Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif
NH.
Editor:
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana
Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group
facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo
Edisi 11 th IV :
14 Juni 2013 M / 5 Sya’ban 1434 H
SYA’BAN
Penulis: Ust. Marsudi
(TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah
menciptakan semesta dan mengatur peredarannya sehingga terhitunglah 12 bulan
dalam setahun. Kemudian shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada Nabi
Muhammad saw yang telah menyingkapkan berbagai tabir hal ghaib dan
memberitahukannya pada umatnya.
Semesta dunia ini beredar menurut
ketentuan Allah. Dari peredaran bulan dalam mengelilingi bumi, didapatlah
hitungan bulan-bulan qomariyah seperti Muhar-ram, Shafar, Rabi’ul Awal dan
seterusnya. Hal ini didasarkan dengan al-Qur’an surat Yasin ayat 39: “Dan
bulanpun telah Kami tetapkan manzilah-manzilahnya sampai ia kembali berbentuk
(melengkung) seperti pelepah kering yang tua.” Dalam hitungan
bulan-bulan tersebut, ada beberapa bulan mulia yang menjadi saksi sejarah
fenomenal. Kita tentu mengenal bulan Rajab sebagai bulan isra’ mi’raj Nabi Muhammad saw menghadap kepada Allah untuk
menerima perintah shalat. Dan kita juga mengenal berbagai kehebatan bulan
Ramadhan sebagai bulan pertamakalinya wahyu al-Qur’an turun dan juga sebagai
bulan laylatul qodar sehingga bulan
ini penuh rahmat tiada tara. Sedang kedua bulan tersebut mengapit satu bulan
yaitu bulan Sya’ban yang kita jalani sekarang ini.
Bulan Sya’ban merupakan
pemantapan hakikat shalat sebagai aplikasi bulan Rajab, serta menjadi persiapan
akhir bagi bulan Ramadhan sebagai bulan ujian pengekangan nafsu demi kesucian
diri di awal bulan Syawal nanti. Mengenai bulan Sya’ban ini, Rasulullah
bersabda dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud: “Dari
Usamah bin Zaid berkata: wahai Rasulullah, tidakkah aku melihat engkau berpuasa
melebihi bulan yang baik? Rasulullah menjawab: Itu adalah bulan yang berada
diantara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, dimana pada bulan itu amalan perbuatan
manusia dilaporkan oleh malaikat kepada Allah. Maka aku merasa senang jika
dilaporkan dalam keadaan puasa” (HR Abu Dawud)
Dikisahkan bahwa Rasulullah saw berpuasa
sunnah paling banyak pada bu-lan Sya’ban sehingga melebihi puasa sunnah di
bulan lain. Hal ini menjadi sebuah teladan bagi umat islam agar menjadi manusia
yang mampu memanfaatkan peluang yang ada sehingga dapat mengambil hikmahnya.
Puasa sunnah di bulan Sya’ban dimaksudkan jika ketika malaikat melaporkan amal
perbuatan manusia, sedang manusia tersebut dalam keadaan puasa, maka secara
otomatis seluruh laporannya insyaAllah akan dianggap baik. Kita harus meyakini
bahwa Allah bersifat rahman rahim sehingga tidak mempersulit
proses pelaporan amal perbuatan hamba-Nya yang sedang bertaqarrub dengan
metode berpuasa, karena sebagaimana kita ketahui bahwa untuk masalah ibadah
puasa, Allah telah menetapkan bahwa puasa tersebut hanyalah bagi Allah dan
hanya Allah sendiri yang mengetahui seberapa besar balasan puasa tersebut.
Kemudian
dalam bulan Sya’ban ini juga terdapat keistimewaan yang lain sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh at-Turmudzi: “Sesungguhnya Allah turun pada malam
pertengahan bulan Sya’ban ke langit dunia, dan mengampuni umat-Nya yang memohon
ampunan.” Jika kita renungkan, betapa hebatnya malam tersebut. Tuhan
yang telah menciptakan kita dan memberikan hidup dan kehidupan pada kita,
berkenan untuk mendekat kepada kita. Dengan kedekatan tersebut, tentu-nya
segala permintaan kita akan dapat terkabul. Ini sesuatu yang luar biasa. Jika
saja pimpinan kita memberikan perhatian yang lebih dan secara fisik mendekat
kepada kita, kemudian kita merasa sangat bangga dan merasa menjadi “the
special one”, maka tentunya perasaan seperti itu harus lebih dahsyat karena
yang mendekat pada kita pada nisfu Sya’ban bukanlah sekedar pimpinan
atau bahkan bos kita, melainkan yang mendekat pada kita tersebut adalah Tuhan
kita yaitu Allah swt.
Tidak ada amalan khusus pada nisfu Sya’ban
itu, bahkan tidak ada tuntunan untuk shalat nisfu Sya’ban. Rasulullah
saw hanya menganjurkan menambah ibadah, artinya ibadah yang sesuai syariat
seperti shalat tasbih, shalat tahajud, shalat hajat dsb. Namun memang sudah
menjadi kebiasaan banyak orang untuk mengadakan peribadatan nisfu Sya’ban
selepas maghrib yang berupa shalat berjamaah dengan kategori shalat taubat,
shalat tasbih dan shalat hajat. Tidak dapat dipungkiri bahwa jika melakukan
shalat-shalat tersebut dengan cara sendirian terasa berat, namun jika dengan
berjamaah akan terasa ringan dan penuh semangat. Oleh sebab itulah kegiat-an
ini perlu digalakkan agar lebih banyak orang lagi yang dapat ikut menikmati
hikmah nisfu Sya’ban ini. Satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa
kegiatan ini tidaklah dapat disebut sebagai bid’ah sesat atau sejenisnya.
Segala kegiatan yang membawa kebaikan dan tidak menjerumuskan ke arah
kemudharatan, dan kegiatan tersebut tetap sesuai dengan dalil-dalil syari’at,
maka dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang bersifat sunnah.
Selain ibadah shalat, berbagai macam dzikir,
do’a, dan membaca al-Qur’an juga akan sangat bermanfaat pada malam nisfu
Sya’ban tersebut. Karena itu malam nisfu Sya’ban disebut juga dengan
berbagai sebutan lain yang juga luar biasa, seperti:
ü Malam dikabulkannya do’a.
ü Malam penuh berkah.
ü Malam pembagian rezki.
ü Malam peleburan dosa.
ü Malam penuh syafa’at.
ü Dan masih banyak lagi.
Dari berbagai sebutan luar biasa tersebut
tentu kita bisa menarik kesimpulan betapa hebatnya nisfu Sya’ban. Pada
malam nisfu Sya’ban, Allah akan “turun” sam-pai langit dunia dan siap
mengabulkan doa-doa dari hamba-hambaNya yang mau beribadah dengan ikhlas.
Semakin padat volume ibadah, tentunya akan semakin lebar kesempatan menerima
karunia-Nya. Keberkahan-Nya juga akan disebar pada malam itu dan boleh dimiliki
siapa yang menginginkannya dengan cara bermunajat
serta riyadhoh. Jika kita memohon
keberkahan rezki, maka Allah akan mengabul-kannya. Jika kita memohon ampunan
dosa, maka Allah mengampuni. Singkatnya, pada malam itu tak ada do’a yang
tertolak.
Ketika pada bulan Sya’ban ini Rasulullah saw
paling banyak berpuasa sunnah dibanding bulan-bulan lain. Kita dapat memetik hikmah,
kenapa Rasulullah begitu serius menambah volume ibadahnya pada bulan Sya’ban.
Sebenarnya segala macam tambahan volume ibadah tersebut diharapkan mampu
mempersiapkan diri kita secara fisik maupun psikis untuk menghadapi bulan suci
Ramadhan. Kita hendaknya mampu memasuki bulan Ramadhan dalam keadaan yang sudah
terampuni dosanya, sudah dalam keadaan suci setelah nisfu Sya’ban, sudah
dalam keberkahan limpahan rahmat Allah. Selain itu dengan sudah terbiasa
berpuasa sunnah, maka puasa wajib Ramadhan akan terasa ringan bukan lagi
menjadi beban. Semoga Allah memberikan kesempatan bagi kita untuk ikut
merasakan keagungan bulan suci Ramadhan nanti serta mendapatkan limpahan berkah
dan rahmatNya sehingga kita benar-benar menjadi manusia yang terbebas dari api
neraka. Aamiin…
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar