Bulletin TELAGA
JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN
TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua
TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur: Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin,
Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran
Ponorogo. Contact
Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo
Edisi 31 th IV : 1 Nopember 2013 M / 27 Dzul Hijjah
1434 H
KEMAKMURAN MASJID BERARTI KEJAYAAN UMAT
Penulis: Dana
Ahmad Dahlani (mahasiswa al-Azhar, Cairo)
Segala puji bagi Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 18: “Yang memakmurkan
masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada
siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” Shalawat
dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Sayyidina Muhammad saw yang
telah bersabda: "Diperlihatkan kepadaku pahala-pahala umatku, sampai
pahala orang yang membuang kotoran (membersihkan) masjid." (HR.
Abu Dawud dan Turmudzi).
Masjid memang mempunyai arti sangat
penting bagi kehidupan umat Islam sejak zaman Rasulullah sampai saat ini.
Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga berperan sebagai pusat dakwah dan
keilmuan bagi kaum muslimin. Jika kita menengok kembali sejarah
perkembangan Islam di masa Nabi, kita akan mengetahui bahwa masjid selalu
menjadi pusat kegiatan Nabi dan para sahabat, mulai dari urusan ibadah, dakwah,
pengajian, penggalian sumber-sumber ilmu sampai menyangkut masalah pemerintahan
dan peradilan.
Pada
periode dakwah di Madinah, kita mengenal istilah Ahlus Shuffah. Mereka
adalah para penuntut ilmu yang berasal dari berbagai daerah di jazirah Arab
yang be-lajar di teras masjid Madinah. Mereka belajar pada Nabi Muhammad tentang berba-gai disiplin ilmu dan juga saling bertukar pikiran di tempat tersebut. Jika
kita amati lagi, sistem pendidikan ini seperti yang diterapkan di pondok
pesantren pada saat ini.
Pendidikan yang hanya bertempat di
teras masjid Madinah ini telah berhasil menelurkan
alumni-alumni yang tidak diragukan lagi kapasitas keilmuannya. Salah satu
contohnya adalah Imam Abu Hurairah
as. Beliau adalah sahabat
Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits. Beribu-ribu hadits mampu beliau
hafalkan dan tidak diragukan lagi keshahihannya. Selain Abu Hurairaht, masih banyak lagi sahabat-sahabat
yang sempat mengenyam pendidikan di Shuffah.
Kita
juga mengenal universitas al-Azhar Mesir yang sangat legendaris. Al-Azhar
merupakan universitas institusi pendidikan Islam tertua yang mulai dibangun
pertama kali sejak tahun 970 M. Tetapi embrio al-Azhar sesungguhnya juga
berawal dari sebuah masjid yang dibangun sahabat ‘Amru bin ‘Ash atas perintah
khalifah Umar bin Khathab. Begitu juga dengan sebagian besar pondok pesantren
yang ada di Indonesia ini. Perjuangannya selalu dimulai dari sebuah masjid.
Baik pondok dengan sistem modern maupun yang masih menggunakan metode salaf.
Hal ini telah membuktikan bahwa masjid merupakan urat nadi kehidupan agama
Islam.
Tetapi akhir-akhir ini mulai timbul
keprihatinan dalam benak kita. Timbul tanda tanya besar dalam hati, mengapa setiap selepas bulan Ramadhan masjid menjadi sepi? Tidak ada
lagi tadarrus al-Qur’an dan majlis ta’lim. Saat
shalat jamaah, shaf-shaf masih banyak yang kosong. Masjid baru terisi penuh
hanya saat shalat Jum’at. Padahal kita ketahui bersama, di Indonesia ini sudah
banyak sekali masjid-masjid megah yang pembangunannya menelan biaya milyaran
rupiah, lahannya diperluas dan dekorasinya diperindah. Tetapi mengapa
pembangunan fisik ini sangat bertolak belakang dengan pembangunan mental
spiritual para jamaahnya? Mereka senantiasa berlomba-lomba membangun masjid
sebatas fisik bangunannya saja, tanpa memperhatikan pengembangan kegiatan
spiritualnya. Padahal ada sebuah hadits yang sangat penting
untuk kita cermati isinya: “Tidak akan terjadi kiamat hingga orang-orang
berbangga-bangga dengan (kemegahan) masjid.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Ibnu Majah dan Nasa’i).
Sebenarnya shalat jamaah di masjid mempunyai keutamaan
dan manfaat yang luar biasa sebagaimana sabda Nabi saw dalam haditsnya: “Shalat
jamaah lebih utama daripada shalat sendiri 27 derajat.” (Muttafaq
‘alaih). Dalam hadits lain dari Zaid bin Tsabit menyebutkan: “Shalat seseorang yang paling utama adalah di rumah
kecuali shalat maktubah (fardhu).” (Muttafaq ‘alaih). Hal ini
menunjukkan bahwa shalat fardhu yang paling utama adalah dikerjakan di masjid
secara berjamaah. Selain itu shalat jamaah juga berperan menjaga kerukunan,
persatuan dan kesatuan umat. Dalam jamaah, seorang ma’mum pasti akan mengikuti
imamnya meskipun dia berasal dari golongan atau aliran yang berbeda. Terlebih
lagi di kota-kota besar yang masyarakatnya jarang bertatap muka karena
kesibukan masing-masing. Dengan adanya shalat jamaah di masjid, mereka bisa
saling mengenal dan lebih akrab. Dengan begitu ukhuwah Islamiyah tetap
terjaga kuat. Belum banyak orang yang mengetahui bahwa shalat
jamaah juga bisa menghindarkan kita dari kefakiran/kemiskinan. Dalam hadits lain disebutkan
bahwa: “Barang
siapa yang membiasakan shalat jamaah, maka dia tidak akan mengalami kefakiran
di dunia.” Meskipun kita tidak punya rumah mewah, kendaraan bagus, atau
harta banyak, tetapi jika kita senantiasa memelihara shalat jamaah, niscaya
Allah yang akan selalu
mencukupi kebutuhan kita.
Selain
shalat jamaah, kita juga bisa melakukan i’tikaf di masjid. I’tikaf adalah
berdiam diri di masjid dengan niat ibadah karena Allah. I’tikaf bisa dilakukan
kapan saja, tidak hanya pada bulan Ramadhan. Dan keutamaan dari i’tikaf ini
juga sangat besar sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
bahwa Nabi saw bersabda: “Apabila ia (seorang laki-laki) telah masuk ke
dalam masjid, maka ia memperoleh pahala seperti dalam keadaan shalat, selama
memang shalat itu yang menyebabkan ia bertahan di dalam masjid tadi, juga para
malaikat mendoakan untuk mendapatkan kerahmatan Tuhan pada seseorang dari
engkau semua, selama masih berada di tempat yang ia bersembahyang disitu.”
(Muttafaq ‘alaih).
Untuk itu, mari kita besama-sama
berupaya untuk memakmurkan dan menyejahterakan
masjid-masjid kita. Kita bangun kembali mental spiritual para jamaah. Kita
ramaikan kembali masjid kita dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat seperti
shalat jamaah, i’tikaf, majlis ta’lim, kegiatan belajar-mengajar al-Qur’an,
istighotsah dan lain sebagainya. Kita kembalikan peran masjid yang
sesungguhnya, sebagaimana pada masa Rasulullah saw dan para sahabat. Dengan harapan semoga syiar dan dakwah Islam yang
akhir-akhir ini mulai meredup kembali bersinar dan mengembalikan kejayaan kaum
muslimin.
Semoga kita senantiasa mampu
meluruskan niat sehingga Allah swt meridhai amal usaha kita dalam upaya
memakmurkan masjid dan mengibarkan panji-panji agama islam. Aamiin …
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar