Bulletin TELAGA
JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN
TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua
TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur: Hadi PS, Dana AD, Eri WH,
Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul
Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes
Brotonegaran Ponorogo. Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin
Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan
Ponorogo
Edisi 37 th IV : 13 Desember 2013 M / 10 Shaffar
1435 H
BERSYUKUR
Penulis: Ust.
Herul Sabana (TPQ al-Mansur, Mangkujayan)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an su-rat Ibrahim ayat 7: “Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu
memaklumkan: "Sesungguh nya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih". Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan pada nabi Muhammad saw, manusia termulia yang tiada henti bersyukur
pada sang Khaliq, yang semakin hari semakin baguslah segala hal tentang beliau
sehingga merupakan suri tauladan paling baik bagi umat manusia.
Hari demi hari telah berlalu, bulan demi bulan pun
demikian. Perhitungan tahun Hijriyah sudah berganti beberapa waktu yang lalu,
dan sekarang kita juga sedang
menyongsong pergantian
tahun Masehi. Kebanyakan dari masyarakat kita bersuka ria dalam menyambut datangnya
tahun baru, baik Hijriyah maupun Masehi. Orang-orang turun ke jalan dan kembang
api dinyalakan di mana-mana. Pernahkah terbersit dalam benak kita bahwa
hari-hari yang telah kita lalui itu tak akan pernah kembali? Pernahkah kita
perhitungkan setahun yang lalu tersebut lebih banyak amal kebaikan ataukah
keburukan? Dan pernahkah kita
menjadikan hari-hari yang telah kita lalui tersebut sebagai sebuah “kaca
benggala” maupun sebagai sebuah pelajaran berharga bagi kehidupan kita?
Ada sebuah hadits panjang yang termuat dalam kitab Riyadush-Shalihin diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang
berasal dari Abu Hurairah yang telah mendengar sebuah cerita dari Rasulullah
saw:
Pada jaman dahulu ada tiga orang dari Bani Israil yang
mendapat cobaan dari Allah. Yang pertama adalah seorang yang mempunyai penyakit
belang menjijikkan sehingga masyarakatpun enggan bergaul dengannya. Yang kedua
adalah seseorang yang tidak memiliki sehelai rambutpun di kepalanya (botak)
sehingga masyarakat memandang rendah dan suka menghinanya. Adapun yang ketiga
adalah seorang yang tidak bisa melihat (buta) sehingga tidak mampu berbuat
banyak hal.
Pada
suatu hari datanglah malaikat diutus Allah untuk merubah nasib mereka dan
melihat seberapa besar rasa syukur mereka serta seberapa mampu mengambil
pelajaran berharga dari masa lalunya. Malaikat mendatangi orang pertama yang
berpenyakit belang: “Hai si Belang, saat ini apa yang kau inginkan?”
jawabnya: “Tentu saja kulit indah dan paras yang menawan serta hilangnya
penyakit belangku ini.” Maka malaikat pun mengusap kulit si belang hingga
hilanglah semua penyakit belangnya dan berubah jadi indah menawan. Malaikat
bertanya lagi: “Harta kekaya an apa yang kau inginkan?” si Belang
menjawab: “Unta” Kemudian dia diberi unta yang sedang hamil serta
didoakan
بارك الله لك فيها
Malaikat
tersebut juga mendatangi orang kedua: “Hai si Botak, saat ini apa yang kau
inginkan?” jawabnya: “Tentu saja hilangnya penyakit botakku dan tumbuh
suburnya rambut sehingga indah menawan.” Maka malaikat pun mengusap
kepalanya hingga tumbuhlah rambut indah. Malaikat bertanya lagi: “Harta
kekaya an apa yang kau inginkan?” si Botak menjawab: “Sapi” Kemudian
dia diberi sapi yang sedang hamil serta didoakan pula.
Kemudian malaikat tersebut juga mendatangi
orang ketiga: “Hai si Buta, saat ini apa yang kau inginkan?” jawabnya: “Tentu
saja pulihnya penglihatanku sehingga bertambahlah kenikmatanku dapat melihat
dunia.” Maka malaikat pun mengusap matanya hingga diapun bisa melihat
secara normal. Malaikat bertanya lagi: “Harta kekayaan apa yang kau
inginkan?” si Botak menjawab: “Domba” Kemudian dia diberi domba yang
sedang hamil serta didoakan pula.
Sesudah beberapa tahun,
ketiga orang tersebut telah menjadi peternak sukses dengan hewan ternak
pemberian si Malaikat. Maka Malaikat mendatangi mereka lagi untuk melihat
seberapa besar rasa syukur mereka dan seberapa mampu mereka mengambil pelajaran
dari kehidupan masa lalunya. Malaikat menjelma menjadi orang miskin yang
berpenyakit belang dan mendatangi si orang pertama: “Permisi tuan. Aku musafir
miskin yang kehabisan bekal. Rasanya tiada yang dapat menerus kan perjalananku
selain pertolongan Allah melalui bantuan tuan. Maka demi Allah yang telah
memberi anda paras menawan dan harta berlimpah ruah, berilah aku seekor unta
saja.” Si orang pertama tersebut menjawab: “Maaf pak, biaya yang ha-rus
kutanggung sangat banyak, upah karyawan dan lain-lain. Sedang untuk orang sepertimu sudah tak ada lagi bagiannya.” Malaikat
menyahut: “Maaf tuan, kalau tidak salah, saya pernah kenal anda dulu sebagai
orang miskin yang berpenyakit belang. Sekarang menjadi kayak arena diberi rizki
oleh Allah.” Si orang pertama menghardik: “Sembarangan saja. Harta ini kuperoleh
dari (warisan) leluhurku.” Lalu berkatalah sang Malaikat: “Hai, kamu
telah mengingkari karunia Allah, dan oleh sebab itu Allah akan mencabutnya.”
Maka si orang pertama menjadi belang dan jatuh miskin lagi.
Malaikat mendatangi si
orang kedua dan menyamar menjadi orang miskin yang botak. Namun tanggapan si
orang kedua tidak jauh berbeda dengan orang perta ma sehingga dia pun kembali
botak dan jatuh miskin lagi. Yang terakhir, sang Malai-kat pun mendatangi si
orang ketiga dengan menyamar menjadi orang miskin yang buta. Orang ketiga ini
menerima dengan baik dan berkata: “Wahai tuan miskin yang buta, aku tiada
berhenti mensyukuri nikmat Allah yang telah memulihkan penglihatanku dan
melimpahiku rizki yang banyak. Oleh karena itu, ambilah sesuka hatimu apa yang
kau mau. Sedikitpun aku tidak keberatan atas harta yang kau ambil karena Allah
semata.” Sang Malaikat menjawab: “Terimakasih. Jagalah baik-baik hartamu
itu. Sesungguhnya kedatanganku hanya menguji sejauh mana rasa syukur atas
pemberian Allah. Dengan demikian, Allah ridha padamu dan marah pada kedua orang
(belang dan botak) itu.”
Demikianlah sebuah cerita dari Rasulullah saw yang tentu banyak hikmah
terkandung di dalamnya. Berkaitan dengan cerita
tersebut, ada hadits lain yang mengetengahkan sebuah konsep syukur:
"Seseorang tidak dikatakan bersyukur kepada Allah apabila
dia tidak mau bersyukur (berterimakasih) terhadap sesama manusia." (HR Imam Tirmidzi dan yang lain menganggap riwayat ini shahih). Dalam
konteks yang lebih luas, kita bisa menarik benang merah, bahwasanya kita harus
bersyukur atas apa yang kita nikmati sekarang, namun juga tidak boleh melupa
kan masa lalu kita.
Semoga Allah menjadikan hari esok lebih baik
dari hari ini. Aamiin.
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar