buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Minggu, 03 November 2013

KEMAKMURAN MASJID BERARTI KEJAYAAN UMAT



Bulletin TELAGA JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur: Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo. Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo 



Edisi  31 th IV : 1 Nopember 2013 M / 27 Dzul Hijjah 1434 H
KEMAKMURAN MASJID BERARTI KEJAYAAN UMAT
Penulis: Dana Ahmad Dahlani (mahasiswa al-Azhar, Cairo)
Segala puji bagi Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 18: “Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Sayyidina Muhammad saw yang telah bersabda: "Diperlihatkan kepadaku pahala-pahala umatku, sampai pahala orang yang membuang kotoran (membersihkan) masjid." (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).
       Masjid memang mempunyai arti sangat penting bagi kehidupan umat Islam sejak zaman Rasulullah sampai saat ini. Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga berperan sebagai pusat dakwah dan keilmuan bagi kaum muslimin. Jika kita menengok kembali sejarah perkembangan Islam di masa Nabi, kita akan mengetahui bahwa masjid selalu menjadi pusat kegiatan Nabi dan para sahabat, mulai dari urusan ibadah, dakwah, pengajian, penggalian sumber-sumber ilmu sampai menyangkut masalah pemerintahan dan peradilan.
Pada periode dakwah di Madinah, kita mengenal istilah Ahlus Shuffah. Mereka adalah para penuntut ilmu yang berasal dari berbagai daerah di jazirah Arab yang be-lajar di teras masjid Madinah. Mereka belajar pada Nabi Muhammad tentang berba-gai disiplin ilmu dan juga saling bertukar pikiran di tempat tersebut. Jika kita amati lagi, sistem pendidikan ini seperti yang diterapkan di pondok pesantren pada saat ini.

Pendidikan yang hanya bertempat di teras masjid Madinah ini telah berhasil menelurkan alumni-alumni yang tidak diragukan lagi kapasitas keilmuannya. Salah satu contohnya adalah Imam Abu Hurairah as. Beliau adalah sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits. Beribu-ribu hadits mampu beliau hafalkan dan tidak diragukan lagi keshahihannya. Selain Abu Hurairaht, masih banyak lagi sahabat-sahabat yang sempat mengenyam pendidikan di Shuffah.
Kita juga mengenal universitas al-Azhar Mesir yang sangat legendaris. Al-Azhar merupakan universitas institusi pendidikan Islam tertua yang mulai dibangun pertama kali sejak tahun 970 M. Tetapi embrio al-Azhar sesungguhnya juga berawal dari sebuah masjid yang dibangun sahabat ‘Amru bin ‘Ash atas perintah khalifah Umar bin Khathab. Begitu juga dengan sebagian besar pondok pesantren yang ada di Indonesia ini. Perjuangannya selalu dimulai dari sebuah masjid. Baik pondok dengan sistem modern maupun yang masih menggunakan metode salaf. Hal ini telah membuktikan bahwa masjid merupakan urat nadi kehidupan agama Islam.
Tetapi akhir-akhir ini mulai timbul keprihatinan dalam benak kita. Timbul tanda tanya besar dalam hati, mengapa setiap selepas bulan Ramadhan masjid menjadi sepi? Tidak ada lagi tadarrus al-Qur’an dan majlis ta’lim. Saat shalat jamaah, shaf-shaf masih banyak yang kosong. Masjid baru terisi penuh hanya saat shalat Jum’at. Padahal kita ketahui bersama, di Indonesia ini sudah banyak sekali masjid-masjid megah yang pembangunannya menelan biaya milyaran rupiah, lahannya diperluas dan dekorasinya diperindah. Tetapi mengapa pembangunan fisik ini sangat bertolak belakang dengan pembangunan mental spiritual para jamaahnya? Mereka senantiasa berlomba-lomba membangun masjid sebatas fisik bangunannya saja, tanpa memperhatikan pengembangan kegiatan spiritualnya. Padahal ada sebuah hadits yang sangat penting untuk kita cermati isinya: “Tidak akan terjadi kiamat hingga orang-orang berbangga-bangga dengan (kemegahan) masjid.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Nasa’i).
          Sebenarnya shalat jamaah di masjid mempunyai keutamaan dan manfaat yang luar biasa sebagaimana sabda Nabi saw dalam haditsnya: “Shalat jamaah lebih utama daripada shalat sendiri 27 derajat.” (Muttafaq ‘alaih). Dalam hadits lain dari Zaid bin Tsabit menyebutkan: “Shalat seseorang yang paling utama adalah di rumah kecuali shalat maktubah (fardhu).” (Muttafaq ‘alaih). Hal ini menunjukkan bahwa shalat fardhu yang paling utama adalah dikerjakan di masjid secara berjamaah. Selain itu shalat jamaah juga berperan menjaga kerukunan, persatuan dan kesatuan umat. Dalam jamaah, seorang ma’mum pasti akan mengikuti imamnya meskipun dia berasal dari golongan atau aliran yang berbeda. Terlebih lagi di kota-kota besar yang masyarakatnya jarang bertatap muka karena kesibukan masing-masing. Dengan adanya shalat jamaah di masjid, mereka bisa saling mengenal dan lebih akrab. Dengan begitu ukhuwah Islamiyah tetap terjaga kuat. Belum banyak orang yang mengetahui bahwa shalat jamaah juga bisa menghindarkan kita dari kefakiran/kemiskinan. Dalam hadits lain disebutkan bahwa: “Barang siapa yang membiasakan shalat jamaah, maka dia tidak akan mengalami kefakiran di dunia.” Meskipun kita tidak punya rumah mewah, kendaraan bagus, atau harta banyak, tetapi jika kita senantiasa memelihara shalat jamaah, niscaya Allah yang akan selalu mencukupi kebutuhan kita.
Selain shalat jamaah, kita juga bisa melakukan i’tikaf di masjid. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat ibadah karena Allah. I’tikaf bisa dilakukan kapan saja, tidak hanya pada bulan Ramadhan. Dan keutamaan dari i’tikaf ini juga sangat besar sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda: “Apabila ia (seorang laki-laki) telah masuk ke dalam masjid, maka ia memperoleh pahala seperti dalam keadaan shalat, selama memang shalat itu yang menyebabkan ia bertahan di dalam masjid tadi, juga para malaikat mendoakan untuk mendapatkan kerahmatan Tuhan pada seseorang dari engkau semua, selama masih berada di tempat yang ia bersembahyang disitu.” (Muttafaq ‘alaih).
Untuk itu, mari kita besama-sama berupaya untuk memakmurkan dan menyejahterakan masjid-masjid kita. Kita bangun kembali mental spiritual para jamaah. Kita ramaikan kembali masjid kita dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat seperti shalat jamaah, i’tikaf, majlis ta’lim, kegiatan belajar-mengajar al-Qur’an, istighotsah dan lain sebagainya. Kita kembalikan peran masjid yang sesungguhnya, sebagaimana pada masa Rasulullah saw dan para sahabat. Dengan harapan semoga syiar dan dakwah Islam yang akhir-akhir ini mulai meredup kembali bersinar dan mengembalikan kejayaan kaum muslimin.
Semoga kita senantiasa mampu meluruskan niat sehingga Allah swt meridhai amal usaha kita dalam upaya memakmurkan masjid dan mengibarkan panji-panji agama islam. Aamiin …
*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar