Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif
NH.
Editor:
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana
Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group
facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo
Edisi 09 th IV :
31 Mei 2013 M / 21 Rajab 1434 H
TEBARKAN
SALAM
Penulis: Ust. Eri Wahyu Hidayatullah (TPQ al-Ghozali, Cokromenggalan)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt pencipta alam semesta
dan yang member-kan keselamatan serta menentukan apa-apa yang dikehendaki-Nya.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai
sebaik-baik suri tauladan yang telah menunjukkan cara-cara bersosialisasi yang
ideal bagi umat manusia yang dapat digunakan kapanpun dan di manapun.
Dalam ajaran agama Islam ada dua konsep yang sangat
urgen bagi kebahagiaan dunia akhirat, yaitu hablum minAllah dan hablum
minan nas. Oleh karenanya selain mengajarkan bentuk-bentuk ibadah pada Sang
Khaliq, Islam juga mengajarkan kaum muslimin untuk selalu meningkatkan
kecintaan terhadap sesama muslim, merekatkan persaudaraannya dan menebarkan
kasih sayang. Kemudian untuk mewujudkan hubungan persaudaraan dan kasih sayang
ini, maka syari’at Islam memerintahkan untuk menyebarkan salam.
Dalam kehidupan dewasa ini, begitu banyak nilai-nilai
dalam Islam yang semakin terasa asing bila diterapkan dalam keseharian. Salah
satu contohnya adalah menebarkan salam antar sesama saudara kita yang muslim.
Jika pun mampu diterap-kan, itupun hanya sebatas terucapkan pada orang-orang
yang kita kenal. Mungkin banyak dari kita yang lebih akrab dengan ucapan
“Selamat pagi, selamat siang, sela-mat malam, ataupun mengatakan hei atau hallo
broo”. Padahal ucapan-ucapan terse-but jauh dan kering dari semangat
persaudaraan jika dibandingkan dengan ucapan salam dalam Islam, yakni “Assalamu’alaikum”.
Ucapan salam dalam Islam sesung-guhnya merupakan do’a
seorang muslim terhadap saudara muslimnya. Tiap muslim sesungguhnya diikat dalam
persaudaraan karena aqidah, tanpa melihat latar belakang etnis maupun status
sosial. Umat Islam itu ibarat satu tubuh, jika satu bagian merasakan sakit,
maka bagian tubuh lainnya juga ikut merasakan dampaknya. Namun rasa kebersamaan
dan persaudaraan serta kasih sayang tidak akan lahir di antara umat Islam ketika nilai-nilai termulia dari Islam itu
sendiri (seperti ucapan salam) tidak mampu di amalkan dalam kehidupannya.
Sejatinya
ucapan salam merupakan ucapan bagi penghuni surga sebagaimana digambarkan dalam
al-Qur’an surat Maryam ayat 61-62: “Yaitu surga 'Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan yang
Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak nampak.
Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati. Mereka tidak mendengar
perkataan yang tak berguna di dalam surga, kecuali ucapan salam, bagi mereka
rezkinya di surga itu tiap-tiap pagi dan pe-tang.” Jika
kita cermati, memanglah ucapan salam penuh dengan hikmah yang tiada tara. Dalam
konteks sosiologi, kita mengenal adanya interaksi yaitu hubungan antar individu
dalam lingkup masyarakat atau biasa kita sebut hablum minan nas. Dalam
hal inilah konsep hablum minan nas tersebut akan terasa indah ketika
anggota ma-syarakat saling berhubungan baik serta senantiasa menebarkan salam.
Secara otoma-tis, mereka saling mendoakan satu sama lainnya. Jika doa itu
dikabulkan oleh Allah, maka tentulah terwujud kesejahteraan kolektif dalam
masyarakat tersebut.
Banyak
sekali dalil-dalil tentang ucapan salam. Dan dari dalil-dalil ini tidak ada
satupun ulama yang mempertentangkan. Adapun diantara dalil tersebut adalah ayat
al-Qur’an dalam surat an-Nur ayat 61: “Maka apabila kamu memasuki (suatu
rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada penghu-ninya (yang
berarti memberi salam kepada dirimu sendiri), salam yang ditetapkan dari sisi
Allah, yang diberi berkah lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.” Dengan ayat inilah,
umat Islam dapat bersatu dalam redaksi ucapan salam, karena memang sudah
ditetapkan oleh Allah melalui tuntunan Rasul-Nya.
Adapun mengucapkan salam kepada orang lain, pada
hakikatnya adalah me-ngucapkan salam bagi dirinya sendiri sebab orang lain
tersebut akan menjawab sa-lam dengan salam juga. Dengan konsep ini jugalah
sesungguhnya kita dapat meng-implementasikan salah satu hadits Rasulullah saw: Sahabat Anas ra
berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Salah seorang di antara
kamu belum bisa di-katakan beriman sempuma sehingga dia bisa mencintai orang
lain sebagaimana mencintai diri sendiri." (HR. Bukhari). Selain itu,
saling mengucapkan salam juga merupakan implementasi dari ayat al-Qur’an surat
an-Nisaa ayat 86: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, maka balaslah penghorma-tan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya
Allah memperhitungkan segala sesuatu.”
Sedangkan fadilah menebarkan salam juga banyak
dibahas dalam dalil-dalil yang disepakati oleh para ulama, diantaranya hadits
yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, Abu Dawud serta at-Tirmidzi yang datang dari
salah seorang sahabat Nabi:
“Imran bin Husain berkata, Ada seorang laki-laki
yang datang kepada Nabi seraya mengucapkan Assalamu ’alaikum. Maka Nabi
menjawabnya dan orang itu kemudian duduk. Nabi berkata, dia mendapat sepuluh
pahala. Kemudian datang orang yang lain mengucapkan Assalamu ’alaikum wa
rahmatullah. Maka Nabi menjawabnya dan berkata, dua puluh pahala baginya.
Kemudian ada yang datang lagi seraya mengucapkan Assalamu ’alaikum wa rahmatullahi
wa bara-katuh. Nabi pun menjawabnya dan berkata, dia mendapat tiga puluh
pahala.” Kemudian ada juga hadits lain
menerangkan tentang perintah yang sangat urgen dalam konsep bersosialisasi atau
hablum minan nas yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
“Bara bin Azib berkata, Rasulullah melarang dan me-merintahkan kami dalam
tujuh perkara: Kami diperintahkan untuk mengiringi jenazah, menjenguk orang
sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang didzalimi, memperbagus pembagian,
menjawab salam, dan mendo’akan orang yang bersin ...” Ibnu Hajar
al-Asqalani berkata bahwa perintah menjawab salam
maksudnya yaitu menyebarkan salam diantara manusia agar mereka menghidupkan
syari’atnya.
Dari hadis tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan,
yaitu :
1. Memulai salam hukumnya sunnah bagi setiap individu,
berdasar pendapat terkuat.
2. Menjawab salam hukumnya wajib, berdasarkan kesepakatan
para ulama.
3.
Salam yang
paling utama yaitu dengan mengucapkan Assalamu ’alaikum wa rahmatullahi wa
barakatuh, kemudian Assalamu ’alaikum wa rahmatullah dan
yang terakhir Assalamu ’alaikum.
4. Menjawab salam hendaknya dengan jawaban yang lebih
baik, atau minimal serupa dengan yang mengucapkan.
Begitulah
islam mengatur sesuatu yang terkadang dianggap sepele, namun sesung-guhnya
memiliki makna yang luar biasa. Jika masyarakat sudah terpola dengan kon-sep
menebarkan salam ini, insyaAllah kehidupan bermasyarakat akan aman damai dan
tenteram terasa. Bahkan seandainya ada pendatang baru atau anggota masyara-kat
baru, maka akan secara otomatis ikut terbawa budaya salam ini. Dalam ilmu
sosiologi ada teori yang menyatakan bahwa dalam bermasyarakat, setiap individu berinteraksi dengan
individu lain yang dalam hal ini disebut sebagai interaksi sosial, dimana
manusia senantiasa melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Tingkah
laku individu-individu mutlak ditentukan oleh kebudayaan masyarakatnya yang
homogen. Jika ada perilaku individu yang menyimpang, maka dianggap ab-normal.
Demikianlah, semoga masyarakat Ponorogo ini juga akan tergerak hatinya untuk
mengimplementasikan konsep “tebar salam”ini sehingga kota ini akan menjadi kota
yang damai aman tenteram. Aamiin … *********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar