Edisi 25 th V : 20 juni 2014 M / 22
Sya’ban 1435 H
MENGINGAT ALLAH
Penulis: ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji
hanyalah bagi Allah swt yang telah menciptakan manusia dengan sempurna, dan
oleh karena itu seharusnya manusia senantiasa berusaha mempertebal iman dan
menambah kualitas ibadahnya agar tidak termasuk sebagai makhluk yang tak tahu
diri. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai
manusia yang sempurna ketakwaannya sehingga kita harus menjadikan beliau sebagi
suri tauladan.
Dalam al-Qur’an,
Allah telah berfirman melalui surat adz-Dzariyat ayat 56-57: “Dan
tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
menyembah (beribadah) kepada-Ku. Tidaklah Aku menghendaki rezki mereka
sedikitpun dan tidaklah Aku menghendaki agar mereka memberi-Ku makanan.”
Ayat-ayat ini menegaskan bahwa segala macam ibadah kita itu pada hakikatnya bukanlah
semata sebagai hadiah untuk Allah karena Allah memang sama sekali tidak
membutuhkan apapun dari kita, justru kitalah yang sebagai makhluk sangat
membutuhkan Allah. Kehidupan kita ini dalam kekuasaan Allah. Apa pun yang kita
nikmati ini semuanya dari Allah. Maka sungguh sangat keterlaluan jika kita
durhaka pada Allah dengan tidak mematuhi perintah-perintah-Nya. Oleh sebab itu,
segala macam bentuk ibadah yang kita lakukan, haruslah disadari bahwa hal
tersebut merupakan aplikasi rasa syukur atas terciptanya kita di muka bumi sekaligus
diberi amanat untuk menjadi khalifah di bumi ini. Kita juga harus senantiasa
mengingat Allah dalam keadaan apapun, jangan sampai hanya mengingat Allah
ketika dalam keadaan susah saja.
Manusia hidup di jaman modern ini sudah benar-benar sangat
disibukkan dengan berbagai hal. Tentunya kita harus lebih berhati-hati lagi
agar mampu menjaga diri dari segala macam tipu daya dunia ini. Karena memang
dunia mata’ul ghurur, kesenangan yang menipu. Apalagi di dunia
ini syetan pun diberi kesempatan untuk menggoda kita dari segala arah, sehingga
jiwa kita sering kali maju-mundur tak tentu arah. Syetan itupun bisa dari
bangsa jin yang membisiki hati sehingga mengalami keraguan, atau juga syetan
dari bangsa manusia yang mengajak kita untuk berbuat keburukan atas nama teman
atau persaudaraan ataupun karena ada kesempatan.
Hakikat kebahagiaan yang dicari dengan berbagai macam kesibukan
tersebut sebenarnya adalah ketentraman jiwa dan ketenangan hati. Seseorang bisa
saja memiliki kekayaan yang berlimpah ruah, rumah indah, kendaraan mewah dan
sebagainya, namun belum tentu ia mendapatkan kebahagiaan. Islam mengajarkan
cara mencari ketentraman jiwa dan ketenangan hati dengan mengikuti apa yang
termaktub dalam ayat-ayat al-Qur’an, diantaranya surat ar-Ra’d ayat 28: “(Yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah,
ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Inilah
solusi untuk menghindarkan diri dari stress ataupun melepaskan segala beban
yang menghimpit jiwa. Dalam ilmu psikologi dijelaskan cara-cara menghindar kan
stress dengan menenangkan diri, meditasi, ataupun teknik imajinasi, bahkan dengan teknik hypnotherapy. Tetapi Islam telah
beberapa langkah lebih maju dengan cara bukan sekedar meditasi kosong atau
imajinasi kamuflase melainkan dengan dzikrullah,
berdzikir mengingat Allah. Orang yang sedang ditimpa kesusahan, atau keruwetan
suatu masalah ataupun kekosongan jiwa, sebenarnya dia ada dalam kegelapan.
Sering kali seseorang merasa sudah tak ada lagi jalan keluar bagi permasalahan
yang dihadapi. Dalam situasi seperti inilah sesungguhnya al-Qur’an sudah
menunjukkan solusi yaitu dalam surat al-Ahzab ayat 43: “Dialah pemberi rahmat kepadamu dan malaikatNya, supaya Dia
mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan Dialah Yang
Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” Namun perlu
diperhatikan bahwa ayat ini masih ada hubungan dengan ayat sebelumnya, yang
menjadi syarat bagi pemberian rahmat dan pengeluaran dari kegelapan tersebut.
Ayat 41 dan 42 dari surat al-Ahzab berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah (dzikrullah, dengan
menyebut nama-Nya) dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.Dan bertasbihlah
kepadaNya di waktu pagi dan petang.” Maka orang yang mendapat rahmat
dan dikeluarkan dari kegelapan hanyalah orang-orang yang beriman serta mau dzikrullah di setiap saat.
Memang banyak juga orang yang tidak beriman yang selalu mendapatkan jalan
keluar dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Tapi orang seperti ini
tidaklah mendapat rahmat.
Padahal rahmat
menjadi hal penting dalam pembentukan karakter kepribadian. Kita bisa melihat,
betapa banyak orang pandai namun tidak mendapat rahmat dari Allah sehingga dia
terjerumus ke dalam hal-hal buruk atau merugikan orang lain. Kita juga bisa
menemukan orang yang biasa saja namun senantiasa berbuat baik dan berguna bagi
orang lain.
Orang yang mendapatkan rahmat adalah
orang yang yang berguna bagi orang lain sebagaimana pernah diisyaratkan
Rasulullah dalam hadits. Memang seseorang tidak mungkin dapat bersih dari dosa
baik dosa diri sendiri maupun dosa merugikan orang lain. Hal ini karena manusia
memang tempatnya salah dan lupa. Rasulullah memberikan solusi dari problematika kodrati ini. Beliau
bersabda: “Sebaik-baik seseorang
pastilah pernah melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang melakukan
kesalahan adalah yang mau segera bertaubat memohon ampun pada Allah.”
Rasulullah sendiri memberikan contoh
kongkrit perihal taubat dan mohon ampun ini. Beliau adalah seorang yang ma’sum, terbebas dari segala
macam dosa baik kecil maupun besar. Hal ini karena ketika masih kecil dan
menggembala kambing, malaikat Jibril telah membersihkan jiwanya. Namun
demikian, ternyata beliau senantiasa istighfar
mohon ampun pada Allah tak kurang dari 70 kali setiap harinya. Bandingkan
dengan kita yang manusia biasa tempatnya salah dan lupa. Tauladan Rasulullah
untuk senantiasa mohon ampun tersebut selayaknya kita aplikasikan dalam
keseharian kita. Bukankah sebaik-baik manusia pun ada juga jeleknya?
Istighfar
termasuk salah satu cara dzikrullah. Selain istighfar masih ada dengan tasbih, tahmid, takbir maupun tahlil. Kesemuanya itu jika dilakukan dengan konsisten maka
akan memberikan dampak yang luar biasa pada si pelaku dzikrullah. Hati dan jiwa akan tenang di dunia, sedang surga
telah menanti di akhirat sebagaimana firman Allah di akhir surat al-Ahzab ayat
35:“…dan orang laki-laki dan orang
perempuan yang banyak mengingat Allah maka Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar.”
Semoga kita diberi petunjuk oleh Allah agar menjadi orang yang
senantiasa dzikrullah.
Aamiin. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar