buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Minggu, 07 Juli 2013

MEMBENTUK ANAK SHALIH



Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana

Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 
085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo



Edisi  14 th IV :  5 Juli 2013 M / 26 Sya’ban 1434 H
MEMBENTUK ANAK SHALIH
Penulis: Ust. Eri Wahyu Hidayatullah (TPQ al-Ghazali, Cokromenggalan)
             Segala puji hanya bagi Allah swt, Tuhan seru sekalian alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hanya karena limpahan kasih sayang Allah-lah sehingga manusia dapat terus melangsungkan keturunannya dengan cara menikah serta memiliki anak. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada nabi Muhammad saw sebagai suri tauladan bagi setiap keluarga yang menginginkan sakinah, mawaddah wa rahmah dalam sepanjang perjalanan rumah tangganya.
            Dalam pernikahan, salah satu hal yang paling diharapkan adalah memiliki ke-turunan. Tentu saja keturunan yang diharapkan merupakan keturunan yang mampu meneruskan generasi berikutnya dengan lebih baik. Namun pada kenyataannya, ketu-runan atau dalam hal ini anak, yang notabene merupakan karunia Allah, justru dapat menjadi cobaan bagi orang tua. Fenomena ini sudah diisyaratkan dalam al-Qur’an surat al-Anfal ayat 28: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” Dalam konsep ini, cobaan dapat berupa anak yang durhaka, dimana cobaan kategori ini berarti negatif dan memerlukan kesabaran ekstra tinggi. Sedangkan cobaan bentuk lain seringkali tidak disadari oleh kebanyakan orang, yaitu cobaan berupa anak shalih, dimana cobaan kategori ini berarti positif dan memerlukan kesadaran tingkat tinggi agar tidak terlena sehingga terlalu bangga dan lupa pada Allah karena terlalu mencin-tai anak. Hal ini pun sudah diingatkan dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 14: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang di-ingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” Dari ayat ini, betapa kita harus menyadari bahwa tidaklah mudah menjadi orang tua yang baik sekaligus hamba Allah yang baik.


Terlepas dari betapa sulitnya menjadi orang tua yang baik, kita harus mema-hami bahwa anak merupakan buah hati setiap orang tua, dambaan setiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi setiap keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja. Anak lahir dari sepasang manusia yang kemudian menjadi amanat yang wajib untuk dijaga, diasuh dan dirawat dengan baik. Salah satu caranya dengan men-didik anak-anak agar kelak mereka bisa mempertanggungjawabkan diri mereka sen-diri.. Karena setiap amanat pasti akan dimintai pertanggungjawaban maka orang tua kelak di akhirat juga akan ditanya tentang pendidikan anaknya. Namun tatkala anak sudah dewasa maka mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari pertanggungjawaban tersebut adalah dengan memelihara diri sendiri dan keluarga.
Bagi seorang anak, pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam rang-ka mengembangkan dirinya sendiri. Adapun yang menjadi pendidik ini ada tiga, yaitu orang tua, guru dan masyarakat. Dalam konsep ini, orang tua menjadi pendidik pertama dan utama bagi sang anak. Pendidikan bagi anak banyak sekali jenisnya, sa-lah satu diantaranya adalah pendidikan agama. Akhlak anak yang baik dapat menye-nangkan hati orang tua atau orang-orang di lingkungannya. Hal ini tentu sinkron de-ngan do’a yang dicontohkan oleh Rasulullah saw: “Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun, waj’alna lil muttaqina imama.” Namun sangat di-sayangkan orang tua zaman sekarang jarang memperhatikan pendidikan akhlak bagi anaknya, lantaran kesibukan mereka atau ketidakmengertian mereka. Prinsip yang mereka pegang adalah membahagiakan anak. Namun kebahagiaan macam apa yang ingin diwujudkan oleh para orang tua tersebut? Hakikat kebahagiaan inilah yang masih perlu digali kembali.
Ada yang berasumsi bahwa kebahagiaan adalah tatkala anaknya bisa menda-pat sekolah yang favorit dan menjadi bintang kelas. Bagi orang yang berpendapat demikian, maka bisa jadi akan menggebu-gebu untuk mencari tempat les atau bim-bingan belajar bagi sang anak hingga lupa menyisakan waktu untuk mengenalkan pendidikan agama kepadanya. Ada lagi asumsi bahwa kebahagiaan adalah tatkala si anak tidak kekurangan apapun. Orang tua tipe ini akan berambisi untuk mencari ma-teri demi memuaskan si anak. Namun ada pula orang tua yang berasumsi bahwa ke-bahagiaan adalah buah dari keimanan pada Allah dengan bentuk ketenangan dalam hati. Dari sekian asumsi ini, kita harus mengingat tentang satu hadits yaitu “Apabila anak keturunan nabi Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang men-do’akan orang tuanya.” (HR Bukhari). Dari konsep inilah kita dapat mengetahui betapa urgennya mendidik anak agar terbentuk pribadi yang shalih sehingga dapat menjadi investasi yang bagus untuk kemudian hari.

Berikut ini adalah beberapa tips untuk membentuk anak agar menjadi anak shalih yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari:
·      Biasakan anak bangun pada waktu subuh. Maka sejak usia dini, ajaklah anak untuk shalat subuh bersama atau berjamaah di masjid atau mushola.
·      Berikan untuk anak lingkungan pergaulan dan pendidikan yang islami. Sejak usia dini sebaiknya anak dimasukkan dalam TPQ (Taman Pendidikan al-Qur’an), mengikuti kegiatan masjid/mushola dsb.
·      Berikan teladan, bukan hanya perintah yang egois. Jangan hanya menyuruh anak belajar mengaji atau shalat, namun kita sendiri tidak melakukannya.
·      Ajak anak untuk mengunjungi masjid secara rutin. Dengan demikian akan tumbuh rasa kecintaan pada tempat yang suci serta untuk mensucikan diri ini.
·      Perkenalkan batasan aurat sejak dini. Jika sejak dini kita biasakan anak perempuan menggunakan jilbab, maka saat dewasa ia justru akan merasa tidak nyaman jika memperlihatkan auratnya.
·      Biasakan anak kita untuk selalu membawa perlengkapan shalat. Hal ini akan menstimulus anak agar tidak melupakan shalatnya.  
·      Minimalisir anak dalam mendengar musik-musik non islami. Sebaliknya, maksimalkan anak kita untuk mendengar ayat-ayat al-Qur’an atau nasyid.
·      Buatlah jadwal menonton TV dan dampingi anak ketika menonton. Jauhkan anak dari tontonan yang tidak mengandung unsur pendidikan, seperti: sinetron, film horor, film cengeng, dan lain-lain.
·      Ajarkan nilai-nilai Islam secara langsung. Sampaikan nilai-nilai Islam yang kita ketahui kepada anak kita. Dan akan lebih efektif jika dalam bentuk cerita yang menarik.
·      Jadilah sahabat setia bagi anak. Jadikan anak merasa nyaman untuk menjadi-kan kita tempat curhat yang utama sehingga kita akan selalu mengetahui masalah yang dihadapinya.
·      Ciptakan suasana hangat dan harmonis dalam keluarga. Jika keluarga tidak lagi terasa hangat baginya, anak akan mencari pelampiasan di tempat lain.
Itulah beberapa tips yang insyaAllah dapat menjadi solusi jitu untuk membentuk anak menjadi shalih dan menjadi penyejuk jiwa. Lakukan semua tips di atas dengan bijak, sabar dan konsisten. Jangan pernah menggunakan kekerasan dan hindari sikap emosional yang dapat membuat sakit hati. Akhirnya, semoga kita semua dapat menjadi orang tua yang baik bagi anak dan dapat menjadi hamba yang baik dalam konteks sebagai makhluk Allah. Dengan demikian kita dapat berhasil membentuk generasi anak yang shalih secara individu dan juga shalih secara sosial … aamiin. 
*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar