buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 16 Agustus 2013

HALAL BI HALAL SARANA INTERAKSI SOSIAL



Bulletin
TELAGA JIWA
Susunan Redaksi:
Pembina:
MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo.
Penanggung Jawab:
Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo.  
Manager:
Mahfud
Redaktur:
Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH.
Editor:   
Marsudi
Keuangan:
Herul Sabana

Alamat Redaksi:
Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo.
Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984
Website:
Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9)
group facebook:
TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo  



Edisi  20 th IV :  16 Agustus 2013 M / 9 Syawal 1434 H
HALAL BI HALAL SARANA INTERAKSI SOSIAL
Penulis: Ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
            Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat ar-Ra’du ayat 21-23: “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan (yaitu silaturrahmi), dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.” Kemudian Allah juga memberikan peringatan dengan berfirman dalam surat ar-Ra’du ayat 25: “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perin-tahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” Ayat ini diperkuat juga dengan ayat lain yang berbunyi mirip yaitu al-Baqarah ayat 27: “(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” Sebelum ayat ini yaitu akhiran ayat ke-26 dari al-Baqarah menyebutkan: “… dan tidak ada yang disesatkan oleh Allah kecuali orang yang fasik.”
            Tidak diragukan lagi bahwa Islam sangat menganjurkan adanya interaksi sosial yang baik dengan memberikan pengharapan berupa surga ‘Adn. Sedang kepada orang yang merusak interaksi sosialnya, memberikan label sebagai orang fasik yang merugi bahkan mengancamnya dengan neraka Jahanam. Interaksi sosial dalam agama Islam lazim disebut hablum minan nas. Dalam konteks ini banyak sekali dalil hujjahnya. Hal ini menunjukkan betapa urgennya konsep interaksi sosial ini bagi kelangsungan keharmonisan hidup bermasyarakat.
            Dalam interaksi sosial di era globalisasi seperti sekarang ini, tentu terjadi dampak positif dan negatif. Jika kita menelaah dampak positifnya saja, maka kita akan menemukan berbagai macam kemudahan yang tersaji dalam konsep interaksi sosial. Situasi lebaran seperti saat ini, kita dapat dengan mudah mengucapkan selamat hari raya ‘idul fitri serta memohon maaf atas segala kesalahan kepada siapapun yang kita kenal. Bahkan seorang atasan dapat dengan legowonya mohon maaf pada bawahannya melalui pesan SMS atau akun jejaring sosial semacam facebook atau twitter (Padahal jika bertemu secara langsung, belum tentu sang atasan bersedia memohon maaf terlebih dahulu). Hal-hal semacam ini kemudian menjadi sesuatu yang umum terjadi sehingga dapat disebut sebagai tradisi baru.
            Dalam ilmu Ushul Fiqh, terdapat bab tentang ‘Urf yaitu sesuatu yang telah dikenal oleh orang banyak dan menjadi tradisi, baik berupa perkataan maupun perbuatan. ‘Urf  terbagi dalam 2 kategori yaitu‘Urf shahih dan‘Urf fasid. Dalam konsep ini, ‘Urf shahih merupakan‘Urf yang tidak bertentangan dengan dalil syara’ berupa menghalalkan sesuatu yang haram ataupun membatalkan sesuatu yang wajib. Sedangkan‘Urf fasid merupakan kebalikannya. Berangkat dari kesemuanya ini, maka kemudian di masyarakat kita terdapat banyak sekali tradisi yang dipelihara kelestari-annya, diantaranya tradisi halal bi halal. Meski halal bi halal merupakan “tradisi baru” yang memang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw maupun para sahabatnya, tentu kita tidak boleh menganggap sebagai bid’ah sesat yang akan menjerumuskan umat ke dalam neraka secara berjamaah. Dengan mengambil definisi ‘Urf shahih, tentu kita sepakat bahwa tradisi halal bi halal tidaklah bertentangan dengan dalil syara’, namun justru berlandaskan dalil syara’ karena tradisi ini merupakan salah satu perwujudan interaksi sosial yang efektif untuk menjaga stabilitas keharmonisan masyarakat.
            Dalam ilmu sosiologi kita mengenal bahwa setiap individu sejak dilahirkan di dunia sudah dilingkupi oleh berbagai macam benda. Kemudian untuk beradaptasi dengan segala hal yang ada di sekitarnya, maka individu harus berinteraksi dengan individu lain yang kemudian disebut sebagai interaksi sosial. Dalam hubungannya dengan hal tersebut, perlu diperhatikan bahwa tingkah laku manusia dalam berinteraksi (misalnya sopan santun, gaya bicara, dsb) merupakan hasil dari hal yang dipelajarinya. Namun seorang sosiolog bernama John B. Watson pada tahun 1925 melakukan study experimental tentang tingkah laku menemukan bahwa ada 3 macam tingkah laku yang bersifat insting dan akan dapat dilakukan tanpa perlu belajar yaitu fear, angry and love (takut, marah dan senang) (Sesungguhnya hal ini juga sesuai dengan kajian al-Qur’an dalam surat al-‘Alaq ayat 5:“Dia (Allah) mengajarkan kepada manusia tentang apa-apa yang tidak diketahuinya.” bahwasanya yang mengajarkan ketiga insting tersebut adalah Allah). Maka dalam konteks interaksi sosial seringkali terjadi ketiga insting tersebut menjadi dominan. Seorang indvidu dapat menjadi spontan marah dikarenakan tingkah laku individu lain baik yang sengaja maupun tidak sengaja. Bahkan pembicaraan yang sedianya hanya untuk sekedar tawa canda, boleh jadi terasa menusuk perasaan dan spontan menimbulkan kemarahan. Oleh karena itu, guna menangkal adanya error dalam interaksi sosial maka Islam mem-berikan solusi terbaik melalui metode silaturrahmi dengan teknik saling memaafkan sehingga semuanya kembali fitrah.  

Agama Islam merupakan agama yang seimbang antara hablum minAllah dengan hablum minan nas-nya. Karena itulah Islam sangat menganjurkan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia. Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan masuk surga bagi orang yang tetangganya tak aman dari kejelekannya.” (HR. Muslim). Kerukunan dalam ruang lingkup terkecil yaitu bertetangga merupakan cikal bakal kerukunan yang lebih global semisal kerukunan bangsa dan bahkan kerukunan dunia. Hidup rukun dan berbuat baik terhadap tetangga merupakan indikator kesem-purnaan iman seseorang. Hidup rukun berarti juga suka memaafkan kesalahan orang lain serta tidak memperpanjang permasalahan negatif yang terjadi. Umat Islam diajarkan untuk menjadi insan yang pemaaf, karena melalui jalur menjadi pemaaf inilah kerukunan dan perdamaian akan terwujud. Memaafkan kesalahan orang lain memang sangat sulit, maka di point inilah dijanjikan keagungan pahala dari Allah swt sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw: “Allah tidak akan menambah ke-maaf-an seseorang melainkan dengan kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan dirinya karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajat-nya.” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam konteks inilah sesungguhnya Islam diberi label rahmatan lil ‘alamin, di mana dengan ajarannya ini maka dunia akan penuh rahmat kasih sayang antar manusia.
            Dari sedikit uraian ini, tentu kita sepakat bahwa tradisi halal bi halal yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat kita, baik tingkat lingkungan, kerabat, teman ataupun rekan kerja, kesemuanya merupakan sarana yang efektif dalam memperbaiki interaksi sosial sehingga menjadi sumbangsih dalam mewujudkan sebuah bangsa dan negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur. Melalui sarana silaturrahmi berkumpul dalam satu ruang satu waktu serta satu tujuan, saling memaafkan dan saling merendahkan hati, tentu akan mampu meminimalisasi kesenjangan maupun perpecahan. Dengan demikian, semoga ukhuwah islamiyah akan senantiasa terjaga. Aamiin …
*********
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar