam diri anak-anak yatim sehingga sebagian besar mereka
mampu menjadi orang-orang hebat yang berguna bagi masyarakat sekitarnya. Dalam
al-Qur’an yang
merupakan firman Allah swt terdapat surat al-Ma’un ayat 1-3 yang artinya: “Tahukah kamu orang yang
mendustakan (tidak percaya) pada hari pembalasan (kiamat)? Itulah dia orang
yang tidak memperhatikan anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan pada
orang miskin.” Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan pada anak
yatim terhebat yang pernah ada yang kemudian menjadi pemimpin bagi seluruh umat
manusia yaitu Nabi Muhammad saw.
Kita hidup dalam
keberagaman masyarakat. Ada orang kaya, ada orang miskin. Ada orang berlimpahan
kebahagiaan, namun ada juga yang berkutat dengan kesusahan. Ada juga anak-anak
yang tumbuh dalam suasana lengkap keluarga yang harmonis, tapi ada juga yang
hidup timpang tanpa kelengkapan kasih sayang keluarga. Dalam konteks inilah,
kita harus peka terhadap berbagai fenomena sosial kemasyarakatan. Salah satu
fenomena tersebut adalah keberadaan anak-anak yatim. Di sekitar kita masih banyak anak yatim yang
memerlukan bantuan moril maupun materiil. Islam sebagai agama yang bersifat
sosial senantiasa mengingatkan para penganutnya agar memperhatikan realita ini.
Umat muslim tidak dibenarkan jika tak memiliki
kepedulian terhadap anak yatim. Banyak sekali dalil-dalil penguat bagi umat
muslim agar senantiasa memperhatikan keberadaan anak yatim. Salah satunya
adalah surat al-Ma’un sebagaimana tersebut di atas. Ternyata masih ada dalil
lain.
Kemudian juga dalam surat adh-Dhuha ayat 9-10: “Adapun terhadap anak
yatim maka janganlah kamu menindas. Dan terhadap peminta-minta maka janganlah
kamu menghardik.” Lalu ada juga terdapat dalam surat al-Fajr ayat 16-18:
“Namun apabila diuji oleh-Nya dan disempitkan rizkinya maka dia berkata:
”Tuhanku menghinakanku.” Janganlah demikian, padahal kamu tidak memuliakan anak
yatim. Dan kamu tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin.”
Demikianlah sebagian ayat al-Qur’an yang menyinggung tentang pentingnya memperhatikan anak yatim. Dalam hal ini, sungguh menunjukkan
betapa sosialnya syariat agama Islam.
Berkaitan dengan hadirnya kembali moment bulan Muharam, maka sudah
menjadi tradisi bagi sebagian besar warga masyarakat, khususnya jamaah para ibu
seperti jamaah yasinan, majlis ta’lim ataupun organisasi kewanitaan, untuk
menye-lenggarakan kegiatan penyantunan pada anak yatim. Biasanya acara digelar
bertepatan dengan hari asy-Syuro yaitu hari ke sepuluh di bulan Muharam, dengan
berkumpul bersama anak-anak yatim kemudian mengusap kepala mereka dan
dilanjutkan pemberian santunan. Dikarenakan tradisi seperti ini sehingga banyak
yang menyebut hari asy-syuro sebagai hari rayanya anak yatim.
Memang banyak sekali hadits yang juga membahas tentang anak yatim
ini. Rasulullah yang mengalami sendiri bagaimana rasanya menjadi anak yatim,
selalu antusias memperjuangkan anak yatim. Beberapa hal yang diperjuangkan
Rasulullah dalam konteks sosial kemasyarakatan diantaranya adalah pembebasan
perbudakan, mengangkat harkat martabat wanita serta memperjuangkan anak yatim
dan orang miskin agar ikut merasakan penghidupan yang layak. Adapun mengenai
keutamaan menyantuni anak yatim ini, ada hadits dari Sahl bin Sa’ad yang
berkata bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Aku dan para penyantun anak yatim
berada di surga, berdampingan seperti dekatnya jari telunjuk dengan jari
tengah.” (HR Bukhari). Kemudian ada lagi hadits yang berbunyi: “Sebaik-baik
rumah kaum muslimin adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diasuh
dengan baik, dan seburuk-buruk rumah kaum muslimin adalah rumah
yang di dalamnya ada anak yatim namun diperlakukan dengan buruk.”
Anak yatim memang memerlukan perhatian lebih dibanding anak umum.
Hal ini harus dimaklumi karena mereka memang tidak mendapatkan kasih sayang dan
perlindungan dari figur seorang ayah. Secara psikologis, ada suatu ruang kosong
di dalam jiwanya yang hanya mampu melihat sosok ayah tanpa ada realita untuk
merasakan kehadirannya. Maka ketika ada uluran perhatian dari orang lain, ada usapan
lembut di kepala, ada tambahan uang saku dan lain sebagainya, tentunya hal-hal
tersebut akan menyejukkan jiwa dan menguatkan semangat mereka.
Sebaliknya, jika tidak ada perhatian dari orang lain, berarti
membiarkannya dalam keadaan kesedihan. Dalam konteks ini, orang-orang kaya yang
berkecukupan yang sekiranya mampu menyantuni anak yatim namun tidak
melakukannya, hal itu sama saja dengan merampas hak anak yatim atas sedekah
yang seharusnya mereka terima. Dan menurut tafsir hadits serta tafsir Qur’an,
seperti itulah sebenarnya yang dimaksud dengan memakan harta anak yatim,
sebagaimana tersirat dalam sebuah hadits tentang 7 hal yang menjadi penyakit
yang merusak sebuah masyarakat, dimana hadits tersebut berbunyi: “Hindarilah
7 macam perbuatan dosa yang mencelakakan manusia. Kemudian para sahabat
bertanya: Apakah itu ya
Rasul? Jawabnya: syirik menyekutukan Allah, sihir, membunuh manusia tanpa ‘haq,
memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari jihad
(perang sabilillah), dan menuduh berbuat zina terhadap wanita mukmin yang baik
budinya.” (HR Bukhari dan
Muslim). Kemudian juga al-Qur’an Surat an-Nisaa’ ayat 10: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan
harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api (neraka) yang menyala-nyala.”
Di sinilah penafsiran memakan harta
anak yatim bukan hanya dalam arti dhohir harta yang dimiliki oleh anak yatim,
melainkan juga dalam arti harta yang seharusnya disedekahkan untuk anak yatim,
karena dengan begitu pada hakikatnya harta tersebut adalah menjadi hak anak
yatim. Kemudian juga kasih sayang yang seharusnya mereka terima dari
masyarakat, maka barangsiapa menghardik anak yatim tanpa ‘haq atau
memperlakukan mereka secara zalim, maka bersiaplah bertemu dengan malaikat
Malik yang akan membukakan pintu neraka dan memaksa agar memasukinya.
Oleh sebab itu, jika kita memang belum diberi kesempatan keluasan rizki
untuk berbagi dengan anak yatim, selayaknya moment 10 Muharam ini kita tunjukkan
kasih sayang kepada mereka atau setidaknya kita perlakukan mereka dengan baik
serta kita doakan agar Allah melindungi dan menguatkan mereka. Aamiin…
***