buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Rabu, 22 Mei 2013

FATIHAH DALAM SHALAT



Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana

Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo 



Edisi  08 th IV :  24 Mei 2013 M / 14 Rajab 1434 H
FATIHAH DALAM SHALAT
Penulis: Ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
            Segala puji hanya bagi Allah yang telah menunjukkan kekuasaannya dengan mengabadikan peristiwa isra’ mi’raj nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an surat al-isra’ ayat 1: Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi seke-lilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. Sha-lawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada nabi Muhammad saw sebagai nabi pamungkas yang membawa ajaran penyelamat bagi manusia sampai akhir jaman.
            Perjalanan isra’ mi’raj nabi Muhammad saw mengemban misi penting untuk menghadap Allah swt. Misi ini akhirnya membuahkan hasil disyari’atkannya ibadah shalat bagi umat muslim di manapun berada serta dalam kondisi apapun –meski dalam perang maupun sakit-. Karena begitu urgennya ibadah shalat, maka kita wajib mempelajari tatacara maupun segala hal tentang shalat, tentang syarat dan rukunnya, tentang sunnah serta hal yang membatalkannya. Dengan demikian kita dapat mem-peroleh hakikat serta hikmah shalat yang kita laksanakan setiap hari.
            Salah satu rukun (hal yang harus dilakukan) dalam shalat adalah membaca surat al-Fatihah. Dalam hal ini membaca surat al-Fatihah merupakan rukun qauliy dalam shalat, maka al-Fatihah wajib dibaca dan shalat tidak sah tanpa bacaan al-Fatihah. Adapun surat al-Fatihah ini terdiri dari tujuh ayat dan basmalah termasuk salah satu dari ayatnya. Dasar dalil untuk wajibnya membaca fatihah adalah hadits berikut yang diriwayatkan oleh Muslim

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ صَامِتٍ يِبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. رواه المسلم


Artimya: “Dari Ubadah  bin Shamit, Nabi saw menyampaikan padanya bahwa tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat al-Fatihah.” (H.R. Muslim). Kemudian ada juga hadits yang lain yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim:

عن ابى قتا دة رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلى بنا فيقرأ فى الظهر والعصر فى الركعتين الأوليين بفاتحة الكتاب وسورتين ويسمعنا الأية احيانا و يطول الركعة الأولى ويقرأ فى الأخريين بفاتحة الكتاب  (متفق عليه)

       Artinya: “Dari Abu Qatadah r.a. berkata: Rasulullah SAW biasa shalat ber-sama kami. Saat shalat dzuhur dan ‘ashar, pada dua rakaat awal beliau membaca al-Fatihah dan surat (ayat al-Qur’an) dan terkadang beliau memperdengarkan bacaan ayat (tersebut) kepada kami. Dan beliau memanjangkan rakaat pertama dan membaca pada dua rakaat terakhir hanya al-Fatihah saja.”
       Adapun tentang tatacara membaca al-fatihah ini tersebutlah ada 11 persyaratan guna keabsahan bacaan al-Fatihah sebagaimana yang dinyatakan Syaikh Salamah al ‘Azami dalam kitab “Tanwirul-Qulub” yaitu sebagai berikut:
1.    Bacaan al-Fatihah dapat didengar oleh dirinya sendiri.
2.    Tidak mengurangi satu huruf pun dari surat al-Fatihah.
3.    Tidak membaca takhfif (tipis) tasydid-tasydid yang ada dalam al-Fatihah yang jumlahnya ada 14, seperti membaca tipis (ataupun tidak mentasydidkan) lafadz “iyyaka na’budu …”. Apabila mengetahui dan meyakini maknanya, maka ia akan termasuk kufur, sebab lafadz iyaka tanpa tasydid maknanya “nama untuk terang-nya matahari”. Sedang lafadz iyyaka dengan tasydid maknanya “hanya kepada-Mu (Allah)”.
4.    Tidak boleh mengganti salah satu huruf al-Fatihah dengan huruf yang lain.
5.    Tidak boleh merubah bunyi bacaan dari al-Fatihah yang sampai merubah makna, misalnya: merubah fathah lafadz “an’amta” menjadi dzammah “an’amtu”. Na-mun apabila tidak sampai merubah makna, seperti membaca dzammah lafadz “Allahu”, membaca dzammah tho’nya lafadz “Shirotho”, membaca fathah atau kasroh ba’ nya lafadz “na’budu” atau mengkasroh nunnya, maka hal ini tidak membatalkan shalat, tetapi haram apabila disengaja. Juga tidak boleh membaca al-Fatihah memakai Qiro’ah Syaddah (bacaan dengan dialek Arab yang langka dan dianggap jelek) yang merubah makna.
6.    Tidak boleh berlebih-lebihan dalam tartil yang sekiranya dapat berdampak lain pada bacaan. Misalnya jika satu kata dijadikan dua kata, pada lafadz “nasta’in”.

Meskipun tujuannya untuk menjelaskan (makhraj dan sifat) huruf tetapi justru menimbulkan waqaf yang lembut diantara “sin” dan “ta’”nya lafadz “nasta’in” maka bacaan semacam ini tidak sah dan wajib mengulangi bacaannya (hingga benar), apabila tidak maka shalatnya menjadi batal.
7.        Membaca al-Fatihah dengan tertib.
8.        Membaca al-Fatihah dengan berturut-turut.
9.        Membaca al-Fatihah dengan memakai bahasa Arab.
10.        Membaca al-Fatihah pada saat berdiri atau penggantinya.
11.       Membaca keseluruhan dari ayat-ayat dalam al-Fatihah, dan basmalah termasuk salah satu ayat dari al-Fatihah. Kecuali apabila makmum masbuk karena baca-annya ditanggung imam atau makmum yang tempo bacaannya lamban, sedang-kan sang imam bacaannya sangat cepat, maka hal ini tidak apa-apa.
Pada point nomor 8 terdapat pernyataan bahwa membaca al-Fatihah dengan berturut-turut. Hal ini sebagaimana keterangan dalam kitab Kifayatul-Akhyar juz 1,  dimana maksudnya adalah antara ayat satu dengan ayat yang lain tidak ada kata-kata yang menyela atau sela antara ayat satu dengan yang lain dengan diam yang lama. Tidak boleh menyela ini bersifat mutlak, walau hanya disela dengan dzikir,  atau sekedar membaca ayat yang lain, atau menjawab adzan, atau membaca tahmid karena bersin, maka karena apa yang diucapkan tersebut bukan bagian dari surat fatihah, hal ini membatalkan bacaan al-Fatihah dan wajiblah mengulangi bacaan dari ayat pertama lagi.
Sedangkan bagi orang bodoh yang memang tidak bisa atau belum bisa mem-baca dan menghafal fatihah, maka ada solusi dari Rasulullah, sbb:
عن عبدلله بن أبى أوفى رضي لله عنه قال جاء رجل الى النبي صلى الله عليه وسلم فقال اني لا أستطيع أن أخذ من القرأن شيئا فعلمي ما يجزئ منه فقال قل سبحان الله والحمد لله ولااله الاالله والله اكبر ولاحول ولاقوة الا بالله العلي العظيم  . رواه  احمد
Artinya: “Dari Abdullah bin Aufa ra berkata seorang laki-laki datang pada nabi saw seraya berkata: Sungguh aku tidak dapat menghafal ayat al-Qur’an satupun, maka ajarilah aku sesuatu yang memadai (sebagai gantinya), lalu beliau (nabi saw) bersabda: bacalah subhanallah wal hamdulillah wa lailahaillah wallahu akbar wa lahawlawalaquwwataillabillah.” (HR Ahmad). Dalam hal inilah kita dapat melihat dengan jelas betapa Islam selalu memberikan yang terbaik bagi umatnya dengan tidak membebaninya dengan hal yang memang tidak kuasa dilakukan. Jika memang ada orang belum bisa menghafal Fatihah, maka cukuplah bacaan seperti tersebut dalam hadits di atas sebagai penggantinya. Semoga Allah swt meridloi se-mua amal ibadah kita dan mengampuni kekeliruan karena kebodohan kita, aamiin. 
*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar