buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Senin, 03 November 2014

IKHLAS



Edisi 41 th V : 10 Oktober 2014 M / 15 Dzul Hijjah 1435 H
IKHLAS
Penulis: ust. Herul Sabana (TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat An-Nisaa' ayat 125: "Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?" Shalawat salam semoga selalu terlimpahkan pada Nabi Muhammad saw sebagai manusia yang paling sempurna mengaplikasikan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, yang hal tersebut harus kita teladani agar mencapai kebahagiaan hidup dunia akhirat.
            Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain serta tidak riya dalam beramal. Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak. Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan senampan beras dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Hingga beras menjadi bersih untuk kemudian dimasak. Bayangkan jika beras itu masih kotor, maka ketika nekad dimasak menjadi nasi, ketika dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa. Sebaliknya, rasa ikhlas menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat.

Beberapa waktu yang lalu, kita sudah melewati bulan Ramadhan sebagai bulan penggodokan jiwa dan juga sudah melewati bulan Syawal sebagai bulan penyempurna kefitrahan. Selayaknya kita menjadi semakin lebih baik dalam bulan-bulan berikutnya. Dalam bulan Ramadhan kita dilatih untuk mengikhlaskan diri mengabdi pada Allah dengan berlapar dahaga di siang hari dan hanya sedikit memejamkan mata di malam hari. Sedangkan dalam bulan Syawal kita dilatih untuk saling mengikhlaskan segala kesalahan yang telah diperbuat orang lain serta dilatih untuk jujur mengakui segala kesalahan yang telah kita perbuat. Dengan stimulus Ramadhan dan Syawal tersebut, diharapkan kita mampu menjadi mukhlisin yaitu orang yang senantiasa ikhlas dalam segala perbuatannya.
Terkait dengan konsep ikhlas, ada sebuah rumusan bahwasanya ketika melakukan kebaikan, seorang yang ikhlas tidak akan mudah sombong dalam bentuk apapun, meskipun banyak pujian dan sanjungan ditujukan padanya. Sebaliknya, jika ia melakukan sesuatu kemudian mengalami kegagalan maka tiadalah ia berkeluh kesah hati gundah dan merasa marah saat orang lain mencibir mencaci-maki. Hal ini dikarenakan memang niat yang ada dalam hati orang yang ikhlas hanyalah mencari keridha-an Allah semata. Dalam konteks ini, niat untuk berbuat ikhlas menjadi sangat penting guna mendukung suasana hati setelah hasil dari pekerjaan nanti terlihat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam hadits terkenal: “Setiap amal perbuatan tergantung niatnya, dan setiap orang mendapatkan apa yang menjadi tujuan niatnya….” (HR Muslim).
         Sebenarnya banyak sekali fadhilah dari keikhlasan sebagai hasil penggodokan jiwa dan penyempurnaannya. Dari sekian banyak fadhilah tersebut, diantaranya sedikit diuraikan sebagaimana berikut ini:
Ø  Keikhlasan akan membentuk karakter sabar. Sebagaimana disebutkan di atas, orang yang ikhlas tidak mengharap pujian dan tahan terhadap cibiran. Dengan begitu, ia akan bersabar menghadapi segala macam bentuk reaksi dari orang lain. Pun jika ia kehilangan sesuatu, maka ia akan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dengan berserah diri dan mengharap ridha-Nya. Karena itulah Rasulullah bersabda: “Tidak ada pemberian Allah yang paling utama dan berharga kecuali kesabaran.” Hadits ini sangat relevan dengan al-Qur’an surat az-Zumar ayat 10: “Sesungguhnya pada orang-orang yang sabar, pasti diberikan pahala sesempurna mungkin yang tiada akan terhitung.”
Ø  Keikhlasan juga akan membentuk karakter jiwa yang kuat, tidak lemah dan mudah menyerah. Dalam hal ini, kita telah dilatih untuk senantiasa kuat bertahan melawan rasa lapar dahaga selama Ramadhan. Kekuatan untuk bertahan ini akan sulit terwujud tanpa ada keikhlasan. Sedangkan tujuan dari riyadhah selama Ramadhan hanyalah agar semakin sempurna keimanan kita dalam bertakwa pada

Allah agar kita sampai pada maqam muttaqin. Dengan begitu kita akan menjadi manusia terhormat sebagaimana disampaikan Rasulullah saw dalam hadits riwayat Bukhari-Muslim: “Telah ditanyakan pada Rasulullah: siapakah manusia paling terhormat, lalu dijawab (oleh Rasulullah): Yang paling bertakwa….”
Ø  Keikhlasan juga akan semakin mendekatkan sepenuh jiwa raga kita pada Allah (muroqobah). Di atas telah disinggung bahwa orang yang ikhlas hanya mempunyai niat tulus mengharap ridha Allah semata. Maka dengan niat ini, orang yang ikhlas akan selalu merasa dekat dengan Allah, senantiasa merasa diawasi dan merasa dijaga oleh Allah agar niatnya tidak melenceng dan agar hasil dari apa yang dilakukannya tetap dalam rahmat Allah dan mendapat ridha-Nya sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an surat ath-Thalaq di akhir ayat ke 3: “Dan barang siapa berserah diri kepada Allah, maka Allah-lah yang akan memeliharanya.”
Ø  Sedangkan dalam konteks hubungan dengan sesama manusia, keikhlasan akan membentuk empati, sifat welas asih pada sesama manusia. Dalam bulan Syawal kemarin, sebenarnya kita sudah mampu mengaplikasikan definisi ikhlas dengan saling mema’afkan serta mengikhlaskan semua yang telah terjadi dalam hubungan dengan sesama manusia sekaligus dengan tulus ikhlas bersedekah makanan minuman atau yang lainnya. Jika hal ini berkelanjutan dalam kehidupan keseharian kita di bulan Dzul Hijjah, maka yang terjadi adalah timbulnya rasa empati yaitu ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Ketika ada tetangga yang pernah berbuat salah pada kita, kemudian saat ini membutuhkan pertolongan karena punya hajat, maka dengan keikhlasan hati kemudian kita ikut bersedekah baik tenaga maupun materi untuk membantunya. Di sinilah peran niat yang lurus dan keikhlasan dalam berbuat akan mewujudkan kedamaian dan saling mengasihi.
Demikianlah beberapa fadilah dari keikhlasan yang merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam mewujudkan ketakwaan kita kepada Allah swt dan menjaga kemaslahatan hidup kita dalam bermasyarakat. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang senantiasa ikhlas. Aamiin…
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar