Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif
NH.
Editor:
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana
Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group
facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo
Edisi 10 th IV :
7 Juni 2013 M / 28 Rajab 1434 H
SUNNAH
DALAM SHALAT
Penulis: Ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji hanya bagi Allah yang telah menciptakan jin
dan manusia serta memberi solusi bagi manusia agar terhindar dari kemunkaran
dengan metode ibadah shalat sebagaimana telah Dia firmankan dalam al-Qur’an
surat al-‘Ankabut ayat 45: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu
yaitu kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) adalah lebih besar (keutamaannya).
Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Shalawat dan salam semoga
tetap tercurah pada nabi Muhammad saw yang telah memberikan tuntunan shalat
secara sempurna baik rukun maupun sunnah-nya pada umat Islam.
Menurut syaikh Salamah al-Azami dalam kitabnya
Tanwirul-Qulub, sunnah-sunnah dalam shalat ada 2 yakni Sunnah Ab’ad
dan Sunnah Haiat. Adapun sunnah ab’ad apabila ditinggalkan baik
sengaja maupun tidak, maka diganti dengan sujud sahwi. Dalam konteks sujud
sahwi ini, Rasulullah saw pernah memberikan contoh sebagaimana hadits
riwayat ‘Abdullah bin Buhainah.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ
فِي صَلَاةِ الظُّهْرِ وَعَلَيْهِ جُلُوسٌ فَلَمَّا أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ
سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ
وَسَجَدَهُمَا النَّاسُ مَعَهُ مَكَانَ مَا نَسِيَ مِنْ الْجُلُوسِ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
melaksanakan shalat Zhuhur namun tidak melakukan duduk (tasyahud awal). Setelah
beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali, dan beliau bertakbir
pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan seperti ini sebelum
salam. Maka orang-orang mengikuti sujud bersama beliau sebagai ganti yang
terlupa dari duduk (tasyahud awal).” (HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570)
Dalam kitab Tanwirul Qulub
tersebut dijelaskan Sunah Ab’ad antara lain sebagai berikut: (1) Tasyahud
awal (2) Duduk tasyahud awal (3) Membaca shalawat atas nabi
setelah tasyahud awal (4) Duduk dalam membaca Shalawat atas nabi
setelah tasyahud awal (4) Membaca Shalawat atas al-Ali (keluarga
nabi) setelah tasyahud akhir (5) Duduk dalam membaca Shalawat (pada
poin 4) (6) Membaca do’a qunut pada shalat shubuh yakni pada saat i’tidal
pada raka’at yang terakhir. Selain itu termasuk sunah Ab’ad pula membaca
do’a qunut pada shalat witir mulai malam 16 sampai akhir bulan ramadhan.
(7) Berdiri karena membaca do’a qunut (8) Membaca shalawat atas
shahabat dalam do’a qunut (9) berdiri dalam membaca shalawat
(poin 8) (10) Membaca salam atas nabi saw dalam do’a qunut (11) berdiri
dalam membaca salam (poin 10) (12) membaca salam atas al-‘Ali (keluarga
nabi) (13) berdiri dalam membaca salam (poin 12) (14) membaca salam atas
shahabat (15) berdiri dalam membaca salam atas shahabat.
Adapun dalil tentang qunut diantaranya hadits riwayat Bayhaqi berbunyi
انّ النبي صلى الله عليه
وسلم قنت شهرا يدعو على قاتلى اصحابه ببئر معونة ثم ترك فأماالصبح فلم يزل يقنت
حتى فارق الدنيا
Artinya: “Sesungguhnya Nabi saw membaca qunut
selama satu bulan un-tuk mengutuk para pembunuh sahabat-sahabatnya di sumur
ma’unah (yaitu kaum ra’li dan dzakwan) kemudian meninggalkan (qunut tersebut).
Adapun dalam sholat subuh, beliau tetap membaca qunut sampai meninggal dunia.”
(HR Bayhaqi). Lafadz doa qunut yaitu: Allahummahdinii fii man hadaiit,
wa ‘aafinii fii man ‘aafaiit, wa tawallanii fi man tawallaiit, wa baarik lii
fiimaa a’thaiit. Wa qinii bi rahmatika syarra maa qadhaiit. Fa innaka taqdhii
wa laa yuqdhaa ‘alaiik. Wa innahu laa yadzillu man waalaiit.. Tabaarakta
rabbanaa wa ta’aalait. Demikian-lah lafadznya sebagaimana termaktub
dalam hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i. Adapun menurut imam Rafi’i,
para Ulama menambahkan Wa laa ya’izu man ‘adait sebelum
membaca Tabaarakta rabbanaa wa ta’aalait. Selain itu Fa lakal-hamdu
‘alaa maa qadhaiit, astaghfiruka wa atuubu ilaik, Wa shallallahu ‘ala sayyidina
Muhammad wa ‘ala ali wa shahbibihi wa sallam adalah tambahan dari para
Ulama. Dalam hal ini, Kaidah saat membaca do’a qunut antara lain:
apabila dalam shalat berjamaah, Imam membaca do’a qunut hendaknya memakai
lafadz jama’ yakni dengan Allahummahdina
dan seterusnya. Apabila makmum mendengar qunutnya Imam, maka makmum
tinggal membaca Amin saja. Namun
apabila mak-mum tidak mendengar maka disunahkan membacanya sendiri. Disunahkan
pula me-ngangkat kedua tangan namun tidak disunahkan mengusap wajah setelah doa
qunut, karena shalat belum berakhir, sedang hakikat shalat sesungguhnya
merupakan rangkaian do’a. Sedang mengusapkan telapak tangan ke wajah
merupakan salah satu pertanda berakhirnya rangkaian do’a.
Seperti telah dijelaskan di awal tadi bahwa selain
sunnah ab’ad terdapat juga sunnah hai’at. Disebutkan dalam kitab Kifayatul
Akhyar ada 15 sunnah hai’at, antara lain: (1) mengangkat tangan
ketika tabiratul ihram, ketika akan ruku’ dan ketika bangun dari ruku’
(2) meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (saat bersedekap) (3) tawajuh
(4) Isti’adzah (5) membaca keras pada shalat yang disunahkan membaca
keras (6) membaca pelan pada shalat yang disunahkan membaca pelan (7) Membaca Amin (8) membaca surat setelah membaca
surat al-Fatihah (9) takbir ketika turun dan bangun (intiqol)
(10) membaca sami’allahu liman hamidah
rabbana lakal hamdu (11) membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud
(12) meletakkan kedua tangan di atas paha ketika duduk membuka tangan kiri
dan menggenggamkan tangan kanan (13) duduk iftirosy pada setiap duduk
(14) duduk tawaruk pada duduk yang terakhir (15) membaca salam yang
kedua.
Adapun hadits yang menjadi landasan hal ini
banyak sekali, diantaranya
عَنِ ابْنِ
عُمَرَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلىَ الصَّلاَةِ رَفَعَ يَدَيْهِ
حَتَّى ينكونا بِحَذْوِمَنْكِبَيْهِ ثُمَّ يُكَبِّرُ فَاِذَا اَرَادَ اَنْ
يَرْكَعَ رَفَعَهُمَا مِثْلُ ذَلِكَ وَاِذَا رَفَعَ رَأ ْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ
رَفَعَهْمَا كَذَلِكَ (رواه البخاري و مسلم)
Artinya: “Dari Ibnu ‘Umar berkata: Apabila Nabi saw
berdiri akan memulai shalat, maka diangkatlah kedua tangan hingga setinggi
dengan kedua bahunya, kemudian mengucapkan takbir. Dan apabila akan ruku’
beliau juga mengangkat tangan seperti demikian, dan apabila bangun dari ruku’
beliau mengangkat tangan pula seperti demikian.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Ada lagi hadits yang menjadi dasar amaliyah sunnah
hai’at sholat ini.
وعن وائل بن حجر رضي الله
عنه قال صليت مع النبي صلى الله عليه وسلم فوضع يده اليمنى على يده اليسرى على
صدره
Artinya: “Dari Wail bin Hujr ra berkata: aku sholat
bersama Nabi saw, beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di
dadanya.” (HR Ibnu Khuzaimah). Dan masih banyak lagi hadits yang lain.
Meskipun semua ini bersifat sunnah namun alangkah ruginya jika kita
meninggalkannya. Karena itulah, mari kita tidak pernah berhenti berusaha untuk
memperbaiki shalat, dengan harapan shalat kita dapat sempurna serta diterima
oleh Allah swt … aamiin.
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar