buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Kamis, 26 Juni 2014

MENGINGAT ALLAH



      Edisi 25 th V : 20 juni 2014 M / 22 Sya’ban 1435 H
MENGINGAT ALLAH
Penulis: ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah menciptakan manusia dengan sempurna, dan oleh karena itu seharusnya manusia senantiasa berusaha mempertebal iman dan menambah kualitas ibadahnya agar tidak termasuk sebagai makhluk yang tak tahu diri. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai manusia yang sempurna ketakwaannya sehingga kita harus menjadikan beliau sebagi suri tauladan.
Dalam al-Qur’an, Allah telah berfirman melalui surat adz-Dzariyat ayat 56-57: “Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah (beribadah) kepada-Ku. Tidaklah Aku menghendaki rezki mereka sedikitpun dan tidaklah Aku menghendaki agar mereka memberi-Ku makanan.” Ayat-ayat ini menegaskan bahwa segala macam ibadah kita itu pada hakikatnya bukanlah semata sebagai hadiah untuk Allah karena Allah memang sama sekali tidak membutuhkan apapun dari kita, justru kitalah yang sebagai makhluk sangat membutuhkan Allah. Kehidupan kita ini dalam kekuasaan Allah. Apa pun yang kita nikmati ini semuanya dari Allah. Maka sungguh sangat keterlaluan jika kita durhaka pada Allah dengan tidak mematuhi perintah-perintah-Nya. Oleh sebab itu, segala macam bentuk ibadah yang kita lakukan, haruslah disadari bahwa hal tersebut merupakan aplikasi rasa syukur atas terciptanya kita di muka bumi sekaligus diberi amanat untuk menjadi khalifah di bumi ini. Kita juga harus senantiasa mengingat Allah dalam keadaan apapun, jangan sampai hanya mengingat Allah ketika dalam keadaan susah saja.

Manusia hidup di jaman modern ini sudah benar-benar sangat disibukkan dengan berbagai hal. Tentunya kita harus lebih berhati-hati lagi agar mampu menjaga diri dari segala macam tipu daya dunia ini. Karena memang dunia mata’ul ghurur, kesenangan yang menipu. Apalagi di dunia ini syetan pun diberi kesempatan untuk menggoda kita dari segala arah, sehingga jiwa kita sering kali maju-mundur tak tentu arah. Syetan itupun bisa dari bangsa jin yang membisiki hati sehingga mengalami keraguan, atau juga syetan dari bangsa manusia yang mengajak kita untuk berbuat keburukan atas nama teman atau persaudaraan ataupun karena ada kesempatan.
Hakikat kebahagiaan yang dicari dengan berbagai macam kesibukan tersebut sebenarnya adalah ketentraman jiwa dan ketenangan hati. Seseorang bisa saja memiliki kekayaan yang berlimpah ruah, rumah indah, kendaraan mewah dan sebagainya, namun belum tentu ia mendapatkan kebahagiaan. Islam mengajarkan cara mencari ketentraman jiwa dan ketenangan hati dengan mengikuti apa yang termaktub dalam ayat-ayat al-Qur’an, diantaranya surat ar-Ra’d ayat 28: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”
            Inilah solusi untuk menghindarkan diri dari stress ataupun melepaskan segala beban yang menghimpit jiwa. Dalam ilmu psikologi dijelaskan cara-cara menghindar kan stress dengan menenangkan diri, meditasi, ataupun teknik imajinasi, bahkan dengan teknik hypnotherapy. Tetapi Islam telah beberapa langkah lebih maju dengan cara bukan sekedar meditasi kosong atau imajinasi kamuflase melainkan dengan dzikrullah, berdzikir mengingat Allah. Orang yang sedang ditimpa kesusahan, atau keruwetan suatu masalah ataupun kekosongan jiwa, sebenarnya dia ada dalam kegelapan. Sering kali seseorang merasa sudah tak ada lagi jalan keluar bagi permasalahan yang dihadapi. Dalam situasi seperti inilah sesungguhnya al-Qur’an sudah menunjukkan solusi yaitu dalam surat al-Ahzab ayat 43: “Dialah pemberi rahmat kepadamu dan malaikatNya, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan Dialah Yang Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” Namun perlu diperhatikan bahwa ayat ini masih ada hubungan dengan ayat sebelumnya, yang menjadi syarat bagi pemberian rahmat dan pengeluaran dari kegelapan tersebut. Ayat 41 dan 42 dari surat al-Ahzab berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah (dzikrullah, dengan menyebut nama-Nya) dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.Dan bertasbihlah kepadaNya di waktu pagi dan petang.” Maka orang yang mendapat rahmat dan dikeluarkan dari kegelapan hanyalah orang-orang yang beriman serta mau dzikrullah di setiap saat. Memang banyak juga orang yang tidak beriman yang selalu mendapatkan jalan keluar dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Tapi orang seperti ini tidaklah mendapat rahmat.
Padahal rahmat menjadi hal penting dalam pembentukan karakter kepribadian. Kita bisa melihat, betapa banyak orang pandai namun tidak mendapat rahmat dari Allah sehingga dia terjerumus ke dalam hal-hal buruk atau merugikan orang lain. Kita juga bisa menemukan orang yang biasa saja namun senantiasa berbuat baik dan berguna bagi orang lain.
        Orang yang mendapatkan rahmat adalah orang yang yang berguna bagi orang lain sebagaimana pernah diisyaratkan Rasulullah dalam hadits. Memang seseorang tidak mungkin dapat bersih dari dosa baik dosa diri sendiri maupun dosa merugikan orang lain. Hal ini karena manusia memang tempatnya salah dan lupa. Rasulullah memberikan solusi dari problematika kodrati ini. Beliau bersabda: “Sebaik-baik seseorang pastilah pernah melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang mau segera bertaubat memohon ampun pada Allah.”
        Rasulullah sendiri memberikan contoh kongkrit perihal taubat dan mohon ampun ini. Beliau adalah seorang yang ma’sum, terbebas dari segala macam dosa baik kecil maupun besar. Hal ini karena ketika masih kecil dan menggembala kambing, malaikat Jibril telah membersihkan jiwanya. Namun demikian, ternyata beliau senantiasa istighfar mohon ampun pada Allah tak kurang dari 70 kali setiap harinya. Bandingkan dengan kita yang manusia biasa tempatnya salah dan lupa. Tauladan Rasulullah untuk senantiasa mohon ampun tersebut selayaknya kita aplikasikan dalam keseharian kita. Bukankah sebaik-baik manusia pun ada juga jeleknya?
         Istighfar termasuk salah satu cara dzikrullah. Selain istighfar masih ada dengan tasbih, tahmid, takbir maupun tahlil. Kesemuanya itu jika dilakukan dengan konsisten maka akan memberikan dampak yang luar biasa pada si pelaku dzikrullah. Hati dan jiwa akan tenang di dunia, sedang surga telah menanti di akhirat sebagaimana firman Allah di akhir surat al-Ahzab ayat 35:“…dan orang laki-laki dan orang perempuan yang banyak mengingat Allah maka Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Semoga kita diberi petunjuk oleh Allah agar menjadi orang yang senantiasa dzikrullah. Aamiin. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar