buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Selasa, 15 Oktober 2013

HAKIKAT QURBAN








Bulletin TELAGA JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur:Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo. Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo 



Edisi  29 th IV :  18 Oktober 2013 M / 13 Dzul Hijjah 1434 H
HAKIKAT QURBAN
Penulis: Ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita semua sehingga kita masih dapat menemui hari Raya Idul Adha 1434 H. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita yakni nabi Muhammad saw yang telah meluruskan umatnya dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang Agama Islam.
Dunia adalah tempat ujian, sedangkan akhirat adalah tempat pembalasan. Ibarat anak sekolah, diuji dahulu baru diberi nilai, penghargaan, hadiah serta naik kelas atau sebaliknya. Lulus dalam ujian akan menaikkan derajat seseorang. Semakin tinggi derajat seseorang, maka semakin berat cobaannya. Ujian anak SMA bisa dipastikan lebih berat dibandingkan ujian anak SD. Semakin tinggi pohon, maka semakin besar tiupan anginnya.
Dalam konteks hubungan antara hamba dengan Tuhan, maka derajat yang teringgi adalah para Nabi. Oleh karena itu, ujian terdahsyat diterima oleh para Nabi.  Sebagaimana hadits nabi Muhammad saw:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنِبْيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلٰى حَسًبِ ( وَفِي رِوَايَةٍ قَدْرِ ) دِيْنه فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صَلَبًا اِشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِيْنِهِ رِقَةٌ اُبْتُلِيُ عَلٰى حَسَبِ دِيْنُهِ فَمَا يَبْرَحُ اْلبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتىٰ يَتْرُكَهُ يَمْشِيْ عَلَى اْلأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةُ .

Artinya: “Manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’ kemudian orang-orang serupa lalu orang-orang yang serupa. Seseorang itu diuji menurut ukuran (dalam suatu riwayat ‘kadar’) agamanya. Jika agama kuat, maka cobaannya pun dashyat. Dan jika agamanya lemah, maka ia diuji menurut agamanya. Maka cobaan akan selalu menimpa seseroang sehingga membiarkannya berjalan di muka bumi, tanpa tertimpa kesalahan lagi.” (HR At-Tirmidzi). Hadits di atas mempunyai syahid (hadits lain yang jadi pendukung)


 إِنَّ مِنْ أَشَدِ النَّاسِ بَلاَءً اَْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

Artinya: “Sesungguhnya termasuk manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’, kemudian orang-orang yang mengikutinya, kemudian orang-orang yang mengikutinya, kemudian orang-orang yang mengikutinya.” (HR Ahmad)
            Terkait dengan ibadah qurban, Dalam sejarahnya, nabi Ibrahim as diuji oleh Allah agar menyembelih putra tercinta yakni nabi Isma’il as sewaktu mencapai usia remaja. Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterima dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban. Namun sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah ,menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya. Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud:" Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya." Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam {niat} tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya. Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.
Nabi Ismail sebagai anak yang shalih taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya, tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku, berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya." Kemudian dipeluknya-lah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata: "Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah."
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan. Namun datanglah kepada Nabi Ibrahim as wahyu Allah dengan firmannya: "Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikkan." Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya idul adha di seluruh pelosok dunia.
            Hikmah yang dapat kita petik dari cerita di atas adalah cinta kepada Allah swt pun diuji oleh Allah swt dengan menyerahkan harta benda, jiwa serta sesuatu yang sangat kita cintai sekalipun. Semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiin …
*********

Kamis, 10 Oktober 2013

MENADAHKAN TANGAN SAAT BERDO’A




Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana

Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo  



     Edisi  28 th IV :  11 Oktober 2013 M / 6 Dzul Hijjah 1434 H
MENADAHKAN TANGAN SAAT BERDO’A
Penulis: Ust. Herul Sabana (TPQ al-Mansur, Mangkujayan)
            Segala puji hanyalah bagi Allah swt, Sang Pencipta manusia, Pemberi pertolongan dan Yang Memenuhi kebutuhan manusia, tempat manusia untuk menyandarkan segala harapan setelah berikhtiyar. Shalawat salam semoga terlimpahkan pada nabi Muhammad saw yang kita nanti-nantikan syafaatnya kelak di yaumul qiyamah.
Berdo’a adalah memohon pada Allah swt. Setiap orang boleh menjabarkan definisi berdo’a dengan beragam pendapat. Namun semuanya tetap akan bermuara pada memohon pada Allah swt. Sebagai makhluk yang lemah, manusia wajib berdo’a pada Allah swt. Jika ada manusia yang tidak mau berdo’a pada Allah swt, bisa jadi dia akan termasuk kategori manusia sombong. Seandainya toh dia hidup berkecukupan di dunia sehingga sepertinya tidak memerlukan apa-apa lagi, tapi belum tentu di akhirat hidupnya senikmat di dunianya. Karena itulah bagaimanapun kondisi manusia, baik senang atau pun susah, bahagia atau pun sengsara, berdo’a tetaplah harus dilakukan.
            Adapun perintah agar manusia berdo’a pada Allah swt, dapat kita jumpai dalam al-Qur’an dengan jumlah ayat yang banyak sekali. Diantaranya adalah surat al-Baqarah ayat 186 sebagai berikut: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku (Allah), maka (jawablah), bahwasanya Aku (Allah) adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” Dari ayat tersebut tentunya tak akan ada yang membantah bahwa berdo’a adalah perintah Allah swt, dan karena itulah berdo’a termasuk salah satu cara kita untuk beribadah. Dengan berdo’a, kita bisa mendapatkan dua hal. Pertama yaitu akan terwujudnya keinginan/hajat kita, kadang terkabul di dunia (mungkin langsung terkabul, mungkin ditunda beberapa waktu kemudian), tapi kadang hajat tersebut dikabulkan kelak di akhirat. Kedua yaitu kita akan mendapat pahala sebagai imbalan dari ibadah do’a itu.

Berdo’a selayaknya tidak hanya sewaktu dalam keadaan susah atau sedang membutuhkan saja, lalu setelah itu tidak mau berdo’a lagi. Allah swt tidak menyukai hamba-Nya yang berlaku seperti itu sebagaimana firman-Nya dalam surat Yunus ayat 12: “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.”
Pada dasarnya berdo’a boleh dilakukan dengan sendirian ataupun bersama-sama/berjamaah. Memang mungkin hajat atau keinginan antara orang yang satu dengan yang lain bisa berbeda. Akan tetapi kebanyakan do’a yang diajarkan Rasulullah adalah bersifat umum, sehingga bisa mencakup seluruh aspek kehidupan. Misalnya do’a mohon ampunan bagi diri sendiri, orang tua maupun orang islam seluruhnya, juga do’a mohon kemudahan dalam menghadapi masalah, mohon rizki, mohon kebaikan dunia akhirat dll. Dengan demikian, meskipun masalah yang dihadapi tiap orang berbeda tapi tetap terpenuhi dalam do’a berjamaah tersebut.
Tata cara yang umum dilakukan saat berdo’a adalah dengan menengadahkan tangan setinggi dada seraya menundukkan kepala. Tata cara yang demikian ini tentu saja berbeda dengan tata cara agama lain semisal Kristen, Hindu, Budha dll. Adapun yang dijadikan dasar hukum tata cara berdo’a ini adalah hadits Nabi saw sbb

عن مالك بن يسارالسكونى ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إذا سألتم الله فاسألوه ببطون أكفكم ولا تسألوه بظهورها

Artinya: “Dari Malik ibn Yasar as-Sakuni, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: jika kalian memohon pada Allah, maka mohonlah dengan menengadahkan telapak tanganmu dan janganlah memohon dengan punggung (membalik) telapak tanganmu.” (HR Abu Dawud)
            Berdo’a selayaknya dimulai dengan bacaan basmalah, shalawat, tahmid, baru kemudian mengungkapkan hajat. Do’a pun diakhiri dengan tahmid dan shalawat pula yang kemudian mengusapkan telapak tangan ke wajah. Tata cara mengusapkan telapak tangan ke wajah ini pun ada hadits yang dijadikan dasar hukumnya.

عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا رفع يده فى الدعاء لم يحطهما حتى يمسح بهما وجهه



Artinya: “Dari ‘Umar bin Khatthab ra berkata: di kala Rasulullah saw mengangkat tangannya ketika berdo’a, beliau tidak menurunkan tangannya tersebut sebelum mengusapkannya ke wajahnya.” (HR Ibnu Majah)
Seperti kita ketahui, di mushola maupun masjid biasanya setelah selesai sholat berjamaah maka diteruskan dengan dzikir berjamaah dan berdo’a berjamaah pula. Adapun berdo’a berjamaah tidak hanya dilakukan sesudah sholat berjamaah. Dalam berbagai macam kesempatan pun berdo’a berjamaah lazim dilakukan. Misalnya ketika bersama-sama mengunjungi orang sakit, ketika ada orang akan membangun rumah atau tempat usaha, ketika anak-anak sekolah akan melaksanakan ujian, ketika peringatan hari besar Islam dan lain sebagainya. Dalam berdo’a berjamaah itu, lazimnya seorang imam memimpin do’a dengan cara mengucapkan do’a-do’a dengan suara yang bisa didengar oleh orang-orang yang menjadi makmum yang mengikuti do’a tersebut. Para makmum cukup mengamini saja tanpa perlu melafalkan do’a seperti imam.
            Berdo’a baik secara sendirian maupun berjamaah, haruslah disertai keyakinan yang kuat bahwa do’a tersebut akan dikabulkan. Hal ini akan menguatkan tauhid kita yang memang hanya yakin bahwa Allah-lah satu-satunya yang mampu mengabulkan semua hajat do’a kita. Dalam al-Qur’an sudah dijelaskan di surat ar-Ra’du ayat 14: “Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” Dan juga surat asy-Syuura ayat 26: “dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. Dan orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang sangat keras.”
Jadi begitulah tata cara berdo’a yang selayaknya dilakukan oleh seorang muslim. Selain itu, jangan pula kita hanya sekedar berdo’a tanpa ikhtiyar. Karena memang menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk senantiasa berikhtiyar /berusaha setelah itu tawakkal dan berdo’a menyerahkan semua keberhasilan pada Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Semoga kita termasuk ke dalam golongan manusia yang senantiasa mendapatkan ridho dan terkabulkan do’a-do’anya sehingga mendapatkan keselamatan di dunia, keselamatan di akhirat serta dijauhkan dari api neraka. Aamiin …
*********