Edisi 42 th VII : 21 Oktober 2016 M / 20 Muharram 1438 H
PERBEDAAN TEKNIS SHALAT
Penulis:
ust. Mahfud, S.Pd.I (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt
yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 45: “Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu yaitu kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) adalah lebih besar (keutamaannya).
Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dengan ayat ini, Allah sudah memberikan
isyarat betapa besar fadhilah dari amal ibadah shalat yang kita kerjakan
minimal 5 kali dalam sehari ini. Shalawat salam semoga tetap tercurah pada nabi
Muhammad saw sebagai rasul yang telah menerima perintah shalat secara langsung
dari Allah, dan mau memikirkan umatnya dengan memintakan dispensasi shalat yang
sedianya sebanyak 50 kali menjadi hanya 5 kali dalam sehari semalam.
Ibadah shalat
merupakan suatu ibadah yang sangat urgen dalam kehidupan islami. Hal ini
tercermin dari sebuah hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh
Muslim menyebutkan: “Sesungguhnya yang membedakan antara seseorang
(muslim) dengan orang kafir adalah meninggalkan shalat.” Oleh
karenanya, sebagai seorang muslim, kita harus benar-benar memperhatikan shalat.
Mulai dari tatacara sebelum shalat, saat shalat maupun sesudah shalat.
Berkenaan dengan itu, mengenai teknis shalat, ternyata ada beberapa hal yang
harus kita perhatikan. Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini,
ulama yang bermadzab Syafi’iy
dalam kitab beliau yang berjudul Kifayatul
Akhyar menyebutkan ada empat perkara ber-beda antara teknis shalat orang
laki-laki dengan orang perempuan:
Pertama, laki-laki merenggangkan siku dari perutnya ketika ruku’
dan sujud, sedang perempuan merapatkan satu anggota badan kepada anggota
lainnya ketika ruku’ dan sujud.
Kedua, Orang laki-laki waktu ruku’ dan sujud
mengangkat perut dari kedua paha sedangkan orang perempuan meletakkan perut
pada dua tangan/sikunya ketika ruku’ dan sujud.
Ketiga, Orang laki-laki membaca keras pada waktunya keras (jahr),
sedangkan orang perempuan merendahkan suaranya.
Keempat, Orang laki-laki apabila memberitahu imam shalat jamaah
yang salah atau orang lain yang ingin diberitahunya dengan cara mengucapkan
tasbih, sedangkan orang perempuan dengan cara bertepuk tangan.
Adapun Ulama
yang lain dari kalangan madzhab syafi’i seperti Syaikh Bajuri menambahkan satu
lagi yakni adanya perbedaan yaitu bab aurat. Aurat orang
laki-laki adalah segala sesuatu antara pusar dan lutut, sedangkan aurat
orang perempuan seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.
Terkait dengan
ruku’ orang laki-laki, maka meratakan punggung dan leher nya,
diumpamakan jika ada air di punggung, maka air tersebut tidak mengalir. Imam
Syafi’i berkata: “Orang yang ruku’ hendaknya menjadikan kepala dan lehernya
rata dengan punggungnya, tidak merundukkan punggungnya dan disunnahkan pula
melu-ruskan betisnya. Dimakruhkan merundukkan kepala seperti merunduknya
khimar. disunnahkan pula merenggangkan kedua siku dari perutnya.” Hal ini
sebagaimana hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwa ketika Rasulullah saw bersujud beliau
merenggangkan kedua tangannya hingga kelihatan putih ketiak beliau. Begitu
pula mengangkat perutnya ketika sujud, sebagimana hadits riwayat Muslim bahwa ketika
Rasulullah saw bersujud, beliau mengangkat perut. Adapun menurut hadits
riwayat Abu Dawud bahwa ketika Rasulullah saw bersujud atau akan sujud, beliau melaku-kan
gerakan sebagaimana pergerakan anak kambing betina. Adapun Orang perempu-an
merapatkan anggota badan satu dengan lainnya seperti antara sikut dengan perut.
Sebagaimana hadits riwayat Baihaqi: “Nabi saw pernah melewati dua
orang perem-puan yang sedang shalat, maka beliau bersabda: “Apabila kamu berdua
sujud, maka rapatkan sebagian daging (bagian tubuh) ke lantai. Karena dalam hal
itu, perempuan tidak sama dengan lelaki”. Berdasarkan hadits ini jelas
ada perbedaan antara shalat laki-laki dan perempuan. Namun perlu dipahami bahwa
perbedaan di sini bukanlah perbedaan rukun dan syarat, melainkan perbedaan teknis
saja.
Kemudian
bagi laki-laki, apabila mengingatkan imam
shalat jama’ah yang keliru, dengan cara mengucapkan
tasbih, sedang bagi orang perempuan dengan tepuk tangan, sesuai hadits riwayat Bukhari dan Muslim: “Rasulullah
saw bersabda:
Barangsiapa ragu-ragu karena
sesuatu dalam shalatnya maka hendaklah ia bertasbih sehingga ia mendapat
perhatian. Dan adapun bertepuk tangan hanyalah bagi wanita”. Niat
ketika membaca tasbih adalah berdzikir dan memberitahu. Apabila diniatkan
memberitahu saja maka hal ini membatalkan shalat. Memberitahu yang dimaksud
adalah terperinci dalam hal yang mubah, sunah atau yang wajib. Hal yang mubah
misalnya ketika shalat ada orang yang minta izin masuk ke rumah orang yang
sedang shalat tersebut, maka cara memberitahu bagi orang laki-laki membaca
tasbih, sedang orang perempuan bertepuk tangan dan hal ini hukumnya mubah.
Sedang hal yang hukumnya sunah misalnya mengingatkan imam yang lupa bacaan atau
rakaat shalat, maka disunahkan bagi orang laki-laki membaca tasbih sedang bagi
perempuan bertepuk tangan. Dan bisa jadi pada hal yang wajib misalnya memberi
tahu orang buta yang akan jatuh pada suatu lobang maka meskipun sedang shalat
wajib bagi orang laki-laki membaca tasbih, sedang orang perempuan bertepuk
tangan. Bahkan apabila cara ini dirasa tidak berhasil maka wajib berbicara
dengan ucapan yang lain, meskipun pada akhirnya shalatnya menjadi batal. Adapun
memberitahu pada hal yang haram misalnya memberitahu orang untuk membunuh orang
lain, maka haram bagi orang laki-laki dalam shalat membaca tasbih secara keras
sebagai kode, juga orang perempuan yang dengan tepuk tangan. Jadi hukum
mengingatkan tergantung pada hal apa yang diingatkan. Sedangkan kemutlakan
teknik ketika memberi tahu hanyalah sebagai pembeda antara laki-laki dan
perempuan. Jika misalnya teknik memberitahu ini dibalik yakni orang laki-laki
dengan bertepuk tangan, sedang orang perempuan dengan mengucapkan tasbih, maka
hal ini tidak membatalkan shalat, tetapi ia tidak memperoleh pahala sunah.
Demikianlah
beberapa perbedaan teknis shalat antara laki-laki dan perempuan. Hal ini
hukumnya sunnah berdasarkan pada dalil-dalil yang sudah diuraikan di atas.
Adapun apabila pada akhir-akhir ini ada ulama yang berbeda pendapat dengan
pendapat ulama-ulama terdahulu, maka hal ini tidak perlu menjadikan perpecahan
dan kekisruhan. Kita tetap menghormati pendapat mereka walaupun kita tidak
mengikuti. Semoga Allah menerima shalat kita dan melimpahkan rahmat pahala bagi
kita.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar