buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Rabu, 13 Agustus 2014

TAKWA DAN RAMADHAN



      Edisi 30 th V : 25 Juli 2014 M / 27 Ramadhan 1435 H
TAKWA DAN RAMADHAN
Penulis: ust. Herul Sabana (TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 35: “Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tiada henti-henti, sedang naungan (rindang)nya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka.” Shalawat salam semoga tercurahkan pada nabi Muhammad saw sebagai nabi akhir jaman yang menuntun umatnya menuju syurga yang indahnya tiada tara.
Ramadhan sebentar lagi berakhir. Di awal Ramadhan kemarin, tentu kita sering mendengar dibacakannya surat al-Baqarah ayat 183 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Tujuan dari diwajibkannya puasa, jika kita mengacu pada ayat tersebut, adalah agar kita bertakwa. Pengertian sederhana dari “takwa” adalah mengerjakan perintah Allah disertai menjauhi larangan Allah. Maka jika hanya mengerjakan perintah namun tidak menjauhi larangan, tentu belum bisa disebut takwa. Begitu juga jika sekedar menjauhi larangan namun belum mengerjakan perintah, maka tidak bisa disebut takwa. Oleh sebab itu, takwa haruslah kaffah, tidak bisa hanya salah satunya.
Pengertian lain dari takwa, dapat kita lihat dari surat al-Baqarah ayat 2-5: “Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan

shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada kitab (al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” Dari ayat ini terlihat spesifikasi orang yang bertakwa. Dan orang yang bertakwa disebut sebagai orang yang beruntung. Kenapa beruntung? Tentu saja beruntung sebab orang bertakwa akan mendapat balasan syurga sebagaimana tersurat dalam ar-Ra’d ayat 35.
            Berkaitan dengan takwa, mari kita coba renungkan kisah dari Khalifah Ali bin Abi Thalib ra ketika ziarah kubur. Di hadapan para sahabat yang menyertai ziarah kubur tersebut, khalifah Ali bertanya ke arah kuburan: “Wahai ahli kubur di pe-makaman ini, bagaimana keadaanmu saat ini?” Tentu saja tak ada yang menjawab pertanyaan khalifah Ali. Dan pertanyaan ini diulangnya lagi namun tetap saja tak ada jawaban. Khalifah Ali pun kemudian berkata: “Wahai ahli kubur, jika kalian diam, apakah perlu kuberitahukan tentang keadaan harta dunia yang telah kalian tinggalkan dan juga keluarga yang dulu kalian cintai? Mereka saat ini sedang ber-pesta berbagi hartamu tersebut. Maka aku bertanya lagi pada kalian wahai ahli kubur, apa pesan yang ingin kalian sampaikan dari alam kubur?”  Kemudian khali-fah Ali ra berpaling menghadap ke arah para sahabat dan berkata: “Wahai para sahabatku, jika saja para ahli kubur ini mampu mengucapkan pesan yang bisa kita dengar, mereka akan berkata: Kalian semua boleh mencari bekal di dunia yang se banyak-banyaknya. Tapi ingatlah pada al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 197: “… Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku (Allah) hai orang-orang yang berakal.”
Berkaca dari kisah khalifah Ali ra yang sedang ziarah kubur ini, maka Ra-madhan ini selayaknya kita jadikan ajang pencarian bekal yang sebanyak-banyaknya senyampang kita masih ada kesempatan menikmati bulan ini. Bagaimanapun, kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih akan bertemu Ramadhan lagi pada tahun depan. Bahkan kita juga tidak akan pernah diberitahu, apakah kita masih akan menikmati ujung Ramadhan tahun ini untuk kemudian menapaki bulan Syawal ataukah tidak. Untuk itu mari kita menata hati agar senantiasa senang dengan kehadiran Ramadhan ini dan kemudian mengaplikasikan rasa senang itu dengan mencari bekal sebanyak yang kita mampu. Pada bulan ini pula Allah swt mendorong umat islam untuk senang dengan amal kebaikan yang merupakan implementasi dari iman dan taqwa. Allah swt menjanjikan pahala yang luar biasa apabila umat Islam mau beramal pada bulan ini. Ibadah sunah pada bulan Ramadhan sama dengan ibadah wajib di luar bulan Ramadhan, sedangkan ibadah wajib di bulan Ramadhan pahalanya dilipatgandakan 70 kali lipatan. Selain itu pada bulan Ramadhan terdapat

satu malam yang lebih utama daripada seribu bulan yakni malam lailatul Qodar. Oleh karena itulah Rasulullah saw bersabda: “Seandainya umatku mengetahui apa yang ada di bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan semua bulan menjadi bulan Ramadhan.” (HR Ibnu Majah)
Apabila puasa ramadhan ini belum mampu menghilangkan berbagai bentuk keteledoran, kemalasan serta keburukan sikap kita, belum mampu meningkatkan prestasi ibadah serta belum mampu menjauhkan diri kita dari akhlaq tercela, maka berarti kita belum mampu mengaplikasikan hakikat dari makna puasa dalam kehidupan sehingga tujuan dari puasa yakni pengokohan iman dan takwa kepada Allah swt belum mampu terwujud. Padahal ketakwaan merupakan hal yang sangat urgen bagi umat islam, sebab amal umat islam akan diterima apabila disertai dengan ketakwaan, sebagaimana firman Allah swt dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 27: “Bahwasannya Allah (hanya) menerima amal dari orang–orang yang bertaqwa.”
Dari sekelumit tulisan di atas, tentunya kita semakin menyadari betapa kita harus senantiasa memperbaiki diri demi peningkatan ketakwaan kita. Adapun peningkatan ini tidaklah bisa kita lakukan secara mendadak dan semaksimal mungkin. Peningkatan ini selayaknya setahap demi setahap sesuai dengan kemampuan kita, sesuai dengan solusi yang diberikan dalam al-Qur’an surat at-Taghabun ayat 16: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu …” Dalam konsep ini, bukan berarti kita boleh bertakwa dengan sekehendak hati, bukan seperti itu. Yang dimaksud “menurut kesanggupanmu” adalah sesuai dengan kemampuan keilmuan, fisik dan kapasitas kita. Dengan stimulus ini diharapkan akan muncul respon positif yang mendorong peningkatan ketakwaan secara stimultan. Jika kita mampu menjaga konsistensi ketakwaan kita sampai ajal menjemput, maka insyaAllah kita akan termasuk sebagai orang-orang yang beruntung dan terpilih mampu memenuhi seruan Allah dalam al-Qur’an surat ‘Ali Imran ayat 102: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.”
Semoga Allah meridhai segala upaya kita. Aamiin…
*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar