Bulletin TELAGA
JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN
TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua
TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur: Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin,
Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran
Ponorogo. Contact
Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan
Ponorogo
Edisi 38 th IV : 20 Desember 2013 M / 17 Shaffar
1435 H
MA FI AL-QUR’AN
Penulis: Ust. M. Ridwan
Hakim, ponpes Munzalam Mubaroka ats-Tsani,
Purwantoro
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an su-rat al-Isra’ ayat 9: “Sesungguhnya
al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar
gembira pada orang-orang mu'min yang mengerjakan amal saleh, bahwa bagi mereka
ada pahala yang besar.” Shalawat dan salam semoga terlimpahkan pada
Rasulullah saw sebagai manusia ter-istimewa yang mendapat mu’jizat al-Qur’an
yang kemudian diwariskannya pada segenap umatnya.
Al-Qur’an adalah nama resmi bagi
firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, sehingga menjadi nama
khas kitab itu sebagai identitas diri. Adapun arti al-Qur’an menurut bahasa
ialah bacaan atau yang di baca. Al-Qur’an adalah ben-tuk “mashdar” yang
diartikan isim maf’ul yaitu maqru’ (yang di baca). Sedangkan
menurut definisinya, ada beberapa definisi tentang al-Qur’an, antara lain:
ü Menurut
Manna Khalil Qaţţan, al-Qur’an adalah Kalam atau Firman Allah yang di
turunkan kepada Nabi Muhammad saw dan membacanya merupakan ibadah.
ü Menurut
Ramli Abdul Wahid, al-Qur’an adalah Kitab suci umat Islam yang di turunkan
kepada Nabi Muhammad saw untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia,
Menurut Dr. Subhi Shaleh, al-Qur’an
adalah perkataan yang mengandung mu’jizat di turunkan kepada Nabi saw yang
ditulis dalam mushaf, yang disampaikan dengan mutawatir, yang diperintahkan
membacanya.
Al-Qur’an merupakan
salah satu kitab dari kitab-kitab yang diturunkan Allah swt ke dunia ini. Sebelumya
Allah juga sudah menurunkan beberapa kitab dan suhuf. Adapun
yang membedakan al-Qur’an dengan kitab sebelumnya ialah al-Qur’an selalu autentik,
fresh, dan dari dulu selalu terjaga dari tangan-tangan kotor yang ingin
merubahnya, karena memang Allah telah berjanji untuk menjaganya [lihat Q.S. al-Hijr
ayat 9]. Oleh karenanya kemurnian al-Qur’an tidak diragukan lagi.
Allah menamakan
al-Qur’an dengan beberapa nama:
a. Al-Qur’an (itu sendiri),
pernyataan tersebut ada dalam Q.S. al-Isra’, ayat: 9.
b. Al-Kitab, pernyataan tersebut ada
dalam Q.S. al-Anbiya’, ayat: 10.
c. Al-Furqon, pernyataan tersebut
ada dalam Q.S. sl-Furqon, ayat: 1.
d. Adz-Dzikr, pernyataan tersebut
ada dalam Q.S. sl-Hijr, ayat: 9.
e. At-Tanzil, pernyataan tersebut
ada dalam Q.S. asy-Syu’ara’ ayat: 192.
Fadhilah banyaknya
nama lain tersebut menunjukkan keagungan yang melekat pada al-Qur’an itu
sendiri. Dalam keseharian, nama al-Qur’an dan al-Kitab lebih
populer dari nama-nama yang lain. Dr. Abdullah Daras menyatakan: “Ia dinamakan
al-Qur’an karena “di baca” dengan lisan, dan dinamakan al-Kitab karena
“ditulis” dengan pena. Kedua nama ini menunjukkan makna yang sesuai dengan
kenyataan.” Penyebutan kitab suci kita dengan dua nama tersebut memberikan
isyarat bahwa sudah selayaknya pedoman hidup tersebut di pelihara dalam bentuk hafalan
dan tulisan. Sebab jika ada salah satunya yang tidak tepat, maka
yang lain akan meluruskannya. Kita tidak dapat menyandarkan hanya kepada
hafalan satu orang sebelum hafalannya sesuai dengan tulisan yang sudah di
sepakati oleh para shahabat Nabi saw, yang dinukilkan kepada kita dari
generasi ke generasi menurut keadaan sewaktu dibukukannya pertama kali. Dan
kita pun juga tidak dapat hanya menyandarkannya kepada satu tulisan
penulis sebelum tulisan itu sesuai dengan hafalan yang berdasarkan isnad yang shahih
dan mutawatir.
Sedangkan upaya
terjemah harfiyah bagi al-Qur’an boleh jadi dilakukan dengan menterjemah
seluruh ayat-ayat Al Qur’an ke dalam bahasa lain, kata per kata dengan
memperhatikan gaya bahasa dan uslubnya. Dengan demikian keseluruhan
terjemahan itu betul-betul mengandung pengertian yang asli dari al-Qur’an, baik
dari segi bahasanya, termasuk keindahan maupun syari’atnya. Upaya ini walaupun
sudah dilakukan oleh para ahli dengan semaksimal mungkin agar sesuai dengan apa
yang dikehendaki bahasa asli al-Qur’an, tetaplah tidak mungkin sesuai benar
dengan apa yang dikehendaki oleh al-Qur’an itu sendiri secara tetap. Hal ini dikarenakan:
a).
Karakteristik setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertib
bagian-bagian kalimatnya.
b). Tak ada bahasa yang tepat
untuk menyalin makna yang terkandung dari bahasa yang di terjemahkan.
c).
Ayat al-Qur’an menunjukkan kebenaran risalah Nabi saw dan sekaligus sebagai mu’jizat
(hal yang luar biasa) yang tak mungkin dapat ditiru oleh manusia serta tak
mungkin diterangkan dengan tepat secara mutlak.
d).
Ayat al-Qur’an berfungsi sebagai hidayah bagi kesejahteraan manusia di
dunia dan di akhirat. Pemahaman bahasa Arab terhadap ayat tidaklah mungkin
cocok secara mutlak dengan pemahaman dari bahasa orang yang menterjemah. Bahkan
sesama Arab pun tidak mungkin diperoleh kesepakatan tentang pengertian suatu
makna yang terkandung dalam suatu ayat.
Berdasar dari uraian
tersebut, maka sesuatu yang dapat di kerjakan secara maksimal oleh seseorang
yang menyalin al-Qur’an ke dalam bahasanya adalah menterjemah al-Qur’an kata
demi kata sesuai dengan kemampuan dan daya serap terhadap bahasa al-Qur’an dan
bahasanya sendiri. Boleh jadi, seseorang faham dengan baik maksud suatu ayat
dan bahasa Arab, namun terkadang pengetahuan dan kemampuannya dalam menyusun
bahasa yang bagus, indah dan tepat dalam bahasanya sendiri kurang memadai.
Begitupun sebaliknya, ada penterjemah yang kurang memadai pengetahuan dan
kemampuannya tentang bahasa al-Qur’an namun dia dapat menerangkan maksud al-Qur’an
itu ke dalam bahasanya sendiri dengan baik dan menarik, sekalipun tidak
mustahil terdapat adanya kesalahan / kekeliruan. Dari kajian ini dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa pada terjemah harfiyah yang di pentingkan
adalah ketepatan segi bahasa, sedangkan pada Terjemah tafsiriyyah
atau terjemah ma’nawiyyah yang di pentingkan adalah ketepatan
segi makna. Adapun kita sebagai orang awam, selayaknya berhati-hati dengan
berbagai terjemahan al-Qur’an yang tersedia. Alangkah lebih bijaknya jika dalam
mempelaja ri isi kandungan al-Qur’an, kita tetap dibimbing oleh guru yang lebih
berkompeten di bidang ini. Dengan demikian, kita dapat meminimalisasi adanya
kesalahan tafsir dari beberapa ayat yang bersifat mutasyabihat.
Semoga Allah menjadikan kita sebagi orang yang
terlibat dalam penjagaan hafalan maupun tulisan al-Qur’an. Aamiin.
*********