buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 07 Oktober 2016

HIASAN WAJAH



       Edisi 40 th VII : 07 Oktober 2016 M / 05 Muharram 1438 H
HIASAN WAJAH
Penulis: ust. Marsudi, S.Pd.I (TPQ al-Mukmin Bangunsari)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat ‘Abasa ayat 1-6 yang artinya “dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau ia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan pada nabi Muhammad saw yang merupakan uswatun hasanah bagi kita semua.
Tahun sudah berganti baru. Apapun yang sudah terjadi di tahun lalu, tidak dapat lagi kita ulangi. Jika ada peristiwa masa lalu yang kurang bagus, maka yang dapat kita lakukan hanyalah memperbaikinya. Konsep memperbaiki kesalahan ini harus kita lakukan secepatnya, sebagaimana yang sudah dicontohkan dalam al-Qur’an surat ‘Abasa ayat 1-6. Surat ‘Abasa merupakan surat teguran dari Allah kepada nabi Muhammad saw. Surat ini turun terkait sebuah peristiwa datangnya seorang buta ke hadapan nabi Muhammad saw. Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasulullah saw untuk meminta ajaran-ajaran tentang Islam. Tapi Rasulullah saw justru bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang berbincang dengan para pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat ini sebagi teguran

kepada Rasulullah saw. Dan beliaupun segera merubah sikapnya tersenyum dan berwajah manis menghadapi sang orang buta tersebut.
Mari kita cermati, seorang Rasul pun bersedia merubah sikapnya dalam waktu sekejap begitu mendapat teguran dari Allah. Wajah yang tadinya masam, langsung berubah manis menyenangkan. Rasulullah saw langsung menghiasi wajahnya dengan hiasan terindah, yaitu senyuman dan wajah berseri. Contoh sikap yang telah diperlihatkan oleh Rasulullah tersebut sangat layak untuk kita jadikan teladan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Hiasan wajah terindah saat kita bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain adalah wajah berseri. Dan dalam perspektif Islam, wajah berseri menyenangkan dipandang ternyata bisa mendatangkan pahala. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْأً وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِيْقٍ
Artinya: “janganlah engkau meremehkan dari kebaikan sedikitpun walaupun sekedar ketika bertemu saudaramu dengan wajah yang manis menyenangkan.” (HR Muslim).
Hadits ini jelas sekali menyebut bahwa berwajah manis merupakan bagian dari kebaikan, sedangkan setiap kebaikan pastilah berpahala. Hadits ini juga merupakan dalil penjelas bagi surat ‘Abasa ayat 1-6 sebagaimana disebutkan di awal tulisan. Kita dilarang berwajah masam dan memalingkan muka, meskipun terhadap orang sejelek dan “serendah” apapun. Meskipun kita memiliki pangkat dan jabatan tinggi, meskipun kita menjadi tokoh di masyarakat, meskipun kita menjadi boss, atau apapun itu, kita tetap dilarang berwajah masam.
            Dalam kajian psikologi sosial pun, wajah masam akan mendatangkan efek negativ dalam komunitas. Orang yang berwajah masam cenderung tidak disukai dan tidak diharapkan kehadirannya, meskipun dia berwajah cantik atau ganteng. Bahasa jawa kasarnya “nyepet-nyepeti mripat”. Orang akan merasa enggan menyapa maupun memberi salam pada orang berwajah masam. Bahkan boleh jadi enggan mendekat.
Hal ini berbanding terbalik dengan orang yang senantiasa memiliki wajah berseri. Wajah berseri bukan berarti harus cantik atau ganteng. Wajah berseri adalah wajah yang menyenangkan dan menenangkan jika dipandang, tak peduli meskipun wajahnya tidak cantik atau ganteng. Kita mungkin sudah sering mendengar adanya istilah “inner-beauty” atau kecantikan dari dalam yang salah satu indikatornya adalah memiliki wajah yang senantiasa berseri.
Jika kita memasang wajah berseri, maka kita akan mudah menyapa dan disapa serta mudah memberi maupun menjawab salam. Sesungguhnya jika kita mampu senantiasa bertegur sapa dan bersalam, maka ini berarti kita telah dapat mewujudkan rasa saling mencintai karena Allah. Mari kita cermati hadits berikut:

لاَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا , وَلاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابَوْا , أَلاَّ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ   إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوْا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
Artinya: “Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman terlebih dahulu, dan kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang apabila kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR Muslim). Dari hadits ini kita melihat bahwa salah satu syarat masuk surga adalah saling mencintai karena Allah dan salah satu caranya dengan menyebarkan salam. Perlu kita perhatikan bahwa saat menyebarkan salam, kita harus menghiasi wajah kita dengan wajah berseri agar salam kita disambut baik. Coba bayangkan seandainya ada orang mengucapkan salam namun wajahnya masam, boleh jadi kita pun enggan menjawab salamnya.
            Kemudian juga hal penting yang harus dilandasi dengan wajah berseri adalah saat kita bertemu seseorang dan mengajaknya untuk bersalaman untuk menanyakan kabar ataupun mungkin bersalaman untuk meminta ma’af. Jelas sekali kita tidak boleh berjabat tangan dengan memasang wajah masam. Hal ini tentunya akan membuat risih atau takut orang yang kita jabat tangannya. Padahal prosesi jabat tangan tersebut mengandung fadhilah yang luar biasa. Mari kita cermati hadits berikut ini:
مَامِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَلَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَقَ
Artinya: “Tidaklah dua orang muslim yang bertemu lalu keduanya berjabat-tangan kecuali diampuni dosa keduanya sebelum keduanya berpisah.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
            Dari sekelumit tulisan ini, kita bisa mengambil kesimpulan betapa pentingnya kita menghiasi wajah kita dengan hiasan terindah, bukan melalui make up, bukan melalui operasi plastik, namun cukup dengan memasang wajah berseri. Semoga Allah memberikan kemudahan pada kita untuk melakukannya. Aamiin.
***










Tidak ada komentar:

Posting Komentar