Bulletin TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif
NH.
Editor:
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana
Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group
facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo
Edisi 13 th IV :
28 Juni 2013 M / 19 Sya’ban 1434 H
TRADISI
MEGENGAN
Penulis: Ust. Marsudi
(TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah memberikan
rahmat dan karunia pada kita sehingga kita masih mendapat kesempatan untuk
melewati nisfu Sya’ban dan bersiap menyongsong datangnya Ramadhan. Kemudian
shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada Nabi Muhammad saw yang telah memberikan
tuntunan bagi segenap umat manusia menuju kebahagiaan lahir batin.
Dalam tradisi budaya Jawa, setiap
kali menyongsong datangnya bulan Rama-dhan, masyarakat menyelenggarakan
kegiatan shadaqah sebagai perwujudan rasa syu-kur yang dikenal dengan istilah “megengan”.
Rasa syukur pada Allah swt yang telah memberikan kesempatan panjang umur,
karena memang tidak semua orang diberi kesempatan hidup panjang umur hingga
dapat menikmati bulan suci Ramadhan. Istilah megengan memang tidak
dikenal dalam syari’at Islam. Namun esensi dari tra-disi ini sebenarnya
tidaklah bertentangan dengan syari’at Islam.
Megengan merupakan acara do’a bersama
yang disertai kegiatan bershadaqah. Banyak orang yang salah menilai dengan
beranggapan bahwa shadaqah yang diberikan itu adalah dikirimkan pada arwah
para leluhur. Ini anggapan yang salah fatal. Yang “dikirimkan” bukanlah
shadaqahnya melainkan pahala dari shadaqah tersebut. Hal ini mengacu pada sebuah hadits shahih Bukhari menyebutkan: “Dari
Ibnu Abbas ra berkata: sesungguhnya ada seseorang bertanya pada Rasulullah saw:
“ibu saya wafat. Apakah ia akan mendapat manfaat/pahala jika saya bersedekah
atas nama-nya?” Rasulullah saw menjawab: “Ya.” Orang tersebut berkata: “Saya
mempu-nyai sebidang kebun, maka saya mohon padamu agar menjadi saksi bahwa saya
menyedekahkannya atas nama ibu saya.” (hadits ini
diriwayatkan juga oleh Muslim dengan redaksi kata yang sedikit berbeda).Dari
hadits di atas bisa disimpulkan bahwa pahala sedekah yang dilakukan oleh
sahabat tersebut di atas bisa bermanfaat bagi ibunya yang sudah
wafat. Maka jaman sekarang banyak orang wakaf tanah untuk masjid atau madrasah atas nama
ayah ibunya meski mereka sudah meninggal. Hal ini berarti apapun yang kita
lakukan di dunia dan itu kita yakini berpahala maka pahala tersebut bisa
ditransfer atau diberikan pada orang yang sudah wafat.
Jika hadits tadi
hanya menyebutkan tentang pahala sedekah sebidang kebun, maka kita bisa merujuk
pada hadits shahih lain yang diriwayatkan oleh Muslim sbb: “Rasulullah
saw bersabda: bukankah Allah telah menyediakan untukmu sesuatu yang bisa kamu
sedekahkan? Sesungguhnya bacaan tasbih adalah sedekah, dan bacaan takbir adalah
sedekah, dan bacaan tahmid adalah sedekah, dan bacaan tahlil adalah sedekah.”
Ternyata berdzikir dan membaca al-Qur’an bisa dikategori-kan sebagai sedekah.
Semakin banyak kita berdzikir dan membaca al-Qur’an, berarti semakin banyak
nilai sedekah. Dan setiap pahala sedekah bisa diperuntukkan bagi orang yang
sudah wafat, siapa pun itu. Tidak ada batasan hanya untuk orang tua kandung
saja. Karena jika seperti itu, maka bagaimana nasib mereka yang tidak mempunyai
keturunan. Padahal nasib itu bukan kehendak mereka, tapi memang ke-tentuan
Allah swt. Adapun hadits Rasulullah tentang anak shaleh yang mendoakan orang
tuanya, sehingga amal pahala orang tuanya tidak terputus meski sudah wafat ,
maka –menurut kami- tidak boleh ditafsirkan secara mentah/mutlak (bahasa
jawanya loko-loko). Yang dimaksud orang tua di sini
sangatlah luas penafsirannya, bisa orang tua angkat, atau orang yang dituakan,
atau guru yang telah membimbing kita, atau tokoh yang berjasa pada kita, atau
sanak kerabat dll.
Dari
kajian hadits di ataslah dapat ditarik kesimpulan bahwa pahala shadaqah dan
pahala bacaan al-Qur’an dapat ditransfer pada orang yang sudah wafat.
Kaitan-nya dengan megengan adalah ungkapan rasa syukur dapat menyongsong
Ramadhan adalah dengan mengingat kembali jasa-jasa para leluhur atau orang tua
yang telah wafat dan berjasa mendampingi kehidupan kita, kemudian mendo’akan
mereka serta bershadaqah dan membaca al-Qur’an yang pahalanya ditransfer untuk
mereka. Ba-rangkali
ada di antara kita yang berpendapat bahwa kegiatan semacam ini termasuk bid’ah,
dan setiap bid’ah adalah sesat. Sedikit menyinggung hal ini, bahwasanya sulit
bagi kita untuk menemukan orang yang sama sekali tidak melakukan bid’ah. Salah
satu contohnya adalah proses ibadah haji, saat melakukan sa’i antara shafa dan
marwa. Pada jaman Rasulullah tidak ada jalur khusus yang membedakan jalur
pulang perginya. Saat ini pemerintah Arab Saudi membangun dua jalur, satu untuk
pulang satu untuk pergi sehingga tidak ada tabrakan antar jamaah haji. jika ada
jamaah haji nekat hanya memakai satu jalur saja, ya tentu saja akan ada
tindakan dari pihak keamanan. Juga tentang tarawih. Rasulullah shalat
tarawihnya adalah saat lewat tengah malam. Yang mengerjakan tarawih beriringan
dengan shalat ‘isyak adalah jaman khalifah Umar. Jaman sekarang, apa kita mengerjakan shalat tarawih lewat
tengah malam? Jika kita melakukannya di awal malam setelah shalat ‘isyak, itu artinya kita sudah melakukan bid’ah. Bisakah kita
berkata bahwa kita adalah orang sesat? Maka dari itu -menurut pemahaman kami-
bid’ah ada 2 macam: bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyiah (jelek).
Terlepas
dari itu, mari kita simak hadits berikut yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani
dan al-Bayhaqi: “Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
jika salah satu diantara kalian wafat, maka jangan ditahan untuk segera dibawa
ke kuburannya dan bacalah fatihah di dekat kepalanya.” Jadi jika
Rasulullah saw menyuruh kita untuk membacakan fatihah di dekat kepala si mayit,
tentunya hal tersebut ada guna manfaatnya bagi si mayit. Padahal dalam jasad si
mayit sudah tidak ada ruhnya lagi. Penafsirannya –menurut kami- adalah bacaan
fatihah –dalam konteks ini adalah pahalanya- akan bermanfaat bagi ruh orang
yang sudah wafat, tak peduli jasadnya masih ada maupun sudah hancur bercampur
tanah, karena ruh tidak akan ikut hancur bersama jasad.
Nah,
dari hadits-hadits itulah yang dijadikan dasar amalan hidiyah fatihah bagi
orang yang sudah wafat, kemudian diteruskan dengan rangkaian tahlil dan doa
yang dilakukan dalam ritual tradisi megengan. Adapun masalah pembacaan
hidiyah fatihah dan tahlil di hari ke 3, 7, 40, 100 sampai 1000 hari dari
kematian seseorang, maka itu hanyalah masalah teknis saja yang juga menjadi
tradisi masyarakat. Pada dasarnya setiap hari setiap saat amalan hidiyah
fatihah dan tahlil boleh dilakukan siapa saja dan kapan saja. Malaikat Rokib
dan Atid tidak pernah tidur, sehingga setiap amal ibadah kita sudah pasti
dicatat. Adapun tentang pahala yang kita dapatkan maupun yang diberikan untuk
ruh orang lain, maka hanya Allah swt saja yang bisa menentukan manfaatnya.
Allah swt Maha Mengetahui segala sesuatu, sedang kita hanya mengetahui setitik
debu saja –itupun jika dikehendaki oleh-Nya.
Sehubungan
dengan tradisi megengan, seiring berjalannya waktu, masyara-kat sudah
tidak lagi kaku dalam membuat model megengan. Jika jaman dulu, me-gengan
itu hanya dilakukan dalam satu hari menjelang Ramadhan dengan jenis shadaqah
yang sama yaitu nasi tumpeng beserta “ubo rampe”nya. Jaman sekarang, megengan
dapat dilakukan secara bergantian hari dalam seminggu sebelum Rama-dhan, bahkan
sudah banyak yang melakukannya dengan cara jamaah yaitu dikum-pulkan di mushola
dan dilakukan do’a bersama. Jenis shadaqah juga semakin berva-riasi, mulai dari
makanan, minuman sampai buah-buahan. Semua hal tersebut tidak terlepas dari
esensi megengan itu sendiri.
Akhirnya, apapun yang kita lakukan, yang
terpenting adalah kita harus me-rasa bersyukur karena masih diberi kesempatan
untuk menyongsong datangnya bulan suci Ramadhan. Semoga Allah memberi ridha-Nya
pada kita. Aamiin…
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar