Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif
NH.
Editor:
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana
Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group
facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo
Edisi 07 th IV :
17 Mei 2013 M / 7 Rajab 1434 H
RAJABIYAH
Penulis: Ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt pencipta alam semesta
dan yang memiliki kuasa untuk mengaturnya tanpa merasa kesulitan sedikitpun
serta menentukan apa-apa yang dikehendaki-Nya. Sholawat dan salam semoga tetap
tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai sebaik-baik suri tauladan yang telah
menunjukkan jalan yang lurus bagi umat manusia.
Kita semua hidup dari hari ke hari, minggu ke
minggu, bulan ke bulan, sampai tahun ke tahun. Dari keseluruhan waktu hidup
ini, sebenarnya ada bulan-bulan khusus yang memiliki keistimewaan di sisi
Allah, sebagaimana tersirat dalam surat at-Taubah ayat 36: “Sesungguhnya bilangan bulan di
sisi Allah adalah 12 bulan dalam ketetapan Allah di waktu penciptaan langit dan
bumi, diantaranya ada 4 bulan haram (mulia), itulah (ketetapan) agama yang
lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri (dzalim) dalam bulan yang empat
itu…” Salah satu
diantara bulan haram tersebut adalah bulan Rajab yang sedang kita jalani ini.
Pada bulan Rajab terjadi peristiwa fenomenal yang tiada bandingnya, yaitu
peristiwa isro’ mi’roj Nabi Muhammad saw untuk menerima perintah shalat. Begitu
istimewanya ibadah shalat sehingga Rasulullah harus menghadap sendiri kepada
Allah untuk menerima perintah ini, padahal ibadah-ibadah yang lain biasanya
melalui perantara malaikat Jibril.
Berkenaan dengan bulan
Rajab, sesungguhnya Allah telah menetapkan kemu- liaan bulan Rajab di lahful
mahfudh saat penciptaan langit dan bumi. Dalam perpu-taran bintang, bulan,
planet dan benda-benda angkasa lain yang juga tersirat dalam al-Qur’an surat
Yasin ayat 39: “Dan bulanpun telah Kami tetapkan manzilah-manzilahnya sampai ia
kembali berbentuk (melengkung) seperti pelepah kering yang tua” maka ditentukanlah
adanya 12 bulan dalam satu tahun. Dan sesuai dengan surat at-Taubah ayat 36
tadi, Allah telah menetapkan adanya 4 bulan mulia yaitu Muharram,
Rajab, Dzul Qo’dah dan Dzul Hijjah. Kemudian
lafadz “…dinul qay-yim…” dalam surat at-Taubah ayat 36 menurut para
mufassir, sesungguhnya yang dimaksud adalah agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim
as. Karenanya para suku bangsa Arab jahiliyah yang sebelumnya sudah mengenal
agama nabi Ibrahim as, sangat menghormati bulan-bulan tersebut. Mereka sepakat
tidak melakukan pepe-rangan pada bulan-bulan ini. Adapun saat turun surat
at-Taubah yaitu pada saat kaum musyrikin mengingkari perjanjian dengan kaum
muslimin dengan melakukan peperangan pada bulan mulia ini.
Jika kita menengok sejarah Arab jahiliyah,
maka kebiasaan untuk menghenti-kan peperangan dan segala macam kekerasan,
menunjukkan bahwa merekapun me-nyadari untuk berbuat lebih baik pada bulan
Rajab. Kemudian Islam hadir dengan syariat-syariat yang lebih terkonsep. Pada
ke empat bulan mulia (Muharam, Rajab, Dzul Qo’dah dan Dzul Hijjah), umat Islam
dilarang berbuat dzalim yang jika diarti-kan lebih luas maka diartikan harus
dapat lebih mengendalikan diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
orang lain, harus lebih meningkatkan kebaikan dalam hablum minan nas
maupun hablum min Allah.
Berkenaan juga dengan bulan Rajab, ada sebuah
hadits yang sinkron dengan ayat 36 surat at-Taubah. Hadits ini diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim: “Dari Abu Bakrah bin Harits bahwasanya
Rasulullah saw bersabda: Zaman itu sudah beredar seperti keadaan pada hari
dimana Allah menciptakan langit dan bumi. Ada 12 bulan per tahun, diantaranya 4
bulan (mulia) yang 3 bulan berurutan yaitu Dzul Qo’dah - Dzul Hijjah - Muharam,
sedangkan Rajab diantara Jumadil Akhir dan Sya’ban….” Pada waktu
menyabdakan hadits ini, Rasulullah saw sedang bersama para sahabat berada di
Makkah pada hari tasyrik Dzul Hijjah. Rasulullah saw mewasiatkan agar umat
Islam saling menjaga perdamaian dan tidak terjadi perang saudara. Jika ditarik
lebih luas, pesan Rasulullah ini adalah agar menghor-mati bulan-bulan mulia dan
mengisinya dengan kebaikan.
Maka berangkat dari
kemuliaan bulan Rajab ini, tentunya kita harus semakin meningkatkan amal shaleh
dan juga mempergunakan kesempatan yang baik di bulan Rajab ini. Namun dalam hal
ini kita juga harus menyadari bahwa kita hidup di lingkungan yang plural dengan
beraneka ragam kadar keimanan individu. Karena itu menjadi sangat penting jika
kita bersedia untuk mengingatkan khalayak ramai ten-tang kemuliaan bulan Rajab
ini. Adapun metode yang dipakai dalam hal “mengingat kan” ini boleh disesuaikan
dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Banyak hal yang kemudian
menjadi “tradisi” dalam rangka mengingatkan khalayak ramai tentang kemuliaan
dan keistimewaan bulan Rajab. Salah satunya adalah kegiatan “Rajabiyah” yang
diadakan oleh masyarakat dengan menyelenggarakan berbagai macam acara. Bagi
remaja dan anak-anak biasanya menyelenggarakan berbagai macam lomba yang
berorientasi pada semangat perjuangan syiar Islam. Kemudian se-mua kegiatan
bermuara pada pengajian umum bagi masyarakat.
Walaupun segala rangkaian kegiatan Rajabiyah
ini adalah sesuatu yang baru, dalam arti tidak ada pada jaman hidupnya
Rasulullah saw, namun kegiatan ini tentunya merupakan tradisi yang baik karena
memiliki banyak kemashlahatan bagi umat Islam. Dan lagi, tidaklah ada dalil
yang melarang secara mutlak terhadap kegiatan ini. Memang ada sebagian saudara
muslim kita yang memberikan justifi-kasi terhadap kegiatan Rajabiyah sebagai
sesuatu bid’ah yang tidak disunnahkan bahkan tidak dicontohkan oleh Rasulullah
saw. Tetapi alangkah lebih bijaknya jika kita mengkaji kembali dalil-dalil
syar’i yang dapat dijadikan acuan dari kegiatan tersebut. Dalam konteks ini,
kita dapat mengambil dalil al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125: “Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pela-jaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” Dari dalil ini jelas sekali adanya perintah
untuk berdakwah dengan cara-cara yang baik dan penuh hikmah. Adapun metode
dakwah tersebut tentunya akan efektif jika dengan cara mengumpulkan orang
banyak dalam satu waktu dan satu ruang dengan mengambil sebuah moment yang
tepat. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Rasu-lullah saw yang mengacu pada
usaha nabi Nuh as setelah berdakwah secara sembu-nyi-sembunyi yang hanya
menghasilkan sedikit pengikut. Usaha ini diabadikan dalam bentuk kisah
sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat Nuh ayat 8: “Kemudian
sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara
terang-terangan.”
Terlepas dari adanya kontroversi mengenai
kegiatan Rajabiyah, kita harus tetap memuliakan bulan ini karena kemuliaan
bulan ini sudah ada dalil qath’i yang memastikannya. Siapapun kita,
tentunya dapat melakukan tindakan memuliakan bulan ini dengan berbagai macam
ibadah. Ibadah tersebut bisa yang bersifat individual seperti puasa Rajab atau
menambah intensitas shalat sunnah. Atau ibadah yang bersifat sosial seperti
menyelenggarakan pengajian umum atau penyantunan sedekah. Maka satu hal yang
urgen saat ini adalah mari kita syiarkan peringatan Rajabiyah dengan berbagai
acara keagamaan dengan tujuan mengambil berbagai macam hikmah yang terkandung
di bulan yang istimewa ini. Semoga Allah juga memberi rahmat karunia kepada
kita sehingga kita tetap diberi kesempatan menik-mati bulan Rajab ini kemudian
memasuki bulan Sya’ban dan juga menyampaikan umur kita agar menjumpai bulan
Ramadhan. Aamiin….
*********
warna tulisan hitam gak pa2 pak
BalasHapus