Edisi
43 th V : 24 Oktober 2014 M / 29 Dzul Hijjah 1435 H
TAHUN BARU
HIJRIYAH
Penulis: ust. Herul Sabana (TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Segala puji dalam alam ini hanyalah bagi Allah swt yang telah menciptakan
alam semesta sedemikian rupa, kemudian mengaturnya sehingga semuanya bergerak sesuai
perintah-Nya, sehingga terbukalah kemudahan bagi manusia untuk menentukan bilangan hari,
minggu, bulan dan tahun, sesuai dengan petunjuk dalam al-Qur’an surat Yasin
ayat 39-40: “Dan bulanpun telah Kami tetapkan manzilah-manzilahnya sampai
ia kembali berbentuk (melengkung) seperti pelepah tua yang kering. Tidaklah
mungkin matahari mengejar bulan dan malam mendahului siang. Masing-masing (Kami
tetapkan) beredar pada garis edarnya.” Betapa hebatnya ilmu astronomi
dalam al-Qur’an, yang dalam hal ini membuktikan kebenaran al-Qur’an yang tak terbantahkan. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan pada manusia terhebat yang
pernah terlahir ke dunia, yang merelakan sepenuh hidupnya untuk perjuangan
perbaikan umat manusia, yang rela berhijrah dari tanah kelahirannya sendiri,
yang kemudian menjadi pemimpin bagi seluruh umat manusia. Manusia terhebat tersebut
yaitu Nabi Muhammad saw. Semoga kita termasuk dalam
umat beliau yang beruntung.
Sejarah telah
mencatat bahwa perjuangan syiar agama Islam yang dilakukan oleh nabi Muhammad
saw tidaklah mengalami jalan yang mulus. Dakwah di tanah kelahiran yaitu
Makkah, belumlah bisa dibilang sukses. Oleh karenanya, kemudian beliau
melakukan hijrah ke Madinah. Dari tanah baru inilah Islam dapat tersebar luas,
dan tahun hijrahnya nabi Muhammad saw ditetapkan permulaan perhitungan tahun
kalender Hijriyah dengan bulan Muharram sebagai bulan pertama.
Tahun Hijriyah sudah berganti. Tidak seperti
pergantian tahun Masehi yang disambut dengan gegap gempita oleh sebagian besar
manusia, baik muslim maupun non muslim, maka pergantian tahun Hijriyah dilalui
dengan biasa-biasa saja. Hanya di beberapa daerah (salah satunya di Ponorogo)
yang terlihat ada budaya gegap gempita menyambut pergantian tahun baru
Hijriyah. Namun hakikat penyambutan tahun baru sesunguhnya memang bukanlah
gegap gempita melainkan perubahan yang harus dilakukan demi perbaikan diri
pribadi maupun masyarakat. Sebagaimana ajaran Rasulullah saw bahwa jika kita
membuktikan bahwa tahun ini kita mampu lebih baik dari tahun lalu dalam hal
ketakwaan maupun hubungan sosial kemasyarakatan, maka berarti kita termasuk
orang yang beruntung. Namun jika keadaan kita tetap
sama seperti tahun lalu, maka kita termasuk orang yang merugi. Bahkan jika kita
ternyata lebih buruk dari tahun lalu, maka itu artinya kita menjadi orang yang
celaka.
Untuk membuat perubahan menjadi lebih baik dari tahun lalu ini,
selayaknya kita berusaha dengan usaha dan do’a yang maksimal. Harus ada
ikhtiyar dan tawakkal yang kita lakukan. Jika kita mengharapkan perubahan tanpa
ada ikhtiyar, maka itu sama saja dengan mengharap hujan emas turun dari langit.
Hidup ini bukanlah sinetron yang jalan ceritanya bisa terjadi dengan kebetulan
saja. Rasulullah saw telah memberikan teladan bagaimana beliau selalu berusaha
sekuat tenaga untuk membuat sebuah perubahan bagi kaumnya. Dan usaha yang
beliau lakukan bukanlah sesuatu yang mudah dan ringan, melainkan penuh
pengorbanan sampai-sampai harus berhijrah meninggalkan kampung halaman demi
membangun peradaban yang lebih baik dari jahiliyyah. Hal tersebut selaras
dengan firman Allah dalam al-Qur’an Surat
ar-Ra’du ayat 12: “Bagi
manusia ada malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di depan dan belakangnya,
mereka menjaga atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
suatu kaum sampai mereka berusaha merubah keadaan mereka itu sendiri…”
Berkaca pada beratnya perjuangan Rasulullah dalam merubah keadaan
kaum-nya agar menjadi lebih baik dan tergolong kaum yang beruntung, maka
selayaknya kitapun juga berjuang, demi kepentingan umum dan khususnya diri
pribadi agar menjadi lebih baik dari tahun yang lalu. Terkait bulan Muharam
ini, banyak sekali amalan ibadah yang dapat kita lakukan demi pencapaian
predikat manusia beruntung dengan indikator mampu lebih baik dari tahun lalu.
Diantara amalan sunnah di bulan ini adalah puasa asy-syura (tanggal 10) dan
puasa tasu’a (tanggal 9) berdasarkan hadits-hadits berikut ini:
“Dari Abu
Qatadah, bahwasanya Nabi saw ditanya tentang puasa di hari asy-syura, maka
beliau menjawab: Puasa pada hari itu dapat menghapus dosa-dosa yang diperbuat
selama satu tahun yang lalu.” (HR Muslim).
Kemudian ada lagi
hadits lain: “Dari Ibnu Abas, bahwasanya Nabi saw bersabda: Jika usiaku
dipanjangkan sampai tahun tahun depan, pasti aku akan puasa tasu’a (tgl 9
Muharam).” (HR Muslim). Dari hadits-hadits tersebut di atas kita bisa
mencermati sesungguhnya betapa beruntungnya menjadi umat Nabi Muhammad saw.
Kita banyak diberi fasilitas ibadah yang tidak dimiliki umat lain. Kita masih
diberi kesempatan untuk menghapus dosa-dosa yang kita perbuat dengan cara puasa
yang cuma sehari saja. Tentu saja dosa-dosa yang dimaksud adalah dosa terhadap
Allah, bukan dosa terhadap manusia karena dosa terhadap manusia hanya dapat
dihapuskan dengan saling memaafkan serta menghalalkan.
Kemudian juga kita diperintahkan untuk memperbanyak sedekah terutama kepada anak
yatim. Tuntunan Rasulullah untuk mengusap kepala anak yatim tidaklah harus
diartikan secara harfiah saja melainkan juga secara hakikat. Dengan mengusap
kepala anak yatim berarti memberikan rasa kasih sayang kepada mereka sehingga
mereka akan mendapatkan perlindungan dan limpahan rasa cinta yang selama ini
mereka rasakan ada yang tidak genap dengan wafatnya sang ayah. Sesuai pesan
yang tersirat dalam surat al-Maun, maka selayaknya perhatian dan
santunan kepada anak yatim tidak hanya berkisar pada bulan Muharam saja
melainkan berkesinambungan dan dikondisikan sepanjang tahun. Hal ini tentunya
akan dapat melecut semangat para aghniya’ (orang yang diluaskan
rizqinya) agar tetap memiliki sarana untuk menyantuni anak yatim dan dhu’afa.
Dengan demikian, masyarakat akan mengaplikasikan hikmah peringatan dari Allah
yang terkandung dalam Surat ar-Ra’du ayat 26: “Allah meluaskan rizqi dan menyempitkannya bagi siapa saja yang
dikehendaki. Dan mereka (manusia) pun bergembira dengan kehidupan dunia,
padahal kehidupan dunia dibanding akhirat hanyalah kesenangan yang sedikit.”
Akhirnya semoga kita semua mampu mampu meningkatkan ketakwaan dan rasa
kepedulian sosial yang lebih tinggi dari tahun lalu sehingga masuk menjadi
golongan orang-orang yang beruntung.
Aamiin…
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar