Edisi
41 th V : 10 Oktober 2014 M / 15 Dzul Hijjah 1435 H
IKHLAS
Penulis: ust. Herul Sabana (TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Segala puji
hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat An-Nisaa' ayat 125: "Dan siapakah yang lebih baik agamanya
daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun
mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?" Shalawat
salam semoga selalu terlimpahkan pada Nabi Muhammad saw sebagai manusia yang
paling sempurna mengaplikasikan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dalam kehidupan
sehari-hari, yang hal tersebut harus kita teladani agar mencapai kebahagiaan
hidup dunia akhirat.
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan
sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan
agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak
menyekutukan dengan yang lain serta tidak riya’ dalam beramal. Sedangkan secara istilah,
ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa
menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang
merusak. Seseorang yang ikhlas
ibarat orang yang sedang membersihkan senampan beras dari kerikil-kerikil
dan batu-batu kecil di sekitar beras. Hingga beras menjadi bersih untuk
kemudian dimasak. Bayangkan jika beras itu masih kotor, maka ketika nekad
dimasak menjadi nasi, ketika dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil.
Demikianlah, amal yang dilakukan dengan riya’ akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan
selalu kecewa. Sebaliknya, rasa ikhlas menyebabkan beramal menjadi nikmat,
tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat.
Beberapa waktu yang lalu, kita sudah melewati bulan Ramadhan sebagai bulan penggodokan jiwa dan juga
sudah melewati bulan Syawal sebagai bulan penyempurna kefitrahan. Selayaknya
kita menjadi semakin lebih baik dalam bulan-bulan berikutnya. Dalam bulan
Ramadhan kita dilatih untuk mengikhlaskan diri mengabdi pada Allah dengan
berlapar dahaga di siang hari dan hanya sedikit memejamkan mata di malam hari.
Sedangkan dalam bulan Syawal kita dilatih untuk saling mengikhlaskan segala
kesalahan yang telah diperbuat orang lain serta dilatih untuk jujur mengakui
segala kesalahan yang telah kita perbuat. Dengan stimulus Ramadhan dan Syawal
tersebut, diharapkan kita mampu menjadi mukhlisin
yaitu orang yang senantiasa ikhlas dalam segala perbuatannya.
Terkait dengan konsep ikhlas, ada sebuah rumusan bahwasanya ketika melakukan kebaikan, seorang yang ikhlas
tidak akan mudah sombong dalam bentuk apapun,
meskipun banyak pujian dan sanjungan ditujukan padanya. Sebaliknya, jika ia
melakukan sesuatu kemudian mengalami kegagalan maka tiadalah ia berkeluh kesah
hati gundah dan merasa marah saat orang lain mencibir mencaci-maki. Hal ini
dikarenakan memang niat yang ada dalam hati orang yang ikhlas hanyalah mencari
keridha-an Allah semata. Dalam konteks ini, niat untuk berbuat ikhlas menjadi
sangat penting guna mendukung suasana hati setelah hasil dari pekerjaan nanti
terlihat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam hadits terkenal: “Setiap
amal perbuatan tergantung niatnya, dan setiap orang mendapatkan apa yang
menjadi tujuan niatnya….” (HR Muslim).
Sebenarnya banyak sekali fadhilah
dari keikhlasan sebagai hasil penggodokan jiwa dan penyempurnaannya. Dari sekian banyak fadhilah tersebut, diantaranya sedikit diuraikan sebagaimana berikut ini:
Ø Keikhlasan akan membentuk karakter sabar.
Sebagaimana disebutkan di atas, orang yang ikhlas tidak mengharap pujian dan
tahan terhadap cibiran. Dengan begitu, ia akan bersabar menghadapi segala macam
bentuk reaksi dari orang lain. Pun jika ia kehilangan sesuatu, maka ia akan
menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dengan berserah diri dan mengharap ridha-Nya.
Karena itulah Rasulullah bersabda: “Tidak ada pemberian Allah yang paling utama
dan berharga kecuali kesabaran.” Hadits ini sangat relevan dengan al-Qur’an
surat az-Zumar ayat 10: “Sesungguhnya pada orang-orang yang sabar,
pasti diberikan pahala sesempurna mungkin yang tiada akan terhitung.”
Ø Keikhlasan juga akan membentuk karakter jiwa
yang kuat, tidak lemah dan mudah menyerah. Dalam hal ini, kita telah dilatih
untuk senantiasa kuat bertahan melawan rasa lapar dahaga selama Ramadhan.
Kekuatan untuk bertahan ini akan sulit terwujud tanpa ada keikhlasan. Sedangkan
tujuan dari riyadhah selama Ramadhan hanyalah agar semakin sempurna keimanan
kita dalam bertakwa pada
Allah agar kita sampai pada maqam
muttaqin. Dengan begitu kita akan menjadi manusia terhormat sebagaimana
disampaikan Rasulullah saw dalam hadits riwayat Bukhari-Muslim: “Telah
ditanyakan pada Rasulullah: siapakah manusia paling terhormat, lalu dijawab
(oleh Rasulullah): Yang paling bertakwa….”
Ø Keikhlasan juga akan semakin mendekatkan
sepenuh jiwa raga kita pada Allah (muroqobah).
Di atas telah disinggung bahwa orang yang ikhlas hanya mempunyai niat tulus
mengharap ridha Allah semata. Maka dengan niat ini, orang yang ikhlas akan
selalu merasa dekat dengan Allah, senantiasa merasa diawasi dan merasa dijaga
oleh Allah agar niatnya tidak melenceng dan agar hasil dari apa yang
dilakukannya tetap dalam rahmat Allah dan mendapat ridha-Nya sebagaimana
tersirat dalam al-Qur’an surat ath-Thalaq di akhir ayat ke 3: “Dan barang siapa berserah diri kepada
Allah, maka Allah-lah yang akan memeliharanya.”
Ø Sedangkan
dalam konteks hubungan dengan sesama manusia, keikhlasan
akan membentuk empati, sifat welas
asih pada sesama manusia. Dalam bulan Syawal kemarin, sebenarnya kita sudah
mampu mengaplikasikan definisi ikhlas dengan saling mema’afkan serta mengikhlaskan
semua yang telah terjadi dalam hubungan dengan sesama manusia sekaligus dengan
tulus ikhlas bersedekah makanan minuman atau yang lainnya. Jika hal ini
berkelanjutan dalam kehidupan keseharian kita di bulan Dzul Hijjah, maka yang
terjadi adalah timbulnya rasa empati
yaitu ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Ketika ada tetangga yang
pernah berbuat salah pada kita, kemudian saat ini membutuhkan pertolongan
karena punya hajat, maka dengan keikhlasan hati kemudian kita ikut bersedekah
baik tenaga maupun materi untuk membantunya. Di sinilah peran niat yang lurus
dan keikhlasan dalam berbuat akan mewujudkan kedamaian dan saling mengasihi.
Demikianlah
beberapa fadilah dari keikhlasan yang merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam
mewujudkan ketakwaan kita kepada Allah swt dan menjaga kemaslahatan hidup kita
dalam bermasyarakat. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang
senantiasa ikhlas. Aamiin…
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar