Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif
NH.
Editor:
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana
Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan
Ponorogo (*9)
group
facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo
Edisi 27 th IV :
04 Oktober 2013 M / 28 Dzul Qo’dah 1434 H
KATA-KATA YANG BAIK
Penulis: Ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman
dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 263: “Perkataan yang baik dan
pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang
menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai manusia
teristimewa, sang revolusioner sejati dalam pendidikan jiwa manusia menuju kesempurnaan
akhlak.
Sebuah hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh imam
Ahmad berikut ini sangat penting untuk kita renungkan:
عن عمرو بن عبسة قال أتيت رسول
الله صلى الله عليه و سلم فقلت : يا رسول الله ما الاسلام قال طيب الكلام و أطعام
الطعام ( رواه أحمد )
Artinya: “Dari ‘Amru bin ‘Abasah berkata: aku
mendatangi Rasulullah saw lalu aku bertanya: ya Rasulullah, apakah Islam itu? Beliau
menjawab: Bertutur kata yang baik dan memberikan makanan.” (HR Ahmad).
Dari hadits ini ada sebuah ungkapan dari Rasulullah yang sesungguhnya
sangat me-narik, yaitu “… thiibul-kalaami …” yang artinya bertutur kata
yang baik. Maka dari hadits ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa salah
satu hakikat dari ajaran agama Islam adalah berkata yang baik. Adapun definisi
“berkata yang baik” itu masih dapat dibagi dalam dua kategori lagi, yaitu
berkata yang baik kepada sesama makhluk dan berkata yang baik kepada Sang
Khaliq yang dalam konsep ini lazim disebut “dzikir”. Dari konsep dzikir
inilah kemudian kita mengenal istilah “kalimah thayyibah” atau
“kata-kata yang baik”.
Jika kita telusuri
perihal berkata yang baik kepada sesama makhluk yang dalam hal ini kepada
sesama manusia, maka kita akan mendapati banyaknya fadhilah.
Dari sudut pandang manapun, tetap akan kita temukan
fadhilah dari berkata yang baik kepada sesama manusia ini. Jauh setelah agama
Islam disampaikan oleh nabi Muhammad saw yang kemudian disebarluaskan oleh para
pendakwah, maka para ahli Barat banyak yang mengkaji Islam dari segi
ke-ilmu-annya. Salah satunya dari segi psikologi. John Locke pada abad 17
mengemukakan bahwa pikiran bayi yang baru lahir merupakan “tabula rasa”
atau “lembaran kosong”, maka apa yang tertulis dalam lembaran kosong tersebut
merupakan apa yang diindera oleh si bayi, baik yang ia dengar, ia lihat maupun
yang ia rasa. Singkatnya, menurut John Locke, bahwa semua pengetahuan dapat
masuk ke dalam diri manusia adalah melalui indera yang dimilikinya sehingga
orang di sekitar si bayilah yang akan membentuk kehidupannya. Pendapat ini
sesungguhnya sudah lebih dahulu disampaikan oleh nabi Muhammad saw melalui
hadits yang menyatakan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan islam, maka orang
tuanya-lah yang menjadikannya nashrani atau yahudi atau majusi. Hal ini juga
sinkron dengan al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” Kandungan ayat ini jelas lebih
sempurna dibandingkan pendapat John Locke, bahwa untuk memberikan pemahaman dan
pengajaran pada individu lain perlu adanya cara yang baik dengan tutur kata
yang baik pula. Dengan bertutur kata yang baik ini pulalah manusia dapat
berinteraksi dengan individu lain secara harmonis sehingga akan terbentuk
struktur sosial yang harmonis.
Adapun
bertutur kata yang baik tersebut juga dapat bernilai pahala tinggi sebagaimana
dinyatakan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 263 yang disebutkan di awal
artikel ini. Sedangkan jika kita mengkaji perihal “kalimah thayyibah”
maka banyak dalil yang akan kita temui, diantaranya hadits berikut ini:
عن أبى ذ ر أن ناسا من أصحاب
النبي صلى الله عليه وسلم قالوا للنبي يا رسول الله ذهب أهل الدثور بالاجور يصلون كما نصلى وصومون كمما
نصوم ويتصدقون بفضول أموالهم قال أوليس
قدجعل الله لكم ما تصدقون أن بكل تسبيحة صدقة وكل تكبيرة صدقة وكل تحميدة صدقة وكل
تهليلة صدقة ( رواه مسلم )
“Dari Abu Dzar: Ada beberapa sahabat (miskin) berkata
pada Nabi saw: Ya Rasulullah, orang-orang kaya itu mendapatkan suatu pahala,
mereka shalat seperti kami shalat, mereka berpuasa seperti kami berpuasa, namun
mereka mampu bershadaqah dengan kelebihan hartanya. Rasulullah pun menjawab:
Bukankah Allah
telah menyediakan untukmu sekalian apa-apa yang dapat kamu sedekahkan?
Sesungguhnya setiap bacaan tasbih merupakan sedekah, setiap bacaan takbir
merupakan sedekah, setiap bacaan tahmid merupakan sedekah, dan setiap bacaan
tahlil juga merupakan sedekah.” (HR Muslim). Dari hadits ini, kita dapat melihat betapa
jelas fadhilah dari berkata yang baik yang dalam hal ini mengucapkan kalimah
thayyibah. Jika kita ingin sedekah harta, tentunya kita harus bekerja
terlebih dahulu beberapa lama, baru bisa bersedekah. Namun jika dengan kalimah
thayyibah, ternyata hanya dengan sepersekian detikpun kita bisa
mendapat-kan pahala sedekah. Bahkan tanpa terasa, sesungguhnya kita sudah mampu
menjadi seperti seorang kaya raya yang rajin sedekah, ketika kita membaca
dzikir bacaan kalimah thayyibah sehabis shalat. Betapa mudahnya kita
bersedekah dengan tasbih 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir 33 kali. Bahkan
setelah itu ditambah dengan tahlil yang jumlahnya terserah kita.
Kemudian ada lagi sebuah hadits yang
sering disitir oleh imam pemimpin acara tahlilan yang sesungguhnya
memberitahukan kepada kita betapa besar fadhi-lah bacaan yang kita baca. Hadits
ini berasal dari Abu Hurairah:
كلمتا خفيفتان على اللسان ثقيلتان فى الميزان حبيبتان ألى الرحمن
: سبحان الله وبحمده سبحنا الله
العظيم ( رواه بخارى و مسلم )
“Dua kalimat
yang ringan di ucapkan lisan namun sangat berat/hebat (pahala) di mizan
(timbangan yaumul hisab akhirat) bahkan sangat disukai oleh Tuhan Yang Maha
Pengasih adalah sub-hanallahi wa bihamdihi dan sub-hanallahil ‘adhim.” Hadits ini menyebut tentang “mizan”
yaitu timbangan amal perbuatan manusia di akhirat yang akan menentukan di mana
tempat kita setelah masa penantian panjang di padang mahsyar. Padahal
seperti kita ketahui bahwa tak akan ada yang terlewatkan dari “sensor” mizan
ini sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat al-Zalzalah ayat 7-8: “Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” Maka jika kita ingin
timbangan kita lebih berat amal kebaikan ternyata Rasulullah saw sudah
memberitahukan lewat hadits tersebut di atas.
Sesungguhnya
masih banyak lagi fadhilah dari kata-kata yang baik atau kalimah thayyibah.
Namun yang tertulis sedikit ini semoga dapat menggugah semangat kita untuk
senantiasa menggunakan anugerah mulut ini sebaik-baiknya. Semoga Allah melimpahkan
ridho-Nya. Aamiin.
*********
Lanjutkan
BalasHapus