buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 21 Juni 2013

SYA’BAN



Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana

Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo


Edisi  11 th IV :  14 Juni 2013 M / 5 Sya’ban 1434 H
SYA’BAN
Penulis: Ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah menciptakan semesta dan mengatur peredarannya sehingga terhitunglah 12 bulan dalam setahun. Kemudian shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada Nabi Muhammad saw yang telah menyingkapkan berbagai tabir hal ghaib dan memberitahukannya pada umatnya.
            Semesta dunia ini beredar menurut ketentuan Allah. Dari peredaran bulan dalam mengelilingi bumi, didapatlah hitungan bulan-bulan qomariyah seperti Muhar-ram, Shafar, Rabi’ul Awal dan seterusnya. Hal ini didasarkan dengan al-Qur’an surat Yasin ayat 39: “Dan bulanpun telah Kami tetapkan manzilah-manzilahnya sampai ia kembali berbentuk (melengkung) seperti pelepah kering yang tua.” Dalam hitungan bulan-bulan tersebut, ada beberapa bulan mulia yang menjadi saksi sejarah fenomenal. Kita tentu mengenal bulan Rajab sebagai bulan isra’ mi’raj Nabi Muhammad saw menghadap kepada Allah untuk menerima perintah shalat. Dan kita juga mengenal berbagai kehebatan bulan Ramadhan sebagai bulan pertamakalinya wahyu al-Qur’an turun dan juga sebagai bulan laylatul qodar sehingga bulan ini penuh rahmat tiada tara. Sedang kedua bulan tersebut mengapit satu bulan yaitu bulan Sya’ban yang kita jalani sekarang ini.
           Bulan Sya’ban merupakan pemantapan hakikat shalat sebagai aplikasi bulan Rajab, serta menjadi persiapan akhir bagi bulan Ramadhan sebagai bulan ujian pengekangan nafsu demi kesucian diri di awal bulan Syawal nanti. Mengenai bulan Sya’ban ini, Rasulullah bersabda dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud: “Dari Usamah bin Zaid berkata: wahai Rasulullah, tidakkah aku melihat engkau berpuasa melebihi bulan yang baik? Rasulullah menjawab: Itu adalah bulan yang berada diantara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, dimana pada bulan itu amalan perbuatan manusia dilaporkan oleh malaikat kepada Allah. Maka aku merasa senang jika dilaporkan dalam keadaan puasa” (HR Abu Dawud)


Dikisahkan bahwa Rasulullah saw berpuasa sunnah paling banyak pada bu-lan Sya’ban sehingga melebihi puasa sunnah di bulan lain. Hal ini menjadi sebuah teladan bagi umat islam agar menjadi manusia yang mampu memanfaatkan peluang yang ada sehingga dapat mengambil hikmahnya. Puasa sunnah di bulan Sya’ban dimaksudkan jika ketika malaikat melaporkan amal perbuatan manusia, sedang manusia tersebut dalam keadaan puasa, maka secara otomatis seluruh laporannya insyaAllah akan dianggap baik. Kita harus meyakini bahwa Allah bersifat rahman rahim sehingga tidak mempersulit proses pelaporan amal perbuatan hamba-Nya yang sedang bertaqarrub dengan metode berpuasa, karena sebagaimana kita ketahui bahwa untuk masalah ibadah puasa, Allah telah menetapkan bahwa puasa tersebut hanyalah bagi Allah dan hanya Allah sendiri yang mengetahui seberapa besar balasan puasa tersebut.
          Kemudian dalam bulan Sya’ban ini juga terdapat keistimewaan yang lain sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh at-Turmudzi: “Sesungguhnya Allah turun pada malam pertengahan bulan Sya’ban ke langit dunia, dan mengampuni umat-Nya yang memohon ampunan.” Jika kita renungkan, betapa hebatnya malam tersebut. Tuhan yang telah menciptakan kita dan memberikan hidup dan kehidupan pada kita, berkenan untuk mendekat kepada kita. Dengan kedekatan tersebut, tentu-nya segala permintaan kita akan dapat terkabul. Ini sesuatu yang luar biasa. Jika saja pimpinan kita memberikan perhatian yang lebih dan secara fisik mendekat kepada kita, kemudian kita merasa sangat bangga dan merasa menjadi “the special one”, maka tentunya perasaan seperti itu harus lebih dahsyat karena yang mendekat pada kita pada nisfu Sya’ban bukanlah sekedar pimpinan atau bahkan bos kita, melainkan yang mendekat pada kita tersebut adalah Tuhan kita yaitu Allah swt.
Tidak ada amalan khusus pada nisfu Sya’ban itu, bahkan tidak ada tuntunan untuk shalat nisfu Sya’ban. Rasulullah saw hanya menganjurkan menambah ibadah, artinya ibadah yang sesuai syariat seperti shalat tasbih, shalat tahajud, shalat hajat dsb. Namun memang sudah menjadi kebiasaan banyak orang untuk mengadakan peribadatan nisfu Sya’ban selepas maghrib yang berupa shalat berjamaah dengan kategori shalat taubat, shalat tasbih dan shalat hajat. Tidak dapat dipungkiri bahwa jika melakukan shalat-shalat tersebut dengan cara sendirian terasa berat, namun jika dengan berjamaah akan terasa ringan dan penuh semangat. Oleh sebab itulah kegiat-an ini perlu digalakkan agar lebih banyak orang lagi yang dapat ikut menikmati hikmah nisfu Sya’ban ini. Satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa kegiatan ini tidaklah dapat disebut sebagai bid’ah sesat atau sejenisnya. Segala kegiatan yang membawa kebaikan dan tidak menjerumuskan ke arah kemudharatan, dan kegiatan tersebut tetap sesuai dengan dalil-dalil syari’at, maka dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang bersifat sunnah.


Selain ibadah shalat, berbagai macam dzikir, do’a, dan membaca al-Qur’an juga akan sangat bermanfaat pada malam nisfu Sya’ban tersebut. Karena itu malam nisfu Sya’ban disebut juga dengan berbagai sebutan lain yang juga luar biasa, seperti:

ü Malam dikabulkannya do’a.
ü Malam penuh berkah.
ü Malam pembagian rezki.
ü Malam peleburan dosa.
ü Malam penuh syafa’at.
ü Dan masih banyak lagi.
      
Dari berbagai sebutan luar biasa tersebut tentu kita bisa menarik kesimpulan betapa hebatnya nisfu Sya’ban. Pada malam nisfu Sya’ban, Allah akan “turun” sam-pai langit dunia dan siap mengabulkan doa-doa dari hamba-hambaNya yang mau beribadah dengan ikhlas. Semakin padat volume ibadah, tentunya akan semakin lebar kesempatan menerima karunia-Nya. Keberkahan-Nya juga akan disebar pada malam itu dan boleh dimiliki siapa yang menginginkannya dengan cara bermunajat serta riyadhoh. Jika kita memohon keberkahan rezki, maka Allah akan mengabul-kannya. Jika kita memohon ampunan dosa, maka Allah mengampuni. Singkatnya, pada malam itu tak ada do’a yang tertolak.
Ketika pada bulan Sya’ban ini Rasulullah saw paling banyak berpuasa sunnah dibanding bulan-bulan lain. Kita dapat memetik hikmah, kenapa Rasulullah begitu serius menambah volume ibadahnya pada bulan Sya’ban. Sebenarnya segala macam tambahan volume ibadah tersebut diharapkan mampu mempersiapkan diri kita secara fisik maupun psikis untuk menghadapi bulan suci Ramadhan. Kita hendaknya mampu memasuki bulan Ramadhan dalam keadaan yang sudah terampuni dosanya, sudah dalam keadaan suci setelah nisfu Sya’ban, sudah dalam keberkahan limpahan rahmat Allah. Selain itu dengan sudah terbiasa berpuasa sunnah, maka puasa wajib Ramadhan akan terasa ringan bukan lagi menjadi beban. Semoga Allah memberikan kesempatan bagi kita untuk ikut merasakan keagungan bulan suci Ramadhan nanti serta mendapatkan limpahan berkah dan rahmatNya sehingga kita benar-benar menjadi manusia yang terbebas dari api neraka. Aamiin…
*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar