Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab: Ketua
TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif
NH.
Editor:
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana
Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 087751884909, 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group
facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo
Edisi 01 th IV :
5 April 2013 M / 24 Jumadil Awal 1434 H
MENGAPA ADA PERBEDAAN DALAM FIQH?
penulis: Ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji
hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah melim-pahkan karunianya
kepada seluruh makhluk penghuni alam semesta ini. Kemudian shalawat salam
semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad saw yang telah menjadi sinar
terang bagi seluruh alam ini.
Dalam salah
satu hasitsnya yang diriwayatkan oleh at-Thobroni, Rasulullah saw pernah
menyatakan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu
yang selamat yaitu yang mengikuti beliau dan sahabat-sahabat. Di kemudian hari
golongan ini dikenal dengan nama sunni atau ahlus sunnah wal jama’ah . Di
kalangan sunni sendiri ternyata terjadi adanya perbedaan pendapat dalam
beberapa cabang ilmu fiqih. Kita mengenal adanya empat madzab: Hambali, Maliki,
Syafi’i, dan Hanafi. Keempatnya memiliki beberapa perbedaan dalam fiqih
amaliyah. Tapi yang menyebabkan mereka tidak bertentangan satu dengan lainnya
meskipun berbeda adalah karena mereka sama pandangannya dalam memahami Tauhid.
Satu hal yang
patut dan seharusnya menjadi bahan renungan yang selanjutkan harus kita amalkan
adalah bahwasanya empat imam madzab sunni tidak pernah mengklaim bahwa diri merekalah
yang paling benar, sedang yang lain sesat. Imam Maliki pernah ditawari oleh
khalifah untuk menyatukan umat Islam dengan berpegang pada kitab al-Muwatha’nya,
tapi beliau menolak karena menghargai pendapat hasil ijtihad ulama’ yang lain.
Imam Syafi’i juga pernah berkata bahwa dia adalah manusia biasa yang mungkin saja
hasil ijtihadnya salah, maka pendapatnya boleh diikuti dan boleh ditinggalkan
untuk mengikuti yang lain. Demikian juga dengan Imam Hambali dan Imam Hanafi,
mereka tidak pernah mengklaim sebagai yang paling benar. Perbedaan
yang terjadi hanyalah pada masalah cabang fiqihnya semisal bacaan iftitah dalam
sholat, bacaan qunut dsb.
Perbedaan tersebut bisa jadi
karena perbedaan pendapat dalam menyika-pi hadits-hadits sebagai penjelas dari
amaliyah Rasulullah saw. Sebagai mana kita ketahui bahwa hadits jumlahnya ada
ribuan, lalu perawinya juga bukan cuma seorang saja. Ketika Rasulullah masih
hidup, beliau memang melarang para sahabat untuk menuliskan hadits, karena
dikhawatirkan akan bercampur dg al-Qur’an. Karena itulah hadits hanya
dihafalkan saja secara turun temurun sampai tabi’it tabi’in. Maka ketika
terjadi penulisan hadits, ada terjadi perbedaan hafalan maupun perbedaan kata
dan juga perbedaan perawi (yang meriwayatkan hadits). Dalam satu masalah yang
sama, Bukhari dan Muslim pun bisa berbeda redaksi kata ketika menyam-paikan
hadits, belum lagi dengan yang lain semisal Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud,
Bayhaqi, Daruquthni dan lain-lain. Salah satu contoh misalnya ketika menyikapi
masalah do’a qunut. Dalam hadits riwayat Bukhari disebutkan
قنت النبي صلى الله عليه
وسلم شهرا يدعو على رعل وذكوان
Artinya: “Nabi saw
melakukan qunut selama satu bulan untuk mendo’akan kaum Ra’li dan Dzakwan.”
(HR Bukhari)
Kemudian ada yang
diriwayatkan Muslim sebagai berikut
...
فكان ابو هريرة يقنت في الظهر والعشاء الاخرة وصلاة الصبح ويدعو للمؤمنين ويلعن
الكفار
Artinya: “…maka Abu
Hurairah membaca qunut pada dzuhur, ‘isyak pada akhir malam, dan pada sholat
subuh untuk mendo’akan orang-orang mukmin dan mengutuk orang-orang kafir.” (HR Muslim)
Kemudian
dalam riwayat Bayhaqi berbunyi
انّ النبي صلى الله عليه
وسلم قنت شهرا يدعو على قاتلى اصحابه ببئر معونة ثم ترك فأماالصبح فلم يزل يقنت
حتى فارق الدنيا
Artinya: “Sesungguhnya
Nabi saw membaca qunut selama satu bulan un-tuk mengutuk para pembunuh
sahabat-sahabatnya di sumur ma’unah (yaitu kaum ra’li dan dzakwan) kemudian
meninggalkan (qunut tersebut). Adapun dalam sholat subuh, beliau tetap membaca
qunut sampai mening-gal dunia.” (HR
Bayhaqi)
Kemudian dalam riwayat Abu
Dawud juga disebutkan
انّ النبي صلى الله عليه
وسلم يقنت فى صلاة الصبح
Artinya:“Sesungguhnya Nabi
saw membaca qunut pada sholat subuh.” (HR Abu Dawud)
Sedangkan Ahmad meriwayatkan
sebagai berikut
رسول الله صلى الله عليه
وسلم يقنت فى الفجر حتى فارق الدنيا
Artinya:
“Dari Annas ibnu Malik berkata: Rasulullah SAW membaca qunut pada waktu
fajar (sholat subuh) sampai meninggal dunia.” (HR Ahmad)
Dari beberapa hadits di atas bisa diambil
kesimpulan bahwa dalam satu masalah yaitu qunut
saja terdapat bermacam-macam hadits dengan redaksi kata yang berbeda. Sedangkan para perawi yag meriwayatkan hadits
tersebut bukanlah orang sembarangan yang mengarang kata-kata. Tapi
mereka memang benar-benar ahli hadits dengan keilmuwan dan me-thode penelitian hadits yang telah mendapat pengakuan dari dunia Islam
sejak jaman dulu hingga sekarang. Mungkin
ada di antara kita yang menganggap bahwa hadits shahih hanyalah yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Tapi tahukah kita, antara Bukhari dan
Muslim pun tetap ada perbedaan pandangan dalam beberapa masalah. Mereka tetap
pada keyakinan masing-masing dalam amaliyah ibadahnya.
Banyak diantara kita yang sebenarnya belum
pernah tahu wujud asli kitab shahih Bukhari atau Muslim yang berisi ribuan
hadits berikut penjelasannya. Kita ini sering kali tahunya hadits dari
buku-buku yang sudah dibahasa Indonesiakan, dan itu pun haditsnya hanya sedikit
saja. Alangkah arif dan bijaksananya kita, jika mau menerima perbedaan
pandangan antara kita sendiri tanpa merasa sebagai yang paling benar. Mari kita
jaga ukhuwah Islamiyah meski ada sedikit perbedaan antara kita, karena tujuan
kita sebenarnya adalah sama. Semoga Allah swt meri-dloi langkah-langkah kita
dalam menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam, agama yang cinta
damai.
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar