Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif
NH.
Editor:
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana
Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons:
085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group
facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo
Edisi 14 th IV :
5 Juli 2013 M / 26 Sya’ban 1434 H
MEMBENTUK
ANAK SHALIH
Penulis: Ust. Eri Wahyu Hidayatullah (TPQ al-Ghazali, Cokromenggalan)
Segala puji hanya bagi Allah swt, Tuhan seru
sekalian alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hanya
karena limpahan kasih sayang Allah-lah sehingga manusia dapat terus
melangsungkan keturunannya dengan cara menikah serta memiliki anak. Shalawat
dan salam semoga tetap terlimpahkan pada nabi Muhammad saw sebagai suri
tauladan bagi setiap keluarga yang menginginkan sakinah, mawaddah wa rahmah
dalam sepanjang perjalanan rumah tangganya.
Dalam pernikahan, salah satu hal
yang paling diharapkan adalah memiliki ke-turunan. Tentu saja keturunan yang
diharapkan merupakan keturunan yang mampu meneruskan generasi berikutnya dengan
lebih baik. Namun pada kenyataannya, ketu-runan atau dalam hal ini anak, yang
notabene merupakan karunia Allah, justru dapat menjadi cobaan bagi orang tua. Fenomena
ini sudah diisyaratkan dalam al-Qur’an surat al-Anfal ayat 28: “Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” Dalam konsep ini,
cobaan dapat berupa anak yang durhaka, dimana cobaan kategori ini berarti
negatif dan memerlukan kesabaran ekstra tinggi. Sedangkan cobaan bentuk lain
seringkali tidak disadari oleh kebanyakan orang, yaitu cobaan berupa anak
shalih, dimana cobaan kategori ini berarti positif dan memerlukan kesadaran
tingkat tinggi agar tidak terlena sehingga terlalu bangga dan lupa pada Allah
karena terlalu mencin-tai anak. Hal ini pun sudah diingatkan dalam al-Qur’an
surat Ali Imran ayat 14: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang di-ingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga).” Dari ayat ini, betapa kita harus menyadari
bahwa tidaklah mudah menjadi orang tua yang baik sekaligus hamba Allah yang
baik.
Terlepas dari betapa sulitnya menjadi orang tua
yang baik, kita harus mema-hami bahwa anak merupakan buah hati setiap orang
tua, dambaan setiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi setiap
keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja. Anak lahir dari
sepasang manusia yang kemudian menjadi amanat yang wajib untuk dijaga, diasuh
dan dirawat dengan baik. Salah satu caranya dengan men-didik anak-anak agar
kelak mereka bisa mempertanggungjawabkan diri mereka sen-diri.. Karena setiap
amanat pasti akan dimintai pertanggungjawaban maka orang tua kelak di akhirat
juga akan ditanya tentang pendidikan anaknya. Namun tatkala anak sudah dewasa
maka mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari
pertanggungjawaban tersebut adalah dengan memelihara diri sendiri dan keluarga.
Bagi seorang anak, pendidikan menjadi hal yang
sangat penting dalam rang-ka mengembangkan dirinya sendiri. Adapun yang menjadi
pendidik ini ada tiga, yaitu orang tua, guru dan masyarakat. Dalam konsep ini,
orang tua menjadi pendidik pertama dan utama bagi sang anak. Pendidikan bagi
anak banyak sekali jenisnya, sa-lah satu diantaranya adalah pendidikan agama.
Akhlak anak yang baik dapat menye-nangkan hati orang tua atau orang-orang di lingkungannya.
Hal ini tentu sinkron de-ngan do’a yang dicontohkan oleh Rasulullah saw: “Rabbana
hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun, waj’alna lil muttaqina
imama.” Namun sangat di-sayangkan orang tua zaman sekarang jarang
memperhatikan pendidikan akhlak bagi anaknya, lantaran kesibukan mereka atau
ketidakmengertian mereka. Prinsip yang mereka pegang adalah membahagiakan anak.
Namun kebahagiaan macam apa yang ingin diwujudkan oleh para orang tua tersebut?
Hakikat kebahagiaan inilah yang masih perlu digali kembali.
Ada yang berasumsi bahwa kebahagiaan
adalah tatkala anaknya bisa menda-pat sekolah yang favorit dan menjadi bintang
kelas. Bagi orang yang berpendapat demikian, maka bisa jadi akan menggebu-gebu
untuk mencari tempat les atau bim-bingan belajar bagi sang anak hingga lupa
menyisakan waktu untuk mengenalkan pendidikan agama kepadanya. Ada lagi asumsi
bahwa kebahagiaan adalah tatkala si anak tidak kekurangan apapun. Orang tua
tipe ini akan berambisi untuk mencari ma-teri demi memuaskan si anak. Namun ada
pula orang tua yang berasumsi bahwa ke-bahagiaan adalah buah dari keimanan pada
Allah dengan bentuk ketenangan dalam hati. Dari sekian asumsi ini, kita harus mengingat tentang satu
hadits yaitu “Apabila anak keturunan nabi Adam meninggal dunia,
maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak shalih yang men-do’akan orang tuanya.” (HR
Bukhari). Dari konsep inilah kita dapat mengetahui betapa urgennya mendidik
anak agar terbentuk pribadi yang shalih sehingga dapat menjadi investasi yang
bagus untuk kemudian hari.
Berikut ini
adalah beberapa tips untuk membentuk anak agar menjadi anak shalih yang dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari:
· Biasakan anak
bangun pada waktu subuh. Maka sejak usia dini, ajaklah anak untuk shalat subuh bersama atau
berjamaah di masjid atau mushola.
· Berikan untuk
anak lingkungan pergaulan dan pendidikan yang islami. Sejak usia dini sebaiknya anak dimasukkan dalam
TPQ (Taman Pendidikan al-Qur’an), mengikuti kegiatan masjid/mushola dsb.
· Berikan
teladan, bukan hanya perintah yang egois. Jangan hanya menyuruh anak belajar mengaji atau
shalat, namun kita sendiri tidak melakukannya.
· Ajak anak
untuk mengunjungi masjid secara rutin. Dengan demikian akan tumbuh rasa kecintaan pada tempat yang suci serta
untuk mensucikan diri ini.
· Perkenalkan
batasan aurat sejak dini. Jika sejak dini kita biasakan anak perempuan menggunakan jilbab, maka
saat dewasa ia justru akan merasa tidak nyaman jika memperlihatkan auratnya.
· Biasakan anak
kita untuk selalu membawa perlengkapan shalat. Hal ini akan menstimulus anak agar tidak
melupakan shalatnya.
· Minimalisir
anak dalam mendengar musik-musik non islami. Sebaliknya, maksimalkan anak kita untuk mendengar
ayat-ayat al-Qur’an atau nasyid.
· Buatlah
jadwal menonton TV dan dampingi anak ketika menonton. Jauhkan anak dari tontonan yang tidak mengandung
unsur pendidikan, seperti: sinetron, film horor, film cengeng, dan lain-lain.
· Ajarkan
nilai-nilai Islam secara langsung. Sampaikan nilai-nilai Islam yang kita ketahui kepada anak kita. Dan akan
lebih efektif jika dalam bentuk cerita yang menarik.
· Jadilah
sahabat setia bagi anak. Jadikan anak merasa nyaman untuk menjadi-kan kita tempat curhat yang
utama sehingga kita akan selalu mengetahui masalah yang dihadapinya.
· Ciptakan
suasana hangat dan harmonis dalam keluarga. Jika keluarga tidak lagi terasa hangat baginya,
anak akan mencari pelampiasan di tempat lain.
Itulah
beberapa tips yang insyaAllah dapat menjadi solusi jitu untuk membentuk anak
menjadi shalih dan menjadi penyejuk jiwa. Lakukan semua tips di atas dengan
bijak, sabar dan konsisten. Jangan pernah menggunakan kekerasan dan hindari
sikap emosional yang dapat membuat sakit hati. Akhirnya, semoga kita semua dapat
menjadi orang tua yang baik bagi anak dan dapat menjadi hamba yang baik dalam
konteks sebagai makhluk Allah. Dengan demikian kita dapat berhasil membentuk
generasi anak yang shalih secara individu dan juga shalih secara sosial … aamiin.
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar