buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Kamis, 06 Juni 2013

SUNNAH DALAM SHALAT



Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana

Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo



Edisi  10 th IV :  7 Juni 2013 M / 28 Rajab 1434 H
SUNNAH DALAM SHALAT
Penulis: Ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
            Segala puji hanya bagi Allah yang telah menciptakan jin dan manusia serta memberi solusi bagi manusia agar terhindar dari kemunkaran dengan metode ibadah shalat sebagaimana telah Dia firmankan dalam al-Qur’an surat al-‘Ankabut ayat 45: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu yaitu kitab (al-Qur’an)  dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) adalah lebih besar (keutamaannya). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw yang telah memberikan tuntunan shalat secara sempurna baik rukun maupun sunnah-nya pada umat Islam.
Menurut syaikh Salamah al-Azami dalam kitabnya Tanwirul-Qulub, sunnah-sunnah dalam shalat ada 2 yakni Sunnah Ab’ad dan Sunnah Haiat. Adapun sunnah ab’ad apabila ditinggalkan baik sengaja maupun tidak, maka diganti dengan sujud sahwi. Dalam konteks sujud sahwi ini, Rasulullah saw pernah memberikan contoh sebagaimana hadits riwayat ‘Abdullah bin Buhainah.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِي صَلَاةِ الظُّهْرِ وَعَلَيْهِ جُلُوسٌ فَلَمَّا أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ وَسَجَدَهُمَا النَّاسُ مَعَهُ مَكَانَ مَا نَسِيَ مِنْ الْجُلُوسِ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat Zhuhur namun tidak melakukan duduk (tasyahud awal). Setelah beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali, dan beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan seperti ini sebelum salam. Maka orang-orang mengikuti sujud bersama beliau sebagai ganti yang terlupa dari duduk (tasyahud awal). (HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570)

Dalam kitab Tanwirul Qulub tersebut dijelaskan Sunah Ab’ad antara lain sebagai berikut: (1) Tasyahud awal (2) Duduk tasyahud awal (3) Membaca shalawat atas nabi setelah tasyahud awal (4) Duduk dalam membaca Shalawat atas nabi setelah tasyahud awal (4) Membaca Shalawat atas al-Ali (keluarga nabi) setelah tasyahud akhir (5) Duduk dalam membaca Shalawat (pada poin 4) (6) Membaca do’a qunut pada shalat shubuh yakni pada saat i’tidal pada raka’at yang terakhir. Selain itu termasuk sunah Ab’ad pula membaca do’a qunut pada shalat witir mulai malam 16 sampai akhir bulan ramadhan. (7) Berdiri karena membaca do’a qunut (8) Membaca shalawat atas shahabat dalam do’a qunut (9) berdiri dalam membaca shalawat (poin 8) (10) Membaca salam atas nabi saw dalam do’a qunut (11) berdiri dalam membaca salam (poin 10) (12) membaca salam atas al-‘Ali (keluarga nabi) (13) berdiri dalam membaca salam (poin 12) (14) membaca salam atas shahabat (15) berdiri dalam membaca salam atas shahabat.
Adapun dalil tentang qunut diantaranya hadits riwayat Bayhaqi berbunyi

انّ النبي صلى الله عليه وسلم قنت شهرا يدعو على قاتلى اصحابه ببئر معونة ثم ترك فأماالصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا

Artinya: “Sesungguhnya Nabi saw membaca qunut selama satu bulan un-tuk mengutuk para pembunuh sahabat-sahabatnya di sumur ma’unah (yaitu kaum ra’li dan dzakwan) kemudian meninggalkan (qunut tersebut). Adapun dalam sholat subuh, beliau tetap membaca qunut sampai meninggal dunia.” (HR Bayhaqi). Lafadz doa qunut yaitu: Allahummahdinii fii man hadaiit, wa ‘aafinii fii man ‘aafaiit, wa tawallanii fi man tawallaiit, wa baarik lii fiimaa a’thaiit. Wa qinii bi rahmatika syarra maa qadhaiit. Fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa ‘alaiik. Wa innahu laa yadzillu man waalaiit.. Tabaarakta rabbanaa wa ta’aalait. Demikian-lah lafadznya sebagaimana termaktub dalam hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i. Adapun menurut imam Rafi’i, para Ulama menambahkan Wa laa ya’izu man ‘adait sebelum membaca Tabaarakta rabbanaa wa ta’aalait. Selain itu Fa lakal-hamdu ‘alaa maa qadhaiit, astaghfiruka wa atuubu ilaik, Wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali wa shahbibihi wa sallam adalah tambahan dari para Ulama. Dalam hal ini, Kaidah saat membaca do’a qunut antara lain: apabila dalam shalat berjamaah, Imam membaca do’a qunut hendaknya memakai lafadz jama’ yakni dengan Allahummahdina dan seterusnya. Apabila makmum mendengar qunutnya Imam, maka makmum tinggal membaca Amin saja. Namun apabila mak-mum tidak mendengar maka disunahkan membacanya sendiri. Disunahkan pula me-ngangkat kedua tangan namun tidak disunahkan mengusap wajah setelah doa qunut, karena shalat belum berakhir, sedang hakikat shalat sesungguhnya merupakan rangkaian do’a. Sedang mengusapkan telapak tangan ke wajah merupakan salah satu pertanda berakhirnya rangkaian do’a.

Seperti telah dijelaskan di awal tadi bahwa selain sunnah ab’ad terdapat juga sunnah hai’at. Disebutkan dalam kitab Kifayatul Akhyar ada 15 sunnah hai’at, antara lain: (1) mengangkat tangan ketika tabiratul ihram, ketika akan ruku’ dan ketika bangun dari ruku’ (2) meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (saat bersedekap) (3) tawajuh (4) Isti’adzah (5) membaca keras pada shalat yang disunahkan membaca keras (6) membaca pelan pada shalat yang disunahkan membaca pelan (7) Membaca Amin (8) membaca surat setelah membaca surat al-Fatihah (9) takbir ketika turun dan bangun (intiqol) (10) membaca sami’allahu liman hamidah rabbana lakal hamdu (11) membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud (12) meletakkan kedua tangan di atas paha ketika duduk membuka tangan kiri dan menggenggamkan tangan kanan (13) duduk iftirosy pada setiap duduk (14) duduk tawaruk pada duduk yang terakhir (15) membaca salam yang kedua.
Adapun hadits yang menjadi landasan hal ini banyak sekali, diantaranya

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  إِذَا قَامَ إِلىَ الصَّلاَةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى ينكونا بِحَذْوِمَنْكِبَيْهِ ثُمَّ يُكَبِّرُ فَاِذَا اَرَادَ اَنْ يَرْكَعَ رَفَعَهُمَا مِثْلُ ذَلِكَ وَاِذَا رَفَعَ رَأ ْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ رَفَعَهْمَا كَذَلِكَ (رواه البخاري و مسلم)

Artinya: “Dari Ibnu ‘Umar berkata: Apabila Nabi saw berdiri akan memulai shalat, maka diangkatlah kedua tangan hingga setinggi dengan kedua bahunya, kemudian mengucapkan takbir. Dan apabila akan ruku’ beliau juga mengangkat tangan seperti demikian, dan apabila bangun dari ruku’ beliau mengangkat tangan pula seperti demikian.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ada lagi hadits yang menjadi dasar amaliyah sunnah hai’at sholat ini.

وعن وائل بن حجر رضي الله عنه قال صليت مع النبي صلى الله عليه وسلم فوضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره

Artinya: “Dari Wail bin Hujr ra berkata: aku sholat bersama Nabi saw, beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dadanya.” (HR Ibnu Khuzaimah). Dan masih banyak lagi hadits yang lain. Meskipun semua ini bersifat sunnah namun alangkah ruginya jika kita meninggalkannya. Karena itulah, mari kita tidak pernah berhenti berusaha untuk memperbaiki shalat, dengan harapan shalat kita dapat sempurna serta diterima oleh Allah swt … aamiin. 
*********


Tidak ada komentar:

Posting Komentar