buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Selasa, 27 Agustus 2013

FITRAH MANUSIA


Mengalirkan pengetahuan, menyejukkan nurani


Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana

Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 
085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo   


Edisi  21 th IV :  23 Agustus 2013 M / 16 Syawal 1434 H
FITRAH MANUSIA
Penulis: Ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
            Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 172: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". Shalawat dan salam semoga tercurah pada manusia termulia yang pernah dilahirkan di bumi ini yaitu nabi Muhammad saw, yang diberi ridho oleh Allah swt untuk memberikan syafaat kelak di yaumul qiyamah.
            Fitrah manusia adalah sifat yang diberikan oleh Allah swt sejak zaman azali, kemudian tumbuh dan berkembang semenjak lahirnya manusia ke dunia. Pada dasar-nya fitrah manusia adalah bertauhid (mengesakan Allah swt) dengan meyakini bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, serta meyakini bahwa sang pencipta serta yang mengatur seluruh alam adalah Allah swt sebagaimana termaktub dalam surat al-A’raf ayat 172 tersebut di atas. Maka semenjak lahir, sejatinya manusia sudah islam. Adapun dalam perjalanan hidupnya kemudian ia menjadi tidak islam, maka hal ini dikarenakan pengaruh eksternalnya, semisal pengaruh dari kedua orangtuanya atau lingkungannya. Rasulullah saw bersabda dalam hadits yang sudah mashur: “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang Majusi”.
            Relevansi konsep fitrah dengan kondisi saat ini adalah berkenaan hari raya idul fitri yang mengingatkan kembali kepada manusia, agar senantiasa kembali pada fitrahnya, yakni kembali kepada ajaran Islam atau mengingatkan agar manusia betul-betul mempertahankan keislamannya. Umat islam jangan lengah sehingga tanpa sadar ia telah jauh meninggalkan ajaran-ajaran Islam. Setan senantiasa menggoda manusia agar tergelincir dan meninggalkan ajaran-ajaran Islam. Karena itulah sebelum idul fitri, yakni bulan Ramadhan, kaum muslimin digembleng serta dilatih untuk mena-han hawa nafsunya, sebab hawa nafsu yang tak terkontrol akan menggelincirkan manusia semakin jauh dari ajaran Islam. Manusia yang mampu menahan nafsunya akan senantiasa memiliki hati yang bersih. Adapun kebersihan hati merupakan kunci menuju kebaikan. Rasulullah saw bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging yang kalau dia baik maka akan baik pula seluruh anggota tubuh, dan kalau dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tu-buh, ketahuilah dia (segumpal daging tersebut) adalah hati.” (Muttafaqun ‘alaih). Hadits ini menunjukkan bahwa hati mempunyai peran sentral atas baik dan buruknya manusia. Ibn Rajab al-Hanbali berkata: “Dalam hadits ini ada isyarat yang menun-jukkan bahwa baiknya gerakan anggota tubuh seorang hamba, dia meninggalkan semua yang diharamkan dan menjauhi semua syubhat, sesuai dengan baiknya gerakan hatinya.” (kitab Jami’ al-Ulum wa al-Hikam: 1/210).
            Allah swt berfirman dalam al-Qur’an surat asy-Syams ayat 9 dan 10: “Se-sungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” Upaya manusia dalam membersihkan hati merupakan hal yang sangat penting sebab hakikat keberuntungan manusia ditentu-kan oleh bersihnya hati. Hati yang bersih akan senantiasa mendorong pada kebaikan, sebaliknya hati yang kotor akan senantisa mendorong pada keburukan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa apabila manusia memiliki hati yang dikotori oleh sifat-sifat tercela, maka akan melakukan hal yang tercela pula. Sebagai contoh misalnya Iblis yang enggan melaksanakan perintah Allah swt yakni sujud sebagai penghormatan kepada nabi Adam as. Kesombongan telah menyusup di hati Iblis yang merasa lebih mulia daripada nabi Adam as karena Iblis diciptakan dari api, sedang nabi Adam di-ciptakan dari tanah. Keengganan Iblis ini mendatangkan murka Allah swt sehingga mengusir Iblis dari surga dan menetapkannya sebagai makhluk terkutuk yang akan menjadi penghuni neraka selama-lamanya. Kisah ini menjadi pelajaran bagi manusia bahwa tidak selayaknya manusia untuk sombong karena pada hakikatnya manusia sama sekali tidak mempunyai daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah swt.
Banyaknya harta, sempurnanya fisik serta kecerdasan otak merupakan anuge-rah, jangan sampai menjadikan manusia menjadi sombong. Berbeda dengan Iblis yang sombong merasa mulia karena diciptakan dari api, maka banyak manusia yang sombong karena anugerah yang dimilikinya. Seperti Fir’aun yang menyombongkan diri karena kekayaan, kekuasaan serta kesehatan fisiknya. Atau pemuka Quraisy yang menyombongkan diri karena merasa menjadi orang yang dimuliakan, mem-banggakan derajat nenek moyangnya, serta mengagungkan ajaran Jahiliyahnya. Imbasnya mereka tidak menerima ajaran yang benar yakni agama Islam yang dibawa nabi Muhammad saw. Mereka merasa lebih mulia daripada nabi Muhammad saw yang tergolong masih muda dibandingkan mereka.

            Hal lain yang yang perlu diperhatikan dalam rangka kembali ke fitrah manu-sia adalah membersihkan jiwanya dari sifat serakah yang merupakan kecenderungan hati untuk menguasai apa yang disenangi sehingga tanpa sadar berani melanggar larangan Allah swt. Sebagaimana dikisahkan bahwa nabi Adam as berani mendekati dan memakan buah terlarang (khuldi) karena di dalam hatinya terdapat sifat sera-kah. Adam dan Hawa terbujuk oleh tipu daya Iblis yang memberikan iming-iming bahwa buah tersebut akan menyebabkan kekalnya Adam dan Hawa di surga. Tetapi kenyataannya lain, justru akibat memakan buah tersebut Adam dan Hawa diturun-kan dari surga. Selain kisah tersebut, ada bukti lagi bahwa keserakahan menyebab-kan manusia menjadi bakhil dan melalaikan dirinya dari ibadah kepada Allah swt. Sebagaimana dikisahkan pada jaman Rasulullah saw, seseorang yang bernama Tsa’labah semula miskin kemudian menjadi kaya setelah didoakan oleh Rasulullah saw. Kekayaan tersebut tidak membuat Tsa’labah bersyukur, tetapi menyebabkan Tsa’labah semakin bakhil sampai ia berani tidak membayar zakat atas harta yang dimilikinya. Tsa’labah juga menjadi sibuk dan pada akhirnya melupakan ibadah kepada Allah swt yaitu tidak pernah lagi shalat berjamaah di masjid,.
            Terkait juga dengan penyucian jiwa di suasana yang fitri ini, marilah kita menjauhkan sifat iri dan dengki. Sebagaimana dikisahkan Habil dan Qabil, yang karena adanya sifat iri sehingga tega membunuh saudara. Qabil sangat iri terhadap Habil yang akan dinikahkan dengan saudara kembar Qabil yang sangat cantik yang bernama Iklima. Juga kisah kedengkian saudara-saudara Yusuf yang mengakibatkan sebagian dari mereka ingin menghabisi nyawa saudaranya sendiri, sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-9: “(Yaitu) ketika mereka berkata: sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.”
Berkaca dari uraian di atas, maka saling mengunjungi dan saling memaafkan atas sesama muslim pada bulan syawal ini, semoga mampu mensucikan kembali jiwa kita. Alhasil, moment Idul Fitri semoga mengingatkan kita agar senantiasa membersihkan hati dari sifat-sifat tercela, sehingga manusia benar-benar kembali pada fitrahnya. Aamiin …
*********
  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar