buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Senin, 30 September 2013

WAKTU-WAKTU YANG DIMAKRUHKAN MELAKUKAN SHALAT



Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana

Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo 

WAKTU-WAKTU YANG DIMAKRUHKAN MELAKUKAN SHALAT
Penulis: Ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)

            Segala puja puji syukur hanya pantas dipanjatkan pada Sang Maha Pencipta yaitu Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 78: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” Shalawat salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw dan semoga meluber hingga pada semua umat Islam yang tetap teguh mengikuti apa-apa yang telah beliau sampaikan.
Ibadah merupakan salah satu bentuk pembuktian ketaatan hamba pada Khaliq-nya. Namun perlu dipahami bahwa melakukan Ibadah meskipun dengan tujuan yang baik, apabila tidak diimbangi dengan ilmu yang cukup maka hanya akan menjadikan ibadah itu sia-sia. Konsep ini tentu sinkron dengan pemahaman bahwa orang berilmu lebih tinggi beberapa derajat dari orang yang beribadah. Tentu saja orang berilmu dalam konteks ini adalah orang berilmu serta mengamalkan ilmu tersebut dalam ibadahnya dibandingkan dengan orang beribadah yang tidak menggunakan ilmu.
Dalam ilmu Fiqh bab shalat, ada pembahasan tentang waktu yang makruh untuk melakukan shalat. Padahal hukum asli shalat adalah wajib ‘ain bagi shalat fardhu serta hukum sunnah bagi shalat sunnah. Namun ternyata ada waktu-waktu tertentu yang justru makruh digunakan untuk shalat. Namun perlu digaris bawahi bahwa yang dimaksud adalah shalat yang tidak ada sebabnya. Dengan demikian, hukum makruh tidak berlaku bagi shalat yang mempunyai sebab tertentu.
            Adapun shalat yang mempunyai sebab tertentu adalah sebab yang terdahulu atau sebab yang bersamaan. Shalat-shalat yang mempunyai sebab, antara lain:
1.     Shalat yang mempunyai sebab yang terdahulu, contohnya: shalat Qodho’ terhadap shalat fardhu atau shalat sunah yang biasa dilakukan dengan istiqomah yang karena lupa atau kesibukan yang mendesak sehingga meninggalkan shalat tersebut, Shalat Jenazah, Shalat Gerhana, Shalat Istisqo’
2.     Shalat yang mempunyai sebab di akhir contohnya shalat Istikhoroh
3.     Shalat yang mempunyai sebab yang bersamaan adalah shalat Tahiyatul Masjid kalau ketika masuk masjid bersamaan dengan tujuan i’tikaf atau mencari ilmu.
Dari pemaparan di atas itu, maka kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa shalat selain tersebut di atas memiliki waktu-waktu yang makruh untuk dilakukan, yaitu:
1.     Waktu terbitnya matahari sehingga matahari setinggi 1 (satu) tombak.
2. Waktu Istiwa’ (matahari tepat di atas kepala) sampai tergelincirnya matahari (ke
cuali hari Jum’at).



3. Waktu matahari berwarna kuning (ketika akan terbenam) sampai terbenamnya matahari. Hal ini berdasar hadits dari Uqbah bin Amir ra beliau berkata: “Tiga waktu yang Rasulullah saw melarang kami untuk mengerjakan shalat atau menguburkan orang mati pada waktu tersebut: Ketika terbit matahari dalam keadaan terang hingga meninggi. Waktu ketika orang berdiri tegak tidak memiliki bayangan hingga condongnya matahari ke arah barat. Ketika matahari mengalami proses untuk tenggelam hingga hilangnya bulatan matahari di ufuk barat” (Shahih, HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah). Juga hadits yang menjelaskan alasan pelarangan waktu-waktu tersebut dalam sabda kepada Amr bin Abasah: “Tegakkanlah sholat shubuh kemudian berhentilah mengerjakan sholat, hingga matahari terbit dan agak meninggi, karena terbitnya matahari pada waktu itu di antara dua tanduk setan, dan ketika itu [sebagian] orang-orang kafir [penyembah matahari] sujud kepada matahari, kemudian setelah itu kerjakankah sholat, karena sesungguhnya sholat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri [oleh malaikat], hingga hilangnya bayang-bayang pada sebuah tombak, kemudian tahanlah diri dari mengerjakan sholat, karena saat itu neraka jahannam sedang dibakar, kemudian jika telah muncul bayang-bayang maka kerjakanlah sholat [sunnah] karena sesungguhnya sholat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri [oleh malaikat], hingga engkau mengerjakan sholat ‘ashar, kemudian berhentilah mengerjakan sholat sampai matahari benar-benar tenggelam, karena waktu itu tenggelamnya matahari diantara dua tanduk setan, dan pada saat itu orang-orang kafir [penyembah matahari] bersujud menyembah matahari.” ( HR. Muslim).
4. Waktu setelah Shalat Shubuh
5. Waktu setelah Shalat ‘Ashar. Berdasarkan hadits, dari Abi Hurairah r.a: “Sesungguhnya Rasulullah saw melarang melakukan shalat setelah melakukan shalat ‘ashar sehingga matahari terbenam, juga shalat setelah melakukan shalat shubuh.” ( Mutafaq ’Alaih).
Dari waktu-waktu yang disebutkan di atas, masih ada pengecualian tidak dimakruh-kan shalat sebab berkaitan dengan tempat pelaksanaan shalat yaitu di Makkah  apabila shalatnya di masjidil haram.
            Demikianlah pemaparan tentang waktu-waktu yang dimakruhkan untuk shalat, sehingga jika tetap saja dilakukan maka sudah akan berbeda nilainya dengan shalat sunnah lainnya. Semoga sekelumit tulisan ini ada guna manfaatnya agar kita lebih bagus lagi kualitas ibadahnya. Aamiin …
*********

1 komentar: