Edisi
14 th V : 4 April 2014 M / 4 Jumadil Akhir 1435 H
KEANEKA RAGAMAN
Penulis: ust. Herul Sabana
(TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Puji syukur pada
Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13: “Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Kemudian shalawat salam semoga
tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah penghimpun bagi
segenap umat manusia yang mengharapkan kebahagiaan dunia akhirat.
Allah telah
menciptakan manusia secara beraneka macam
suku maupun bangsa dengan
keanekaragamannya. Jika kita mau memikirkan secara mendalam, maka sesungguhnya
karena keanekaragaman itulah kehidupan dunia ini ada ceritanya. Dalam lingkup yang luas,
semisal antar bangsa, maka melalui ayat al-Qur’an surat al-Hujurat tersebut di atas, Allah telah menyuruh agar dengan keaneka ragaman itulah kita harus saling
mengenal kemudian memahami satu dengan lainnya yang dilanjutkan dengan saling
menghormati. Dalam lingkup yang lebih kecil, semisal kabupaten atau desa atau bahkan RT, kita pun beranekaragam. Dari berbagai
sudut pandang, kita banyak memiliki perbedaan, baik karakter, pandangan hidup,
tujuan hidup, jalan hidup, dan masih banyak lagi perbedaan antara kita. Perbedaan terjadi di
setiap lini kehidupan. Kebanyakan dari kita
mengetahui tentang perbedaan ini, tapi ternyata sulit untuk menyadarinya.
Keanekaragaman kita ini bisa
menjadi sesuatu yang bermanfaat, tapi bisa juga menjadi suatu mudharat. Dalam
keseharian, kita tentunya tak mungkin lepas dari hubungan dengan sesama manusia
sehingga kemudian mau tidak mau kita akan membentuk suatu komunitas atau
organisasi, mulai dari yang terkecil seperti rumah tangga sampai yang terbesar
yaitu dunia. Dalam kehidupan rumah tangga sekalipun, ternyata ada keaneka
ragaman. Seorang ayah mempunyai karakter
yang berbeda dengan sang ibu, sang kakak berbeda pandangan hidupnya dengan sang
adik, dan lain sebagainya. Dalam lingkup yang lebih luas, semacam RT atau
organisasi ta’mir masjid/mushola, kelompok pengajian dll, pasti juga terdapat
keaneka ragaman. Betapa kita sering menemukan adanya perpecahan dalam suatu
organisasi hanya karena keaneka ragaman yang terwujud dalam perbedaan pendapat
atau tindakan. Dalam hal ini, faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah memberikan suatu
solusi yaitu menyikapi keanekaragaman dengan sikap at-Tasammuh (toleransi). Mengutip pendapat seorang ulama, bahwa toleransi adalah menghargai
pendapat serta menghormati orang lain yang memiliki prinsip yang berbeda, tanpa
harus mengakui atau membenarkan prinsip tersebut. Maka jika kita mengetahui
kebenarannya, kitapun mengajaknya dengan sebaik-baik cara.
Sikap toleransi ini akan sangat bermanfaat dalam suatu komunitas
atau organisasi yang memiliki tujuan yang sama. Misalnya dalam suatu kegiatan
yang memerlukan panitia pelaksana. Tujuan semua anggota panitia pasti sama, yaitu
agar kegiatannya sukses. Namun dalam perjalanannya pasti terdapat perbedaan
baik itu sekedar pendapat atau tindakan untuk tujuan yang sama tersebut. Dalam
hal inilah sangat diperlukan adanya sikap toleransi agar kebijakan yang diambil
bisa diterima semua pihak demi tercapainya tujuan. Toleransi ada kaitannya
dengan demokrasi /musyawarah, dimana kita tidak boleh memaksakan kehendak yang
kita anggap benar kepada orang lain. Ketika kita menjumpai orang lain yang
berbeda pendapat, selayaknya kita merujuk pada al-Qur’an surat Thaha ayat 44: “Maka
berbicaralah kalian berdua (nabi Musa as dan nabi Harun as) kepadanya (Fir’aun)
dengan kata-kata yang lemah lembut Dan mudah-mudahan ia ingat dan takut (kepada
Allah swt).”
Ayat tersebut juga bermakna
menyuruh kita untuk senantiasa menghormati orang lain dengan kata-kata yang
lembut agar jika mereka berbeda pendapat maka mereka bisa tersentuh hatinya dan
kemudian terbuka pikirannya. Kita juga bisa mengambil rujukan surat al-‘Ashr
ayat 3: “Kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal shaleh, dan saling menasehati dalam hal kebenaran,
dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.” Di sinilah kita harus
mencermati kata “saling menasehati” yang bisa diartikan terkadang posisi kita
yang benar kemudian memberi nasehat, tapi terkadang juga posisi kita yang salah
sehingga harus menerima nasehat.
Keanekaragaman sangat rentan
dengan konflik jika tidak disikapi dengan baik. Sebagai manusia biasa, kita
sering kali merasa sudah dalam posisi benar namun masih juga dianggap keliru
oleh orang lain. Kita sudah merasa mencurahkan segala pikiran dan tenaga, namun
masih ada yang menyalahkan. Bahkan kesalahan yang hanya sedikit terkadang
selalu dimunculkan. Nah, rasa sakit dan tidak terima jika diperlakukan demikian
itu akan menyebabkan runtuhnya kekuatan sebuah komunitas atau organisasi.
Selayaknya kita menyimak sejarah perkembangan Islam setelah
Rasulullah saw wafat. Pada waktu itu pun sebenarnya sudah mulai ada bibit-bibit
perbedaan pandangan tentang siapa yang akan menjadi pemimpin selanjutnya.
Adanya keanekaragaman sahabat yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar,
sedikit banyak tetaplah menimbulkan konflik kecil. Namun dengan semangat
menghargai pendapat dan pandangan orang lain dengan sikap toleransi saat
bermusyawarah, maka diambillah mufakat mengangkat Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai
pemimpin. Seandainya saja kita mampu meniru sikap toleransi dan lapang dada
para sahabat saat pengambilan keputusan, meskipun keputusan tersebut tidak
sejalan dengan kehendak kita, maka tentunya kita bisa meminimalisasi
perpecahan. Bagi sebuah panitia kegiatan apapun, tentunya hal seperti ini akan
melapangkan jalan menuju sebuah kesuksesan kegiatan. Akan tetapi terkadang
memang sangat sulit menerima sebuah keputusan yang berlainan dengan pendapat
kita. Saat seperti itulah implementasi firman Allah: “dan saling menasehati dalam
menetapi kesabaran” harus dilakukan. Kita harus bisa
menasehati/menghibur teman yang merasa kecewa dan tersingkir. Apapun yang terjadi kita harus
tetap bersatu sebagaimana sabda Rasulullah bahwa: “Orang mukmin adalah saudara bagi
orang mukmin lain.”
Hewan lebah saja bisa bersatu
membangun sarang yang indah dan bermanfaat, namun tetap disegani karena
persatuannya. Manusia tentunya bisa lebih hebat lagi dalam menjadikan tempat
yang indah, nyaman jika ditempati, namun tetap disegani dihormati dan tak ada
yang berani merusak. Tempat tersebut adalah Islam. Meskipun kita beraneka ragam
dengan segala perbedaan, namun kita tetap satu bangunan utuh yaitu Islam. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar