buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Selasa, 01 Oktober 2013

KATA-KATA YANG BAIK








Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana
Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo



Edisi  27 th IV :  04 Oktober 2013 M / 28 Dzul Qo’dah 1434 H
KATA-KATA YANG BAIK
Penulis: Ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 263: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai manusia teristimewa, sang revolusioner sejati dalam pendidikan jiwa manusia menuju kesempurnaan akhlak.
Sebuah hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh imam Ahmad berikut ini sangat penting untuk kita renungkan:

عن عمرو بن عبسة قال أتيت رسول الله صلى الله عليه و سلم فقلت : يا رسول الله ما الاسلام قال طيب الكلام و أطعام الطعام  ( رواه  أحمد )

Artinya: “Dari ‘Amru bin ‘Abasah berkata: aku mendatangi Rasulullah saw lalu aku bertanya: ya Rasulullah, apakah Islam itu? Beliau menjawab: Bertutur kata yang baik dan memberikan makanan.” (HR Ahmad).
Dari hadits ini ada sebuah ungkapan dari Rasulullah yang sesungguhnya sangat me-narik, yaitu “… thiibul-kalaami …” yang artinya bertutur kata yang baik. Maka dari hadits ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa salah satu hakikat dari ajaran agama Islam adalah berkata yang baik. Adapun definisi “berkata yang baik” itu masih dapat dibagi dalam dua kategori lagi, yaitu berkata yang baik kepada sesama makhluk dan berkata yang baik kepada Sang Khaliq yang dalam konsep ini lazim disebut “dzikir”. Dari konsep dzikir inilah kemudian kita mengenal istilah “kalimah thayyibah” atau “kata-kata yang baik”.
            Jika kita telusuri perihal berkata yang baik kepada sesama makhluk yang dalam hal ini kepada sesama manusia, maka kita akan mendapati banyaknya fadhilah.

Dari sudut pandang manapun, tetap akan kita temukan fadhilah dari berkata yang baik kepada sesama manusia ini. Jauh setelah agama Islam disampaikan oleh nabi Muhammad saw yang kemudian disebarluaskan oleh para pendakwah, maka para ahli Barat banyak yang mengkaji Islam dari segi ke-ilmu-annya. Salah satunya dari segi psikologi. John Locke pada abad 17 mengemukakan bahwa pikiran bayi yang baru lahir merupakan “tabula rasa” atau “lembaran kosong”, maka apa yang tertulis dalam lembaran kosong tersebut merupakan apa yang diindera oleh si bayi, baik yang ia dengar, ia lihat maupun yang ia rasa. Singkatnya, menurut John Locke, bahwa semua pengetahuan dapat masuk ke dalam diri manusia adalah melalui indera yang dimilikinya sehingga orang di sekitar si bayilah yang akan membentuk kehidupannya. Pendapat ini sesungguhnya sudah lebih dahulu disampaikan oleh nabi Muhammad saw melalui hadits yang menyatakan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan islam, maka orang tuanya-lah yang menjadikannya nashrani atau yahudi atau majusi. Hal ini juga sinkron dengan al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Kandungan ayat ini jelas lebih sempurna dibandingkan pendapat John Locke, bahwa untuk memberikan pemahaman dan pengajaran pada individu lain perlu adanya cara yang baik dengan tutur kata yang baik pula. Dengan bertutur kata yang baik ini pulalah manusia dapat berinteraksi dengan individu lain secara harmonis sehingga akan terbentuk struktur sosial yang harmonis.
            Adapun bertutur kata yang baik tersebut juga dapat bernilai pahala tinggi sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 263 yang disebutkan di awal artikel ini. Sedangkan jika kita mengkaji perihal “kalimah thayyibah” maka banyak dalil yang akan kita temui, diantaranya hadits berikut ini:

عن أبى ذ ر أن ناسا من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم قالوا للنبي يا رسول الله ذهب  أهل الدثور بالاجور يصلون كما نصلى وصومون كمما نصوم  ويتصدقون بفضول أموالهم قال أوليس قدجعل الله لكم ما تصدقون أن بكل تسبيحة صدقة وكل تكبيرة صدقة وكل تحميدة صدقة وكل تهليلة صدقة    ( رواه  مسلم  )

“Dari Abu Dzar: Ada beberapa sahabat (miskin) berkata pada Nabi saw: Ya Rasulullah, orang-orang kaya itu mendapatkan suatu pahala, mereka shalat seperti kami shalat, mereka berpuasa seperti kami berpuasa, namun mereka mampu bershadaqah dengan kelebihan hartanya. Rasulullah pun menjawab: Bukankah Allah telah menyediakan untukmu sekalian apa-apa yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap bacaan tasbih merupakan sedekah, setiap bacaan takbir merupakan sedekah, setiap bacaan tahmid merupakan sedekah, dan setiap bacaan tahlil juga merupakan sedekah.” (HR Muslim). Dari hadits ini, kita dapat melihat betapa jelas fadhilah dari berkata yang baik yang dalam hal ini mengucapkan kalimah thayyibah. Jika kita ingin sedekah harta, tentunya kita harus bekerja terlebih dahulu beberapa lama, baru bisa bersedekah. Namun jika dengan kalimah thayyibah, ternyata hanya dengan sepersekian detikpun kita bisa mendapat-kan pahala sedekah. Bahkan tanpa terasa, sesungguhnya kita sudah mampu menjadi seperti seorang kaya raya yang rajin sedekah, ketika kita membaca dzikir bacaan kalimah thayyibah sehabis shalat. Betapa mudahnya kita bersedekah dengan tasbih 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir 33 kali. Bahkan setelah itu ditambah dengan tahlil yang jumlahnya terserah kita.

            Kemudian ada lagi sebuah hadits yang sering disitir oleh imam pemimpin acara tahlilan yang sesungguhnya memberitahukan kepada kita betapa besar fadhi-lah bacaan yang kita baca. Hadits ini berasal dari Abu Hurairah:

كلمتا خفيفتان على اللسان ثقيلتان فى الميزان حبيبتان ألى الرحمن :  سبحان الله وبحمده سبحنا الله العظيم  ( رواه بخارى و مسلم )

“Dua kalimat yang ringan di ucapkan lisan namun sangat berat/hebat (pahala) di mizan (timbangan yaumul hisab akhirat) bahkan sangat disukai oleh Tuhan Yang Maha Pengasih adalah sub-hanallahi wa bihamdihi dan sub-hanallahil ‘adhim.” Hadits ini menyebut tentang “mizan” yaitu timbangan amal perbuatan manusia di akhirat yang akan menentukan di mana tempat kita setelah masa penantian panjang di padang mahsyar. Padahal seperti kita ketahui bahwa tak akan ada yang terlewatkan dari “sensor” mizan ini sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat al-Zalzalah ayat 7-8: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” Maka jika kita ingin timbangan kita lebih berat amal kebaikan ternyata Rasulullah saw sudah memberitahukan lewat hadits tersebut di atas.
Sesungguhnya masih banyak lagi fadhilah dari kata-kata yang baik atau kalimah thayyibah. Namun yang tertulis sedikit ini semoga dapat menggugah semangat kita untuk senantiasa menggunakan anugerah mulut ini sebaik-baiknya. Semoga Allah melimpahkan ridho-Nya. Aamiin.
*********

1 komentar: