buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Senin, 25 April 2016

ETIKA BERTETANGGA



       Edisi 16 th VII : 15 April 2016 M / 7 Rajab 1437 H
ETIKA BERTETANGGA
Penulis: ust. Mahfud, S.Pd.I (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Maha suci Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 36 yang artinya “sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada nabi Muhammad saw, sang penerima wahyu Ilahi melalui perantara malaikat Jibril.
Manusia adalah makhluk sosial yang seluruh aktifitasnya akan terkait dengan orang lain. Misalnya adalah seorang kaya yang makan nasi. Nasi ini jika diturut-runtut akan bermula dari petani yang menanam padi. Petani ini dalam pekerjaannya juga membutuhkan tenaga buruh tani. Dalam proses pemeliharaan tanaman padi, sang petani juga membutuhkan eksistensi penjual mesin diesel, penjual obat hama serta penjual pupuk. Setelah panen pun petani membutuhkan jasa tengkulak atau pedagang padi. Tengkulak sendiri juga membutuhkan jasa tukang selep padi untuk menjadikan beras. Setelah itu pun masih membutuhkan penjual makanan untuk membeli berasnya. Sang penjual pun memasak beras tersebut hingga akhirnya menjadi nasi yang sampai pada tangan si kaya yang memang butuh terhadap makanan.
Sketsa kronologi di atas menggambarkan betapapun hebatnya manusia tetaplah membutuhkan orang lain. Hal ini bisa sinkron dengan konsep bertetangga dalam Islam.


Ahmad Mustafa Al-Maragi dalam  Tafsir al Maragi  menafsirkan surat an-Nisa’ ayat 36 bahwa tetangga adalah satu macam dari kaum kerabat, karena dekatnya tempat. Kadang-kadang, orang lebih cinta kepada tetangga dekatnya daripada kepada saudaranya seketurunan. Oleh karena itu, hendaknya dua keluarga bertetangga saling tolong-menolong; membina kasih sayang dan kebaikan antar mereka.
Tetangga adalah orang yang rumahnya berdekatan dengan kita. Sebanyak 40 rumah di sekitar kita masih masuk dalam kategori tetangga, walaupun sudah berbeda RT atau desa. Perbedaan suku, ras dan agama selama rumahnya dekat tidak membatalkan status menjadi tetangga. Hak mereka sama diperlakukan dengan baik. Diantara etika kita dalam bertetangga adalah sebagai berikut:
1.    Tidak menyakiti tetangga.
Perbuatan yang kita lakukan dan ucapan yang keluar dari mulut kita hendaknya dijaga agar tidak menyakiti tetangga. Hal yang sangat buruk apabila kita saling menyakiti sesama tetangga. Hal ini karena tetangga adalah orang yang pertama kita mintai pertolongan apabila kita ditimpa sesuatu musibah. Bagaimana kita akan meminta pertolongan kepada orang yang kita sakiti. Dengan tidak menyakiti tetangga tentu kita telah mengamalkan anjuran nabi Muhammad saw dalam sebuah hadits yang artinya: ”Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia tidak menyakiti tetangganya.” (HR Bukhari). Dari hadits tersebut menunjukkan bahwa tidak menyakiti tetangga merupakan tolak ukur kesempurnaan keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir.
Selain itu Rasulullah saw mengancam terhadap orang yang menyakiti tetangga, meskipun orang itu orang yang rajin beribadah. Perhatikan sebuah hadits yang artinya “Suatu kali, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang seorang wanita yang dikenal rajin melaksanakan shalat, puasa, dan zakat, tapi ia juga sering menyakiti tetangganya dengan lisannya. Rasulullah menegaskan, ”Pantasnya dia di dalam api neraka!”. Kemudian, sahabat itu bertanya lagi mengenai seorang wanita lain yang dikenal sedikit melaksanakan shalat dan puasa, namun sering berinfak dan tidak menyakiti tetangganya dengan lisannya. Jawab Rasulullah, ”Ia pantas masuk surga!” (HR Ahmad). Dalam hadits lain juga diterangkan hal sama. Arti hadits tersebut adalah “Seorang wanita bersusah payah melaksanakan shalat wajib, bangun malam, menahan haus dan lapar, serta mengorbankan harta untuk berinfak, namun menjadi mubazir lantaran buruk dalam bertutur sapa dengan tetangganya. Rasulullah bersumpah terhadap orang yang berperilaku demikian, tiga kali dengan sumpahnya, ”Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman!” Sahabat bertanya, ”Siapa ya Rasulullah?” Beliau menjawab, ”Orang yang tetangganya tidak pernah merasa aman dari keburukan perilakunya.” (HR Bukhari).




1.    Bersedekah dengan tetangga.
Orang yang mendapatkan nikmat dan karunia dari Allah hendaknya disyukuri dengan berbagi. Orang yang kita dahulukan dalam berbagi kebahagiaan tentu tetangga kita. Tetangga adalah orang yang lebih dahulu melihat kebahagiaan kita, tentu sangat pantas apabila mereka ikut merasakan kebahagiaan itu. Apabila kita masak yang enak, sangat indah apabila sedikit kita bagi ke tetangga, sebagaimana hadits nabi Muhammad saw yang artinya: ”Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak sayur maka perbanyaklah kuahnya dan bagikanlah kepada tetanggamu.” (HR Muslim).
2.    Mengutamakan yang paling dekat rumahnya.
Dalam berbagi hendaknya yang kita utamakan adalah orang yang rumahnya dekat dengan kita. Sebagaimana keterangan hadits yang artinya: “Suatu kali, Aisyah pernah bingung mengenai siapa di antara tentangganya yang harus diutamakan. Lalu, ia bertanya kepada Rasulullah, ”Ya Rasulullah, saya mempunyai dua orang tetangga, kepada siapakah aku harus memberikan hadiah?” Beliau bersabda, ”Kepada yang paling dekat rumahnya.” (HR Bukhari).
            Marilah kita menjadi orang yang mengenal tetangga dengan baik dan suka berbuat baik pada tetangga, sehingga kita termasuk dalam kategori penerima janji dalam sebuah hadits yang artinya: “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang terbaik kepada sahabatnya dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah mereka yang terbaik pada tetangganya.” (HR Tirmidzi).
Dan jangan sampai kita termasuk orang yang tidak suka menolong tetangga, membiarkan kelaparan dan kesusahan tetangga. Na’udzu billah. Mari kita perhatikan hadits nabi Muhammad saw yang dari Ibnu Abbas ra yang artinya, ‘Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Bukanlah orang yang beriman yang ia sendiri kenyang sedangkan tetangga (yang di sebelah)nya kelaparan”. (HR al-Bukhari dan al-Bayhaqi).
Semoga Allah menjadikan kita tetangga yang baik dan menjadikan tetangga kita baik pada kita sehingga lingkungan kita terasa nyaman. Aamiin …
***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar