Edisi 30 th V : 25 Juli 2014 M / 27
Ramadhan 1435 H
TAKWA DAN RAMADHAN
Penulis: ust. Herul Sabana
(TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Segala puji
hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 35: “Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang
yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tiada
henti-henti, sedang naungan (rindang)nya (demikian pula). Itulah tempat
kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi
orang-orang kafir ialah neraka.” Shalawat salam semoga tercurahkan pada
nabi Muhammad saw sebagai nabi akhir jaman yang menuntun umatnya menuju syurga
yang indahnya tiada tara.
Ramadhan
sebentar lagi berakhir. Di awal Ramadhan kemarin, tentu kita sering mendengar
dibacakannya surat al-Baqarah ayat 183 yang artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Tujuan dari
diwajibkannya puasa, jika kita mengacu pada ayat tersebut, adalah agar kita
bertakwa. Pengertian sederhana dari “takwa” adalah mengerjakan perintah Allah
disertai menjauhi larangan Allah. Maka jika hanya mengerjakan perintah namun
tidak menjauhi larangan, tentu belum bisa disebut takwa. Begitu juga jika
sekedar menjauhi larangan namun belum mengerjakan perintah, maka tidak bisa
disebut takwa. Oleh sebab itu, takwa haruslah kaffah, tidak bisa hanya
salah satunya.
Pengertian lain dari takwa, dapat kita lihat
dari surat al-Baqarah
ayat 2-5: “Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan
shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka
yang beriman kepada kitab (al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan
kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan
mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” Dari ayat ini terlihat
spesifikasi orang yang bertakwa. Dan orang yang bertakwa disebut sebagai orang
yang beruntung. Kenapa beruntung? Tentu saja beruntung sebab orang bertakwa
akan mendapat balasan syurga sebagaimana tersurat dalam ar-Ra’d ayat 35.
Berkaitan
dengan takwa, mari kita coba renungkan kisah dari Khalifah Ali bin Abi Thalib
ra ketika ziarah kubur. Di hadapan para sahabat yang menyertai ziarah kubur
tersebut, khalifah Ali bertanya ke arah kuburan: “Wahai ahli kubur di
pe-makaman ini, bagaimana keadaanmu saat ini?” Tentu saja tak ada yang menjawab
pertanyaan khalifah Ali. Dan pertanyaan ini diulangnya lagi namun tetap saja
tak ada jawaban. Khalifah Ali pun kemudian berkata: “Wahai ahli kubur, jika
kalian diam, apakah perlu kuberitahukan tentang keadaan harta dunia yang telah
kalian tinggalkan dan juga keluarga yang dulu kalian cintai? Mereka saat ini
sedang ber-pesta berbagi hartamu tersebut. Maka aku bertanya lagi pada kalian
wahai ahli kubur, apa pesan yang ingin kalian sampaikan dari alam kubur?” Kemudian khali-fah Ali ra berpaling menghadap
ke arah para sahabat dan berkata: “Wahai para sahabatku, jika saja para ahli
kubur ini mampu mengucapkan pesan yang bisa kita dengar, mereka akan berkata:
Kalian semua boleh mencari bekal di dunia yang se banyak-banyaknya. Tapi
ingatlah pada al-Qur’an Surat
al-Baqarah ayat 197: “…
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah
kepada-Ku (Allah) hai orang-orang yang berakal.”
Berkaca dari kisah khalifah Ali ra yang sedang ziarah kubur ini, maka
Ra-madhan ini selayaknya kita jadikan ajang pencarian bekal yang
sebanyak-banyaknya senyampang kita masih ada kesempatan menikmati bulan ini.
Bagaimanapun, kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih akan bertemu
Ramadhan lagi pada tahun depan. Bahkan kita juga tidak akan pernah diberitahu,
apakah kita masih akan menikmati ujung Ramadhan tahun ini untuk kemudian
menapaki bulan Syawal ataukah tidak. Untuk itu mari kita menata hati agar
senantiasa senang dengan kehadiran Ramadhan ini dan kemudian mengaplikasikan
rasa senang itu dengan mencari bekal sebanyak yang kita mampu. Pada bulan ini pula Allah swt mendorong umat
islam untuk senang dengan amal kebaikan yang merupakan implementasi dari iman
dan taqwa. Allah swt menjanjikan pahala yang luar biasa apabila umat Islam mau
beramal pada bulan ini. Ibadah sunah pada bulan Ramadhan sama dengan ibadah wajib
di luar bulan Ramadhan, sedangkan ibadah wajib di bulan Ramadhan pahalanya
dilipatgandakan 70 kali lipatan. Selain itu pada bulan Ramadhan terdapat
satu malam yang
lebih utama daripada seribu bulan yakni malam lailatul Qodar. Oleh
karena itulah Rasulullah saw bersabda: “Seandainya umatku mengetahui apa
yang ada di bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan semua bulan menjadi
bulan Ramadhan.” (HR Ibnu Majah)
Apabila
puasa ramadhan ini belum mampu menghilangkan berbagai bentuk keteledoran,
kemalasan serta keburukan sikap kita, belum mampu meningkatkan prestasi ibadah
serta belum mampu menjauhkan diri kita dari akhlaq tercela, maka berarti kita
belum mampu mengaplikasikan hakikat dari makna puasa dalam kehidupan sehingga
tujuan dari puasa yakni pengokohan iman dan takwa kepada Allah swt belum mampu
terwujud. Padahal ketakwaan merupakan hal yang sangat urgen bagi umat islam,
sebab amal umat islam akan diterima apabila disertai dengan ketakwaan,
sebagaimana firman Allah swt dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 27: “Bahwasannya
Allah (hanya) menerima amal dari orang–orang yang bertaqwa.”
Dari sekelumit tulisan di
atas, tentunya kita semakin menyadari betapa kita harus senantiasa memperbaiki
diri demi peningkatan ketakwaan kita. Adapun peningkatan ini tidaklah bisa kita
lakukan secara mendadak dan semaksimal mungkin. Peningkatan ini selayaknya
setahap demi setahap sesuai dengan kemampuan kita, sesuai dengan solusi yang
diberikan dalam al-Qur’an surat at-Taghabun ayat 16: “Maka
bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu …” Dalam konsep ini, bukan
berarti kita boleh bertakwa dengan sekehendak hati, bukan seperti itu. Yang
dimaksud “menurut kesanggupanmu” adalah sesuai dengan kemampuan keilmuan, fisik dan kapasitas kita.
Dengan stimulus ini diharapkan akan muncul respon positif yang mendorong
peningkatan ketakwaan secara stimultan. Jika kita mampu menjaga
konsistensi ketakwaan kita sampai ajal menjemput, maka insyaAllah kita akan
termasuk sebagai orang-orang yang beruntung dan terpilih mampu memenuhi seruan
Allah dalam al-Qur’an surat ‘Ali Imran ayat 102: “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.”
Semoga Allah meridhai
segala upaya kita. Aamiin…
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar