Bulletin TELAGA
JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN
TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua
TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur: Hadi PS, Dana AD, Eri WH,
Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul
Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes
Brotonegaran Ponorogo. Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin
Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan
Ponorogo
Edisi 33 th IV : 15 Nopember 2013 M / 11 Muharam
1435 H
IKHLAS DAN
PENGHARAPAN
Penulis: Ust.
Herul Sabana (TPQ al-Mansur, Mangkujayan)
Segala puji
bagi Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 286: “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggu-pannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia menda-pat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir." Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada nabi
Muhammad saw, sang pelopor pencerahan dalam ketauhidan manusia.
Kita menjalani kehidupan dari hari ke hari, minggu ke
minggu, dan seterus-nya. Setiap saat pasti ada masalah yang menghampiri.
Sangatlah tidak mungkin ada manusia yang tidak mengalami masalah. Masalah ini
boleh jadi masalah yang menye-dihkan, namun bisa jadi juga masalah yang
menyenangkan. Dalam menghadapinya, tentu kita harus meyakini bahwa apapun
bentuk masalah tersebut merupakan ujian dari Allah. Dan dalam setiap ujian
tersebut, tidaklah mungkin Allah salah dalam memberi ujian pada manusia, dalam
arti tidak mungkin Allah memberi ujian atau masalah yang tidak ada solusinya
bagi manusia. Oleh karenanya ketika manusia menghadapi masalah, selayaknya
selalu ada pengharapan pada Allah.
Dalam kitab Riyadhus-Shalihin bab ikhlas dan niat,
disebutkan ada sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,
dimana hadits ini berasal dari Abdullah bin Umar ra yang berkata, bahwa
Rasulullah saw telah bersabda (bercerita): “Di jaman dahulu, ada tiga orang
penjelajah tersesat di hutan dan bermalam di gua. Mereka tidak mengira akan
terjadi sebuah musibah yaitu sebuah batu besar jatuh dari atas bukit dan
menutup pintu goa, sedang mereka bertiga tidak dapat bergerak lagi. Mereka
bingung mencari jalan keluarnya. Maka mereka segera bermusyawarah dengan cepat,
salah seorang diantaranya berkata: “Satu-satunya jalan yang dapat mengatasi
permasalahan ini hanyalah memanjatkan do’a kepada Allah swt disertai tawassul
mengungkap amal kebaikan yang pernah kita lakukan dulu.” Kemudian salah seorang
dari mereka mengawali do’a: “ya Allah, karena baktiku pada kedua orang tuaku
ketika mereka masih hidup, tidak seorangpun dari keluarga atau pembantuku
diperbolehkan minum susu sebelum kedua ayah ibuku lebih dahulu meminumnya. Pada
suatu hari aku terlambat pulang dari pekerjaanku hingga larut malam. Aku temui
ayah ibuku sudah tidur nyenyak. Lalu aku memerah susu, namun aku enggan
membangunkan mereka berdua, sedang tidak seorangpun diperkenankan minum susu
tersebut. Aku menunggui mereka tidur hingga terbit fajar, maka bangunlah
keduanya dan meminum susu yang kuperah tadi malam. Padahal semalam anak-anakku
menangis ingin meminum susu tersebut dan mereka merengek-rengek di dekat
kakiku. Ya Allah, jika semua itu kulakukan semata mencari ridha-Mu, maka
tolonglah kami dalam mengatasi kesulitan yang tengah kami hadapi dalam goa
ini.” Alkisah, batu yang menutupi pintu goa tersebut bergeser sedikit dari
tempatnya, tetapi mereka belum bisa keluar juga. Lalu orang kedua memulai
do’anya: “Ya Allah, aku pernah mencintai gadis keponakanku sendiri (anak
pamanku). Setiap saat aku merayu dan ingin melampiaskan nafsu birahi padanya,
namun ia selalu menolaknya. Di suatu musim paceklik, keluarganya kehabisan
makanan. Dan pada suatu hari ia dating minta bantuan pangan padaku. Aku segera
mengambil uang 120 dinar dengan syarat ia mau menuruti pelampiasan nafsu
birahiku di malam harinya. Maka ketika malam tiba, iapun datang memenuhi
janjinya. Dan saat aku sudah berada di antara kedua kakinya, tiba-tiba ia
memberi peringatan kepadaku dan berkata: “Bertakwalah kamu kepada Allah dan
jangan kau nodai aku, jangan kau renggut keperawananku kecuali dengan ikatan
pernikahan yang sah.” Kemudian aku segera membatalkan niat buruk tersebut dan
bangun tidak jadi memperdayainya, padahal nafsu birahiku masih bergelora. Dan
uang 120 dinar itu kuserahkan dengan tulus ikhlas tanpa mengharap imbalan
apapun darinya. Ya Allah jika semua itu kulakukan semata mencari ridha-Mu, maka
bebaskanlah kami dari musibah ini.” Alkisah, batu yang menutupi goa tersebut
pun bergeser lagi dari tempatnya, namun belum cukup untuk menjadi pintu
keluarnya.
Akhirnya orang ketigapun mulai memanjatkan do’anya: “Ya Allah, dulu aku
adalah seorang yang memiliki usaha bisnis dengan memiliki banyak karyawan. Pada
suatu hari ketika aku membagikan upah pada para karyawan tersebut, salah
seorang diantaranya pulang ke rumahnya tanpa mengambil upah yang kusediakan,
dan ia tidak kembali lagi bekerja. Maka uang upah tersebut aku jadikan modal
usaha lagi. Hari demi hari, minggu berganti bulan dan tahun, berkembanglah uang
tersebut menjadi kekayaan. Sesudah melewati masa waktu yang cukup lama,
datanglah karyawan dulu itu menagih upah yang dulu belum diambilnya: “Wahai
Abdullah, aku meminta upahku yang dulu itu.” Aku pun berkata: “Ambilah semua
harta kekayaan di hadapanmu yang semula dari modal upahmu itu, berupa hewan
ternak dan penggembalanya.” Ia tercengang dan berkata: “Kau jangan menghinaku
wahai Abdullah.” Maka aku pun menyahut: “Tidak, bukan aku menghinamu.” Akhirnya
semua harta yang kusebutkan diambilnya tanpa sisa. Ya Allah, jika semua itu
kulakukan untuk mencari ridha-Mu, maka bebaskanlah kami dari musibah ini.”
Alkisah, batu yang menutupi goa bergeser lagi sehingga mereka pun dapat keluar
dengan selamat.”
Beberapa hal yang dapat ditarik kesimpulan dari hadits
tersebut di atas adalah bahwa ada keikhlasan yang luar biasa yang hanya
mengharap ridha Allah, pada saat sebenarnya orang memiliki kesempatan dan
kekuatan untuk berbuat lebih dari yang dia mau namun dia tidak mau
melakukannya, ternyata hal itu menjadi catatan tersendiri di sisi Allah. Jika
pada saatnya dia tidak lagi memiliki kesempatan dan kekuatan untuk melakukan
sesuatu hal yang sekiranya dapat menolong dirinya sendiri, maka dengan penuh
pengharapan pada pertolongan Allah, berbekal keikhlasan yang dulu pernah
dilakukan, ternyata dapat menjadi sebab atas terbuka-nya pertolongan dari
Allah.
Semoga kita semua dapat menjadi orang yang ikhlas
dalam melakukan segala hal dengan hanya mengharap ridha dari Allah atas apa
yang telah kita lakukan tersebut. Aamiin …
*********
Lanjutkan
BalasHapus