Bulletin TELAGA
JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN
TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua
TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur: Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin,
Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran
Ponorogo. Contact
Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan
Ponorogo
Edisi 02 th V : 10 Januari 2014 M / 8 Rabiul Awal
1435 H
BERGEMBIRA ATAS
KELAHIRAN NABI SAW
Penulis: Ust. Mahfud, TPQ Miftahul Huda, Jenes.
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anbiya’ ayat 107: “Dan tidaklah kami
mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk seluruh alam.” Shalawat serta salam semoga tetap
terlimpahkan pada nabi Muhammad saw, manusia termulia yang dihadirkan oleh
Allah ke muka bumi agar menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Rasulullah saw diutus oleh
Allah swt tidak lain adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam sebagaimana
termaktub dalam surat al-Anbiya’ ayat 107. Hendaknya kita bergembira atas
lahirnya Rasulullah saw. Hal ini disebabkan kita memang dianjurkan untuk
bergembira apabila diturunkan rahmat. Allah swt berfirman dalam al-Qur’an surat
Yunus ayat 58: “Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya adalah
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. Adapun karunia dan rahmat
pada ayat ini, menurut tafsir riwayat Abu Syaikh dari Ibnu Abbas, yang dimaksud
karunia adalah ilmu dan yang dimaksud dengan rahmat adalah Nabi Muhammad saw.
Dengan demikian sangat jelas bahwa kita hendaknya merasa gembira atas kelahiran
Rasulullah saw, yang kemudian beliau mampu membawa cahaya terang bagi masa
depan dunia. Jangan sampai kita justru “kalah” gembira dengan orang lain yang
notabene tidak ada hubungannya dengan ajaran Islam. Bagaimana tidak, paman Nabi
Muhammad saw yang kafir saja yakni Abu Lahab, sangat bergembira atas kelahiran
Rasulullah saw dengan cara memerdekakan budaknya yaitu Tsuwaibah yang
memberikan kabar kelahirannya.
Sebaliknya iblis justru menjerit saat
kelahiran Rasulullah saw. Dalam kitab al-Jami' Li Ahkam karya
Imam al-Qurthubi dijelaskan bahwa ada 3 hal yang bisa menyebabkan iblis menangis
dengan sekeras-kerasnya:
Þ
Ketika diturunkannya surat al-Fatihah. Surat ini adalah surat yang paling afdhol di
dalam al-Qur'an. Jadi di manapun dan kapanpun surat al-fatihah dibaca, iblis
akan menjerit dan menangis.
Þ
Kelahiran Nabi Muhammad saw, makhluk yang paling mulia sejagad raya.
Beliau membawa risalah yang menyempurnakan risalah Rasul-Rasul terdahulu yaitu
agama Islam. Dalam agama Islam, seberapapun dosa diperbuat oleh manusia, jika
dia mau bertaubat maka akan diampuni sehingga sia-sialah segala jerih payah
iblis.
Þ
Ucapan salam. Ternyata ucapan salam dari seorang mukmin pada mukmin lainnya bisa
membuat iblis menangis dengan kerasnya. Hal ini seperti yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas ra, Ibnu Abbas berkata: "Sesungguhnya iblis yang terkutuk itu
akan menangis pada saat seorang mukmin bersalam dan dia (iblis) berkata,
"Aduh, celakanya, kedua mukmin itu tidak akan berpisah melainkan akan
diampuni dosa-dosanya."
Berkaitan dengan kelahiran Rasulullah saw,
maka sangat baik apabila pada bulan Rabiul Awal ini kita mengekspresikan rasa
gembira dengan memperbanyak dzikir, shalawat, sedekah, membaca biografi beliau dll.
Kegembiraan atas kelahiran Rasulullah saw akan menghasilkan sesuatu yang luar
biasa apabila apabila diiringi dengan rasa cinta kita kepadanya. Hendaknya kita
menjadikan cinta kita kepada Rasulullah saw, melebihi cinta kita terhadap harta
benda, anak, istri, famili, kerabat serta teman kita. Rasulullah saw bersabda: “Tidak
(sempurna) iman seseorang sehingga aku lebih dicintainya daripada daripada
orang tua dan anaknya.” (HR Bukhari). Selayaknya kita mencintai
Rasulullah saw, sebab menjelang wafatnya yang beliau ingat adalah umatnya.
Diceritakan dalam sebuah hadits menjelang wafat beliau didatangi malaikat
Jibril yang memberi kabar bahwa akan datang malaikat maut, Rasulullah bertanya
kepada Malaikat Jibri: ”Bagaimana nasib umatku kelak?” maka
Malaikat Jibril menjawab: “Syurga ini kuharamkan bagi siapa saja
kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya.”
Demikianlah keistimewaan
nabi Muhammad saw, kita bisa menjadi umat yang paling pertama masuk syurga.
Cinta terhadap Rasul juga menjadi modal untuk masuk syurga. Pada suatu hari,
orang Arab pedalaman bertanya kepada Nabi saw tentang hari kiamat. "Kapan
datang hari kiamat?" tanyanya. Lalu, beliau balik bertanya, "Apa
yang sudah kamu persiapkan untuk menyambut kedatangannya?" Lalu
orang tersebut berkata, "Tidak ada persiapan apa-apa, selain cintaku
pada Allah dan rasul-Nya." Nabi saw bersabda, "Anta ma`a man
ahbabta (kamu bersama orang yang kamu cintai)." (HR Bukhari dari
Anas). Hadis ini menurut al-Nawawi, pengarang Syarh Shahih Muslim , menerangkan
keutamaan cinta kepada Allah dan rasul-Nya serta juga cinta kepada penggiat
kebaikan dan orang-orang yang selalu melakukan kebaikan, baik mereka yang masih
hidup maupun yang sudah mati.
Cinta itu sendiri, menurut banyak pakar,
menunjuk pada suatu kehendak dan kecenderungan jiwa yang kuat kepada sesuatu.
Kecenderungan ini timbul karena faktor-faktor kesenangan, kemanfaatan, dan
keutamaan. Cinta kepada Allah dan rasul-Nya timbul karena ketiga faktor ini. Cinta
sebagai komitmen jiwa dengan sendirinya menuntut pikiran, perhatian, dan
tindakan sekaligus. Oleh karena itu, cinta kepada rasul harus dibuktikan
sekurang-kurangnya melalui empat hal yaitu:
Þ
al-Ittiba` wa al-iqtida. Bahwa kita harus mengikuti ajaran dan petunjuk (sunnah)
nya serta mewujudkan dan menghidupkannya sepanjang masa.
Þ
al-Sam`ah wa al-Tha`ah. Bahwa kita harus senantiasa mendengar dan patuh
kepadanya. Hal ini karena cinta menuntut kepatuhan, seperti terbaca dengan
jelas dalam syair al-Rawwaq. "Kau durhaka meski kau menyatakan cinta. Itu pasti
bukan cinta, tapi dusta. Kalaulah cintamu itu sejati, pastilah kau patuh karena
orang yang cinta selalu mengikuti kemauan orang yang dicinta."
Þ
al-Ittishal wa al-qurb. Bahwa kita harus senantiasa berusaha mendekat dan
membangun hubungan yang kuat dengannya, yang dalam hal ini ajaran beliau.
Þ
al-Dzikr wa al-tadzakkur. Bahwa kita harus senantiasa ingat kepadanya dan
berusaha menghadirkan dirinya dalam ingatan dan kesadaran. Dalam pepatah Arab,
terdapat ungkapan: "Siapa orang yang mencintai sesuatu, ia akan selalu
mengingat dan menyebut-nyebutnya selalu." Hal ini sinkron dengan
firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 56: "Sesungguhnya, Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk nabi. Hai, orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya." Kalau kita mencintai Rasulullah saw, maka hendaknya
kita sering bershalawat dan membaca sejarah kehidupan beliau, sehingga kita
benar-benar mengenal beliau lebih mendalam.
Maka,
sudahkah kita mewujudkan rasa cinta pada Rasulullah saw? Hanya kita sendiri
yang mengetahui jawabannya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar