Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif
NH.
Editor:
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana
Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group
facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo
Edisi 08 th IV :
24 Mei 2013 M / 14 Rajab 1434 H
FATIHAH
DALAM SHALAT
Penulis: Ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji hanya bagi Allah yang telah menunjukkan
kekuasaannya dengan mengabadikan peristiwa isra’ mi’raj nabi Muhammad saw dalam
al-Qur’an surat al-isra’ ayat 1: “Maha suci
Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi seke-lilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. Sha-lawat dan salam semoga
tetap terlimpahkan pada nabi Muhammad saw sebagai nabi pamungkas yang membawa
ajaran penyelamat bagi manusia sampai akhir jaman.
Perjalanan isra’ mi’raj nabi
Muhammad saw mengemban misi penting untuk menghadap Allah swt. Misi ini
akhirnya membuahkan hasil disyari’atkannya ibadah shalat bagi umat muslim di
manapun berada serta dalam kondisi apapun –meski dalam perang maupun sakit-.
Karena begitu urgennya ibadah shalat, maka kita wajib mempelajari tatacara
maupun segala hal tentang shalat, tentang syarat dan rukunnya, tentang sunnah
serta hal yang membatalkannya. Dengan demikian kita dapat mem-peroleh hakikat
serta hikmah shalat yang kita laksanakan setiap hari.
Salah satu rukun (hal
yang harus dilakukan) dalam shalat adalah membaca surat al-Fatihah. Dalam hal ini membaca surat al-Fatihah merupakan
rukun qauliy dalam shalat, maka al-Fatihah wajib dibaca dan shalat tidak
sah tanpa bacaan al-Fatihah. Adapun surat al-Fatihah ini terdiri dari tujuh
ayat dan basmalah termasuk salah satu dari ayatnya. Dasar dalil untuk wajibnya
membaca fatihah adalah hadits berikut yang diriwayatkan oleh Muslim
عَنْ عُبَادَةَ
بْنِ صَامِتٍ يِبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ
صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. رواه المسلم
Artimya: “Dari Ubadah bin Shamit, Nabi saw menyampaikan padanya
bahwa tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat al-Fatihah.”
(H.R. Muslim). Kemudian ada juga hadits yang lain yang diriwayatkan Bukhari dan
Muslim:
عن ابى قتا دة رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم
يصلى بنا فيقرأ فى الظهر والعصر فى الركعتين الأوليين بفاتحة الكتاب وسورتين ويسمعنا
الأية احيانا و يطول الركعة الأولى ويقرأ فى الأخريين بفاتحة الكتاب (متفق عليه)
Artinya: “Dari
Abu Qatadah r.a. berkata: Rasulullah SAW biasa shalat ber-sama kami. Saat
shalat dzuhur dan ‘ashar, pada dua rakaat awal beliau membaca al-Fatihah dan
surat (ayat al-Qur’an) dan terkadang beliau memperdengarkan bacaan ayat
(tersebut) kepada kami. Dan beliau memanjangkan rakaat pertama dan membaca pada
dua rakaat terakhir hanya al-Fatihah saja.”
Adapun
tentang tatacara membaca al-fatihah ini tersebutlah ada 11 persyaratan guna
keabsahan bacaan al-Fatihah sebagaimana yang dinyatakan Syaikh Salamah al
‘Azami dalam kitab “Tanwirul-Qulub” yaitu sebagai berikut:
1.
Bacaan
al-Fatihah dapat didengar oleh dirinya sendiri.
2.
Tidak
mengurangi satu huruf pun dari surat al-Fatihah.
3.
Tidak
membaca takhfif (tipis) tasydid-tasydid yang ada dalam al-Fatihah yang
jumlahnya ada 14, seperti membaca tipis (ataupun tidak mentasydidkan) lafadz “iyyaka na’budu …”. Apabila
mengetahui dan meyakini maknanya, maka ia akan termasuk kufur,
sebab lafadz iyaka tanpa
tasydid maknanya “nama untuk terang-nya matahari”. Sedang lafadz iyyaka dengan tasydid
maknanya “hanya kepada-Mu (Allah)”.
4.
Tidak
boleh mengganti salah satu huruf al-Fatihah dengan huruf yang lain.
5.
Tidak
boleh merubah bunyi bacaan dari al-Fatihah yang sampai merubah makna, misalnya:
merubah fathah lafadz “an’amta” menjadi
dzammah “an’amtu”. Na-mun apabila
tidak sampai merubah makna, seperti membaca dzammah lafadz “Allahu”, membaca dzammah tho’nya lafadz
“Shirotho”, membaca fathah atau
kasroh ba’ nya lafadz “na’budu” atau
mengkasroh nunnya, maka hal ini tidak membatalkan shalat, tetapi haram apabila
disengaja. Juga tidak boleh membaca al-Fatihah memakai Qiro’ah Syaddah (bacaan
dengan dialek Arab yang langka dan dianggap jelek) yang merubah makna.
6.
Tidak
boleh berlebih-lebihan dalam tartil yang sekiranya dapat berdampak lain pada
bacaan. Misalnya jika satu kata dijadikan dua kata, pada lafadz “nasta’in”.
Meskipun tujuannya untuk menjelaskan
(makhraj dan sifat) huruf tetapi justru menimbulkan waqaf yang
lembut diantara “sin” dan “ta’”nya lafadz “nasta’in” maka
bacaan semacam ini tidak sah dan wajib mengulangi bacaannya (hingga benar),
apabila tidak maka shalatnya menjadi batal.
7.
Membaca
al-Fatihah dengan tertib.
8.
Membaca
al-Fatihah dengan berturut-turut.
9.
Membaca
al-Fatihah dengan memakai bahasa Arab.
10.
Membaca
al-Fatihah pada saat berdiri atau penggantinya.
11.
Membaca
keseluruhan dari ayat-ayat dalam al-Fatihah, dan basmalah termasuk salah satu
ayat dari al-Fatihah. Kecuali apabila makmum masbuk karena baca-annya
ditanggung imam atau makmum yang tempo bacaannya lamban, sedang-kan sang imam
bacaannya sangat cepat, maka hal ini tidak apa-apa.
Pada point nomor 8 terdapat pernyataan bahwa
membaca al-Fatihah dengan berturut-turut. Hal ini sebagaimana keterangan dalam
kitab Kifayatul-Akhyar juz 1,
dimana maksudnya adalah antara ayat satu dengan ayat yang lain tidak ada
kata-kata yang menyela atau sela antara ayat satu dengan yang lain dengan diam
yang lama. Tidak boleh menyela ini bersifat mutlak, walau hanya disela dengan
dzikir, atau sekedar membaca ayat yang
lain, atau menjawab adzan, atau membaca tahmid karena bersin, maka karena apa
yang diucapkan tersebut bukan bagian dari surat fatihah, hal ini membatalkan
bacaan al-Fatihah dan wajiblah mengulangi bacaan dari ayat pertama lagi.
Sedangkan bagi orang bodoh yang memang tidak
bisa atau belum bisa mem-baca dan menghafal fatihah, maka ada solusi dari
Rasulullah, sbb:
عن عبدلله بن
أبى أوفى رضي لله عنه قال جاء رجل الى النبي صلى الله عليه وسلم فقال اني لا
أستطيع أن أخذ من القرأن شيئا فعلمي ما يجزئ منه فقال قل سبحان الله والحمد لله
ولااله الاالله والله اكبر ولاحول ولاقوة الا بالله العلي العظيم . رواه
احمد
Artinya: “Dari Abdullah bin Aufa ra berkata seorang
laki-laki datang pada nabi saw seraya berkata: Sungguh aku tidak dapat
menghafal ayat al-Qur’an satupun, maka ajarilah aku sesuatu yang memadai
(sebagai gantinya), lalu beliau (nabi saw) bersabda: bacalah subhanallah wal
hamdulillah wa lailahaillah wallahu akbar wa lahawlawalaquwwataillabillah.”
(HR Ahmad). Dalam hal inilah kita dapat melihat dengan jelas betapa Islam
selalu memberikan yang terbaik bagi umatnya dengan tidak membebaninya dengan
hal yang memang tidak kuasa dilakukan. Jika memang ada orang belum bisa
menghafal Fatihah, maka cukuplah bacaan seperti tersebut dalam hadits di atas
sebagai penggantinya. Semoga Allah swt meridloi se-mua amal ibadah kita dan
mengampuni kekeliruan karena kebodohan kita, aamiin.
*********