buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Senin, 23 Desember 2013

MA FI AL-QUR’AN



Bulletin TELAGA JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur: Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo. Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo

Edisi  38 th IV : 20 Desember 2013 M / 17 Shaffar 1435 H
MA FI AL-QUR’AN
Penulis: Ust. M. Ridwan Hakim, ponpes Munzalam Mubaroka ats-Tsani, Purwantoro
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an su-rat al-Isra’ ayat 9: “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira pada orang-orang mu'min yang mengerjakan amal saleh, bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” Shalawat dan salam semoga terlimpahkan pada Rasulullah saw sebagai manusia ter-istimewa yang mendapat mu’jizat al-Qur’an yang kemudian diwariskannya pada segenap umatnya.
Al-Qur’an adalah nama resmi bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, sehingga menjadi nama khas kitab itu sebagai identitas diri. Adapun arti al-Qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang di baca. Al-Qur’an adalah ben-tuk “mashdar”  yang diartikan isim maf’ul yaitu maqru’ (yang di baca). Sedangkan menurut definisinya, ada beberapa definisi tentang al-Qur’an, antara lain:
ü  Menurut Manna Khalil Qaţţan, al-Qur’an adalah Kalam atau Firman Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad saw dan membacanya merupakan ibadah.
ü  Menurut Ramli Abdul Wahid, al-Qur’an adalah Kitab suci umat Islam yang di turunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia,
Menurut Dr. Subhi Shaleh, al-Qur’an adalah perkataan yang mengandung mu’jizat di turunkan kepada Nabi saw yang ditulis dalam mushaf, yang disampaikan dengan mutawatir, yang diperintahkan membacanya.
Al-Qur’an merupakan salah satu kitab dari kitab-kitab yang diturunkan Allah swt ke dunia ini. Sebelumya Allah juga sudah menurunkan beberapa kitab dan suhuf. Adapun yang membedakan al-Qur’an dengan kitab sebelumnya ialah al-Qur’an selalu autentik, fresh, dan dari dulu selalu terjaga dari tangan-tangan kotor yang ingin merubahnya, karena memang Allah telah berjanji untuk menjaganya [lihat Q.S. al-Hijr ayat 9]. Oleh karenanya kemurnian al-Qur’an tidak diragukan lagi.
Allah menamakan al-Qur’an dengan beberapa nama:
a. Al-Qur’an (itu sendiri), pernyataan tersebut ada dalam  Q.S. al-Isra’, ayat: 9.
b. Al-Kitab, pernyataan tersebut ada dalam  Q.S. al-Anbiya’, ayat: 10.
c. Al-Furqon, pernyataan tersebut ada dalam  Q.S. sl-Furqon, ayat: 1.
d. Adz-Dzikr, pernyataan tersebut ada dalam  Q.S. sl-Hijr, ayat: 9.
e. At-Tanzil, pernyataan tersebut ada dalam  Q.S. asy-Syu’ara’ ayat: 192.
Fadhilah banyaknya nama lain tersebut menunjukkan keagungan yang melekat pada al-Qur’an itu sendiri. Dalam keseharian, nama al-Qur’an dan al-Kitab lebih populer dari nama-nama yang lain. Dr. Abdullah Daras menyatakan: “Ia dinamakan al-Qur’an karena “di baca” dengan lisan, dan dinamakan al-Kitab karena “ditulis” dengan pena. Kedua nama ini menunjukkan makna yang sesuai dengan kenyataan.” Penyebutan kitab suci kita dengan dua nama tersebut memberikan isyarat bahwa sudah selayaknya pedoman hidup tersebut di pelihara dalam bentuk hafalan dan  tulisan. Sebab jika ada salah satunya yang tidak tepat, maka yang lain akan meluruskannya. Kita tidak dapat menyandarkan hanya kepada hafalan satu orang sebelum hafalannya sesuai dengan tulisan yang sudah di sepakati oleh para shahabat Nabi saw, yang dinukilkan kepada kita dari generasi ke generasi menurut keadaan sewaktu dibukukannya pertama kali. Dan kita pun juga tidak dapat hanya menyandarkannya kepada satu tulisan penulis sebelum tulisan itu sesuai dengan hafalan yang berdasarkan isnad yang shahih dan mutawatir.
Sedangkan upaya terjemah harfiyah bagi al-Qur’an boleh jadi dilakukan dengan menterjemah seluruh ayat-ayat Al Qur’an ke dalam bahasa lain, kata per kata dengan memperhatikan gaya bahasa dan uslubnya. Dengan demikian keseluruhan terjemahan itu betul-betul mengandung pengertian yang asli dari al-Qur’an, baik dari segi bahasanya, termasuk keindahan maupun syari’atnya. Upaya ini walaupun sudah dilakukan oleh para ahli dengan semaksimal mungkin agar sesuai dengan apa yang dikehendaki bahasa asli al-Qur’an, tetaplah tidak mungkin sesuai benar dengan apa yang dikehendaki oleh al-Qur’an itu sendiri secara tetap. Hal ini dikarenakan:
a). Karakteristik setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertib bagian-bagian kalimatnya.
b). Tak ada bahasa yang tepat untuk menyalin makna yang terkandung dari bahasa yang di terjemahkan.
c). Ayat al-Qur’an menunjukkan kebenaran risalah Nabi saw dan sekaligus sebagai mu’jizat (hal yang luar biasa) yang tak mungkin dapat ditiru oleh manusia serta tak mungkin diterangkan dengan tepat secara mutlak.
d). Ayat al-Qur’an berfungsi sebagai hidayah bagi kesejahteraan manusia di dunia dan di akhirat. Pemahaman bahasa Arab terhadap ayat tidaklah mungkin cocok secara mutlak dengan pemahaman dari bahasa orang yang menterjemah. Bahkan sesama Arab pun tidak mungkin diperoleh kesepakatan tentang pengertian suatu makna yang terkandung dalam suatu ayat.
Berdasar dari uraian tersebut, maka sesuatu yang dapat di kerjakan secara maksimal oleh seseorang yang menyalin al-Qur’an ke dalam bahasanya adalah menterjemah al-Qur’an kata demi kata sesuai dengan kemampuan dan daya serap terhadap bahasa al-Qur’an dan bahasanya sendiri. Boleh jadi, seseorang faham dengan baik maksud suatu ayat dan bahasa Arab, namun terkadang pengetahuan dan kemampuannya dalam menyusun bahasa yang bagus, indah dan tepat dalam bahasanya sendiri kurang memadai. Begitupun sebaliknya, ada penterjemah yang kurang memadai pengetahuan dan kemampuannya tentang bahasa al-Qur’an namun dia dapat menerangkan maksud al-Qur’an itu ke dalam bahasanya sendiri dengan baik dan menarik, sekalipun tidak mustahil terdapat adanya kesalahan / kekeliruan. Dari kajian ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pada terjemah harfiyah yang di pentingkan adalah ketepatan segi bahasa, sedangkan pada Terjemah tafsiriyyah atau terjemah ma’nawiyyah yang di pentingkan adalah ketepatan segi makna. Adapun kita sebagai orang awam, selayaknya berhati-hati dengan berbagai terjemahan al-Qur’an yang tersedia. Alangkah lebih bijaknya jika dalam mempelaja ri isi kandungan al-Qur’an, kita tetap dibimbing oleh guru yang lebih berkompeten di bidang ini. Dengan demikian, kita dapat meminimalisasi adanya kesalahan tafsir dari beberapa ayat yang bersifat mutasyabihat.
Semoga Allah menjadikan kita sebagi orang yang terlibat dalam penjagaan hafalan maupun tulisan al-Qur’an. Aamiin.
*********

Selasa, 10 Desember 2013

BERSYUKUR



Bulletin TELAGA JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur: Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo. Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo


Edisi  37 th IV : 13 Desember 2013 M / 10 Shaffar 1435 H
BERSYUKUR
Penulis: Ust. Herul Sabana (TPQ al-Mansur, Mangkujayan)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an su-rat Ibrahim ayat 7: Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguh nya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan pada nabi Muhammad saw, manusia termulia yang tiada henti bersyukur pada sang Khaliq, yang semakin hari semakin baguslah segala hal tentang beliau sehingga merupakan suri tauladan paling baik bagi umat manusia.
Hari demi hari telah berlalu, bulan demi bulan pun demikian. Perhitungan tahun Hijriyah sudah berganti beberapa waktu yang lalu, dan sekarang kita juga sedang menyongsong pergantian tahun Masehi. Kebanyakan dari masyarakat kita bersuka ria dalam menyambut datangnya tahun baru, baik Hijriyah maupun Masehi. Orang-orang turun ke jalan dan kembang api dinyalakan di mana-mana. Pernahkah terbersit dalam benak kita bahwa hari-hari yang telah kita lalui itu tak akan pernah kembali? Pernahkah kita perhitungkan setahun yang lalu tersebut lebih banyak amal kebaikan ataukah keburukan? Dan pernahkah kita menjadikan hari-hari yang telah kita lalui tersebut sebagai sebuah “kaca benggala” maupun sebagai sebuah pelajaran berharga bagi kehidupan kita?
 Ada sebuah hadits panjang yang termuat dalam kitab Riyadush-Shalihin  diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang berasal dari Abu Hurairah yang telah mendengar sebuah cerita dari Rasulullah saw:
Pada jaman dahulu ada tiga orang dari Bani Israil yang mendapat cobaan dari Allah. Yang pertama adalah seorang yang mempunyai penyakit belang menjijikkan sehingga masyarakatpun enggan bergaul dengannya. Yang kedua adalah seseorang yang tidak memiliki sehelai rambutpun di kepalanya (botak) sehingga masyarakat memandang rendah dan suka menghinanya. Adapun yang ketiga adalah seorang yang tidak bisa melihat (buta) sehingga tidak mampu berbuat banyak hal.
            Pada suatu hari datanglah malaikat diutus Allah untuk merubah nasib mereka dan melihat seberapa besar rasa syukur mereka serta seberapa mampu mengambil pelajaran berharga dari masa lalunya. Malaikat mendatangi orang pertama yang berpenyakit belang: “Hai si Belang, saat ini apa yang kau inginkan?” jawabnya: “Tentu saja kulit indah dan paras yang menawan serta hilangnya penyakit belangku ini.” Maka malaikat pun mengusap kulit si belang hingga hilanglah semua penyakit belangnya dan berubah jadi indah menawan. Malaikat bertanya lagi: “Harta kekaya an apa yang kau inginkan?” si Belang menjawab: “Unta” Kemudian dia diberi unta yang sedang hamil serta didoakan
بارك الله لك فيها
            Malaikat tersebut juga mendatangi orang kedua: “Hai si Botak, saat ini apa yang kau inginkan?” jawabnya: “Tentu saja hilangnya penyakit botakku dan tumbuh suburnya rambut sehingga indah menawan.” Maka malaikat pun mengusap kepalanya hingga tumbuhlah rambut indah. Malaikat bertanya lagi: “Harta kekaya an apa yang kau inginkan?” si Botak menjawab: “Sapi” Kemudian dia diberi sapi yang sedang hamil serta didoakan pula.
Kemudian malaikat tersebut juga mendatangi orang ketiga: “Hai si Buta, saat ini apa yang kau inginkan?” jawabnya: “Tentu saja pulihnya penglihatanku sehingga bertambahlah kenikmatanku dapat melihat dunia.” Maka malaikat pun mengusap matanya hingga diapun bisa melihat secara normal. Malaikat bertanya lagi: “Harta kekayaan apa yang kau inginkan?” si Botak menjawab: “Domba” Kemudian dia diberi domba yang sedang hamil serta didoakan pula.
Sesudah beberapa tahun, ketiga orang tersebut telah menjadi peternak sukses dengan hewan ternak pemberian si Malaikat. Maka Malaikat mendatangi mereka lagi untuk melihat seberapa besar rasa syukur mereka dan seberapa mampu mereka mengambil pelajaran dari kehidupan masa lalunya. Malaikat menjelma menjadi orang miskin yang berpenyakit belang dan mendatangi si orang pertama: “Permisi tuan. Aku musafir miskin yang kehabisan bekal. Rasanya tiada yang dapat menerus kan perjalananku selain pertolongan Allah melalui bantuan tuan. Maka demi Allah yang telah memberi anda paras menawan dan harta berlimpah ruah, berilah aku seekor unta saja.” Si orang pertama tersebut menjawab: “Maaf pak, biaya yang ha-rus kutanggung sangat banyak, upah karyawan dan lain-lain. Sedang untuk orang sepertimu sudah tak ada lagi bagiannya.” Malaikat menyahut: “Maaf tuan, kalau tidak salah, saya pernah kenal anda dulu sebagai orang miskin yang berpenyakit belang. Sekarang menjadi kayak arena diberi rizki oleh Allah.” Si orang pertama menghardik: “Sembarangan saja. Harta ini kuperoleh dari (warisan) leluhurku.” Lalu berkatalah sang Malaikat: “Hai, kamu telah mengingkari karunia Allah, dan oleh sebab itu Allah akan mencabutnya.” Maka si orang pertama menjadi belang dan jatuh miskin lagi.

            Malaikat mendatangi si orang kedua dan menyamar menjadi orang miskin yang botak. Namun tanggapan si orang kedua tidak jauh berbeda dengan orang perta ma sehingga dia pun kembali botak dan jatuh miskin lagi. Yang terakhir, sang Malai-kat pun mendatangi si orang ketiga dengan menyamar menjadi orang miskin yang buta. Orang ketiga ini menerima dengan baik dan berkata: “Wahai tuan miskin yang buta, aku tiada berhenti mensyukuri nikmat Allah yang telah memulihkan penglihatanku dan melimpahiku rizki yang banyak. Oleh karena itu, ambilah sesuka hatimu apa yang kau mau. Sedikitpun aku tidak keberatan atas harta yang kau ambil karena Allah semata.” Sang Malaikat menjawab: “Terimakasih. Jagalah baik-baik hartamu itu. Sesungguhnya kedatanganku hanya menguji sejauh mana rasa syukur atas pemberian Allah. Dengan demikian, Allah ridha padamu dan marah pada kedua orang (belang dan botak) itu.”
Demikianlah sebuah cerita dari Rasulullah saw yang tentu banyak hikmah terkandung di dalamnya. Berkaitan dengan cerita tersebut, ada hadits lain yang mengetengahkan sebuah konsep syukur: "Seseorang tidak dikatakan bersyukur kepada Allah apabila dia tidak mau bersyukur (berterimakasih) terhadap sesama manusia." (HR Imam Tirmidzi dan yang lain menganggap riwayat ini shahih). Dalam konteks yang lebih luas, kita bisa menarik benang merah, bahwasanya kita harus bersyukur atas apa yang kita nikmati sekarang, namun juga tidak boleh melupa kan masa lalu kita.
Semoga Allah menjadikan hari esok lebih baik dari hari ini. Aamiin.
*********