buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Senin, 15 Juli 2013

ZIARAH KUBUR



Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana

Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 
085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo


Edisi  16 th IV :  19 Juli 2013 M / 10 Ramadhan 1434 H
ZIARAH KUBUR
Penulis: Ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Puji syukur alhamdulillah, kita masih diberi umur panjang dan diberi kesem-patan menikmati 10 hari pertama di bulan Ramadhan, di mana bagian tersebut meru-pakan bagian yang penuh dengan rahmat. Namun memang hanya orang-orang terten-tu saja yang mampu memperoleh rahmat tersebut, yaitu orang yang mampu memak-simalkan potensi ibadahnya dalam bulan suci ini. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan pada Rasulullah saw, nabi pembawa agama Islam sebagai agama yang penuh rahmat.
11 hari yang lalu, tentu kita banyak menemui adanya orang yang lalu lalang di sekitar pemakaman umum seraya membawa bungkusan berisi bunga yang hendak ditaburkan di pemakaman tersebut. Tradisi ziarah kubur menjelang Ramadhan me-mang sudah lama ada di Ponorogo. Namun sesungguhnya ziarah kubur seperti ini su-dah biasa dilakukan oleh warga masyarakat di setiap waktu, bukan hanya menjelang Ramadhan saja.
Ziarah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya kunjungan ke tempat yang dianggap keramat. Dalam agama Islam, ziarah dikaitkan dengan kubur. Adapun ziarah kubur merupakan anjuran dari Rasulullah saw agar manusia sering mengingat bahwa kehidupan dunia tidaklah abadi sehingga menyadari akan pentingnya kehidu-pan akhirat, sesuai dengan hadits:
زُوْرُوْا الْقُبُوْرَ فَاِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ بِاْلاَخِرَةِ
Artinya: “Berziarahlah kalian ke kuburan, sesungguhnya hal itu akan mengingat-kan kalian kepada akhirat.” (HR al-Bayhaqi dan Ibnu Majah).
Memang dalam masa permulaan syiar agama Islam, Rasulullah saw pernah mengeluarkan larangan ziarah kubur bagi kaum muslimin. Pada waktu itu, keimanan mereka memang belum kuat sehingga dikhawatirkan akan terjerumus dalam syirik serta kesesatan. Tapi setelah kaum muslimin mampu menghayati ilmu tauhid dan bisa membedakannya dengan syirik, maka Rasulullah saw mencabut larangan tersebut dan membolehkan bahkan menganjurkan kaum muslimin agar ziarah kubur. Hal ini bukan berarti Rasulullah saw tidak berpendirian tetap, tapi karena memang Rasulullah saw bisa mengukur tingkat pemahaman keilmuan umatnya.

Jika ada orang beranggapan bahwa hukum agama Islam pada jaman Rasulullah itu banyak yang kontradiktif (misalnya: Pernah dilarang ziarah kubur kemu-dian dianjurkan; Pernah mentolelir minuman keras kemudian mengharamkan; Saat periode Makkah kaum muslimin disuruh bersabar tapi saat periode Madinah diberi ijin berperang, dan lain sebagainya) maka hal itu dikarenakan orang tersebut me-mang belum memahami hukum agama Islam. Sejatinya dalam memahami hukum–hukum agama Islam ada istilah Nasikh dan Mansukh yaitu perubahan suatu hukum karena perubahan situasi dan kondisi tertentu (Nasikh yaitu sesuatu yang merubah, membatalkan, menghapus, dan sebagainya. Sedangkan Mansukh yaitu sesuatu yang dirubah, dibatalkan, dihapus, dan sebagainya). Maka dari itu, jika kita mendapati hadits-hadits dan ayat-ayat al-Qur’an yang kelihatannya kontradiktif (berlawanan), maka untuk menafsirkannya harus mempelajari terlebih dahulu tentang Nasikh dan Mansukh.
Adapun mengenai ziarah kubur, barangkali kita pernah mengetahui ada orang yang tidak mau ziarah kubur karena berpendapat bahwa hal tersebut untuk menghindari syirik dan karena Rasulullah saw pernah melarangnya. Bahkan di Negara Arab Saudi, anda tidak akan lagi dengan mudah ziarah kubur kecuali ke makam Rasulullah saw. Hal ini terjadi karena pada awal hingga pertengahan abad 20, ada gerakan menghilangkan batu nisan dan menghancurkan makam yang sering diziarahi, termasuk diantaranya makam Rasulullah saw yang direncanakan juga dihancurkan. Beruntung waktu itu organisasi Nahdlotul ‘Ulama berdiri dan ikut berperan serta menghambat dan menghalangi laju gerakan penghapusan situs-situs sejarah Islam termasuk makam Rasulullah saw. Dari Indonesia dibentuklah Komite Hijaz yang diketuai oleh KH Wahab Hasbullah, salah satu tokoh pendiri NU dan Rais Aam NU. Komite ini berangkat ke Arab Saudi untuk mengingatkan dan mem-beri masukan kepada penguasa Arab Saudi agar tidak mengijinkan pembongkaran makam Rasulullah saw, karena dampaknya bisa meluas ke seluruh dunia Islam. Alhamdulillah, Komite Hijaz ini berhasil melaksanakan tugasnya sehingga makam Rasulullah saw tidak dibongkar. Bayangkan, seandainya makam itu dibongkar, maka para jamaah haji sekarang ini tak akan bisa berziarah lagi ke makam manusia paling mulia yang pernah diciptakan Allah swt.
            Ziarah kubur sesungguhnya banyak sekali hikmahnya. Selain mengingatkan akan adanya kehidupan akhirat, kita juga dapat mengenang segala budi baik ahli kubur yang diziarahi. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah saw yang berziarah ke pekuburan al-Baqiq di Madinah dan pekuburan syuhada’ perang uhud (Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah). Dan juga Rasulullah menga-jarkan kepada para sahabat cara mengucapkan salam untuk ahli kubur, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits: “Dari sahabat Sulaiman bin Buraidah dari ayah-nya, dia telah berkata: "Rasulullah saw mengajarkan doa berziarah kubur  kepada para sahabat, yang menurut Abu Bakar teksnya berbunyi: "Keselamatan semoga tercurah kepada penghuni kubur." Sedang menurut sahabat Zuhair teksnya berbunyi: "Keselamatan semoga tercurahkan kepadamu, wahai penghuni kubur dari kalangan orang-orang beriman dan orang-orang Islam, dan kami insya Allah akan segera menyusulmu. Aku memohon kepada Allah, semoga berkenan mencurahkan kebahagiaan kepada kami dan kepadamu." (HR. Muslim). Dengan demikian dapat dipahami bahwa ziarah kubur itu hukumnya sunnah karena memang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Bahkan beliau tidak melarang wanita untuk ziarah kubur, karena beliaupun pernah mengajak ummul mukminin ‘Aisyah dan mengajar-kan ucapan salam dan do’a untuk ahli kubur. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi yang menyebutkan bahwa Rasulullah melaknat wanita yang ziarah kubur, maka untuk memahaminya kita harus tahu latar belakang peristiwa hadits tersebut. Karena memang untuk memahami hukum Islam yang termuat dalam hadits maupun al-Qur’an, kita tidak boleh menafsirkannya hanya dengan mengartikan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia lalu melaksanakannya secara mutlak. Akan tetapi kita harus mempelajari juga sejarah keluarnya hadits (asbabul wurud) maupun turunnya ayat al-Qur’an (asbabun nuzul). Adapun yang dimaksud dengan wanita yang dilak-nat tersebut adalah wanita yang ziarah kubur disertai dengan menjerit meratap karena musibah kematian, seolah tidak mengikhlaskan wafatnya orang yang diku-bur dan an-nadb (menyebutkan kebaikan si mayit dengan suara keras disertai ratapan pengkultusan/terlalu mengagungkan seperti: oh pelindungku, oh belahan jiwaku, dsb, seolah-olah tidak bisa lagi melanjutkan hidup semenjak wafatnya si mayit). Maka dari itu jika seorang wanita mampu menahan dirinya untuk tidak seperti itu, maka boleh ziarah kubur.
            Pada dasarnya waktu untuk ziarah kubur boleh kapan saja, pagi, siang, sore, malam, semuanya boleh. Hanya saja makruh hukumnya jika bermalam di kuburan yaitu menghabiskan sebagian besar malam (misalnya dari tengah malam sampai terbit fajar), dan haram hukumnya jika untuk tujuan yang menyimpang dari ajaran aga-ma Islam (misalnya bermalam di kuburan untuk mencari nomor togel atau pusaka bertuah/sakti). Dengan demikian, semoga kita dapat meluruskan kembali niat dalam kegiatan ziarah kubur agar tercapai esensi dari ritual ini sehingga diridloi oleh Allah swt. Aamiin … ***
*********

Selasa, 09 Juli 2013

PUASA RAMADHAN



Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana

Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo 



Edisi  15 th IV :  12 Juli 2013 M / 3 Ramadhan 1434 H
PUASA RAMADHAN
Penulis: Ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Puji syukur alhamdulillah, bahwasanya Allah swt masih berkenan memberkan kesempatan pada kita untuk menemui bulan yang penuh berkah yakni bulan suci Ramadhan. Bagaimanapun, ternyata ada di antara sanak family atau tetangga kita yang tidak diberi kesempatan seperti ini karena telah dipanggil terlebih dahulu untuk menghadap Yang Maha Kuasa. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan pada Rasulullah saw, nabi pembawa agama Islam sebagai agama yang penuh rahmat.
Bulan ini merupakan bulan yang penuh ampunan, juga bulan di mana pahala dilipatgandakan. Setiap ibadah sunah diganjar setara dengan ibadah wajib. Sedangkan ibadah wajib diganjar setara 70 kali lipatnya dibanding bulan yang lain. Hal ini mengacu pada sebuah hadits: “Dari Salman al-Farisi ra berkata: Rasulullah saw memberi khutbah kepada kami di hari akhir dari bulan Sya’ban dan bersabda : “Hai sekalian manusia, akan datang bulan yang agung (Ramadhan) yaitu bulan yang penuh berkah di dalamnya. Dalam bulan itu ada malam yang mulia (lailatul qadr) yang lebih utama dari pada seribu bulan. Allah telah mewajibkan puasa di bulan itu, dan shalat tarawih di malamnya sebagai ibadah sunah. Barang siapa yang melakukan kebaikan (ibadah sunah) di bulan itu pahalanya seperti melaku-kan ibadah wajib dibanding bulan yang lainnya. Dan barang siapa melakukan ke-wajiban di dalamnya, maka pahalanya seperti melakukan 70 kewajiban dibanding bulan lainnya. Bulan Ramadhan adalah bulan ditambahnya rizki orang mukmin, bulan di awalnya menjadi rahmat, di tengahnya menjadi ampunan dan di akhirnya merupakan kebebasan dari neraka” (HR Ibnu Huzaimah). Betapa hebatnya bulan Ramadhan bagi umat Islam, karena itulah Rasulullah saw menyatakan bahwa “… Ramadhan merupakan bulan milik umatku.” Dalam konteks ini umat Islam berhak panen pahala yang memang sedang diobral. Siapapun itu, baik kyai, da’i, ustadz maupun orang biasa, semuanya memiliki hak yang sama untuk memanennya.

Kemudian ada juga sebuah hadits: “Barang siapa yang senang dengan datangnya bulan Ramadhan, Allah mengharamkan jasadnya masuk neraka” yang meskipun hadits ini dianggap tidak shahih, namun tak ada salahnya apabila umat Islam tetap merasa gembira dengan datangnya bulan Ramadhan ini. Kegembiraan tersebut tetap sinkron dengan hadits lain yang berkenaan dengan Ramadhan: “Se-andainya umatku mengetahui kebaikan-kebaikan yang ada di bulan ini (Rama-dhan), niscaya umatku mengharapkan dalam setahun menjadi Ramadhan semua-nya.” (HR Ath-Thabrani). Adapun ekspresi kegembiraan tentu tidak harus dengan main petasan, tidak pula harus dengan pakaian baru serta tidak pula harus mengecat rumah agar tampak meriah. Namun yang terpenting, ekspresi kegembiraan adalah dengan meningkatkan amal kebaikan, shalat sunah, membaca al-Qur’an dan bersede-kah. Mari kita cermati hadits yang menggambarkan ekspresi kegembiraan secara proporsional dalam kehadiran Ramadhan: “Ibnu Abbas menceritakan, keadaan Rasulullah saw itu adalah manusia paling rajin, gigih, cekatan, beliau juga rajin beramal pada bulan Ramadhan khususnya pada waktu Jibril datang menemui beliau, dan jibril datang pada tiap malam bulan Ramadhan serta bertadarus al-Quran, Rasulullah adalah orang yang sangat cepat mengerjakan yang baik-baik, lebih cepat dari angin yang bertiup” (HR Bukhari).
            Salah satu amalan khusus pada bulan Ramadhan adalah puasa. Dalam hal ini puasa merupakan salah satu dari sendi-sendi agama Islam. Sebagaimana hadits beri-kut: “Dari Abu Abdirrahman, bahwa Abdullah bin Umar bin al-Khathab ra berka-ta: saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Islam didirikan di atas lima perka-ra yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menge-luarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan Rama-dhan” [Bukhari no.8, Muslim no.16]. Kemudian juga berdasar pada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu ber-puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu ber-takwa.” Adapun perihal puasa, dalam kitab Kifayatul Akhyar disebutkan puasa menurut bahasa artinya menahan diri dari sesuatu. Sedangkan puasa menurut syara’ adalah menahan diri dari sesuatu yang tertentu (perkara yang membatalkan puasa) oleh orang yang tertentu (orang Islam yang sudah baligh dan berakal) pada waktu yang tertentu pula (misalnya kalau puasa wajib pada bulan Ramadhan). Sedangkan dalam kitab Fath-hul Qarib karya Syaikh Abi Syuja’, puasa menurut syara’ adalah menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa dengan niat tertentu pada seluruh siang bulan Ramadhan. Diterangkan oleh syaikh Ibrahim al-Bajuri yang dimaksud siang dalam keterangan di atas adalah mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. 
Dari kajian hadits serta ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan puasa maka kemudian tidak dapat dipungkiri lagi bahwasanya puasa Ramadhan itu hukumnya wajib bagi setiap orang Islam yang sudah baligh dan berakal. Dengan demikian tidak wajib dan juga tidak sah puasa bagi non muslim. Bagi orang gila dan anak-anak yang belum baligh juga tidak wajib berpuasa. Berdasarkan pada hadits: “Pena catatan amal itu diangkat (tidak dicatat amalnya) bagi tiga orang yakni orang gila sampai dia sadar, orang yang tidur sampai dia bangun, dan anak kecil sam-pai dia baligh.” (HR an-Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majah). Meski demikian, sangat baik jika menganjurkan anak kecil untuk berpuasa, karena hal ini dapat sebagai sarana pembelajaran dan pembiasaan baginya. Bahkan puasa ini dapat membangun karakter yang bagus bagi si anak. Dia akan terbiasa “prihatin” dan tidak berbuat maksiat dikarenakan puasanya. Lalu bagaimana dengan orang yang lanjut usia atau orang sakit yang menurut dokter ahli sudah tidak dapat diharapkan kesembuhannya? Maka jawabnya orang tersebut tidak wajib puasa, tetapi meng-ganti dengan membayar fidyah sebanyak 1 mud makanan tiap hari. Menurut kitab Fathul Qadir ukuran 1 mud beras sama beratnya 679,79 gr.
Perlu dipahami bahwa sebagaimana ibadah wajib lainnya, maka puasa pun memiliki rukun yang harus dilakukan oleh orang yang berpuasa, dan apabila me-ninggalkan rukun tersebut maka batal puasanya. Adapun rukun puasa adalah
Þ      Niat di dalam hati. Niat ini diwajibkan pada tiap-tiap malam, karena ibadah puasa pada tiap-tiap hari dalam bulan Ramadhan adalah perbuatan yang terpisah di antara satu hari dengan hari yang lain. Dengan demikian puasa tidak sah jika tanpa disertai niat. Adapun niat letaknya di dalam hati. Tidak disyaratkan untuk melafalkan niat, namun tidaklah mengapa jika melafalkannya. Hal ini untuk menguatkan niat dalam hati tersebut dan untuk mencegah kelupaan tanpa niat.
Þ      Menahan diri dari makan dan minum atau memasukkan sesuatu pada rongga tubuh mulai terbitnya fajar hingga tenggelam matahari .
Þ      Menahan diri dari melakukan persetubuhan atau mengeluarkan mani dengan sengaja. Demikian itu berdasarkan pada hadits Nabi dalam hadis qudsi: “Allah berfirman (yang artinya), ‘Orang yang berpuasa itu meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena diri-Ku.‘” (HR Bukhari dan Abu Daud).
Demikianlah beberapa hal tentang Ramadhan dan puasa. Semoga kita dapat me-manfaatkan momentum Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya sehingga kita dapat tergolong menjadi orang yang beruntung. Akhirnya … selamat menunaikan ibadah puasa dan semoga kita masih dipertemukan dengan Laylatul-Qadr. Aamiin.
*********