Bulletin TELAGA
JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN
TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua
TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur: Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin,
Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran
Ponorogo. Contact
Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan
Ponorogo
Edisi 30 th IV :
25 Oktober 2013 M / 20 Dzul Hijjah 1434 H
PENTINGNYA SEBUAH NIAT
Penulis: Ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak Tonatan)
Segala puji bagi Allah yang telah berfirman dalam
al-Qur’an surat Ali Imran ayat 29: “Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan
apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui.
Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Shalawat dan salam semoga tetap
tercurah pada nabi Muhammad saw yang telah membimbing umat manusia dari dunia
kegelapan sampai ke dunia yang terang benderang yaitu dunia islam.
Kutipan ayat ke-29 dari surat Ali Imran di atas
mengisaratkan bahwa apapun gerak-gerik kita, sesungguhnya telah diketahui oleh
Allah. Bahkan niat yang ada dalam hati kitapun, yang belum kita ungkapkan pada
orang lain, ternyata Allah juga mengetahui. Namun pengertian ini jangan sampai
justru membuat kita menyepelekan perihal niat. Dalam setiap kegiatan yang kita
lakukan, haruslah tetap kita niatkan sebagai bentuk pengabdian kita pada Allah.
Hal yang sepele sekalipun, jika diniatkan sebagai salah satu bentuk ibadah,
maka insyaAllah akan mendapat pahala juga. Dalil tentang hal ini adalah hadits
yang diriwayatkan oleh dua perawi yang sangat berkompeten di bidangnya yaitu
Bukhari dan Muslim: “Setiap amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan
setiap orang terserah pada apa tujuannya, maka barang siapa berhijrah kepada
Allah dn Rasul-Nya akan mendapatkan keridhaan pahala hijrah dari Allah dan
Rasul-Nya tersebut, dan barangsiapa berhijrah dengan tujuan menghimpun harta
benda atau karena wanita yang ia sukai, maka hijrah tersebut sia-sia karena
hanya akan mendapatkan harta dan wanita yang dituju.”
Hadits di atas
memang mengungkapkan masalah hijrah yang dilakukan kaum muslimin dari Makkah ke
Madinah, namun substansinya adalah masalah niat yang kemudian menjadi rumusan
tujuan sebuah perbuatan. Asbabul wurud Hadits tersebut memang mencermati niat
salah seorang peserta hijrahnya kaum muslimin. Secara lahiriyah memang terlihat
seperti pada umumnya yang lain yaitu hijrah karena agama. Namun ternyata,
terungkap bahwa hijrahnya hanya karena wanita yang ingin dikawininya. Peranan
niat yang kemudian dilaksanakan sesungguhnya akan menen-tukan arah tujuan dan
apa yang diperoleh.
Karena manusia pada hakikatnya
diciptakan hanya untuk beribadah pada Allah, sebagaimana termaktub dalam
al-Qur’an surat adz-Dzariyat ayat 56: “Dan tidaklah Aku (Allah)
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”
maka selayaknya apapun yang kita lakukan dalam hidup memang diniatkan untuk
ibadah. Hal-hal yang kelihatannya sepele, seperti makan dan minum, jika kita
mulai dengan berdo’a dan diniatkan ibadah sebagai salah satu sarana agar badan
menjadi kuat dalam shalat maka insyaAllah akan bernilai ibadah juga. Hal lain
yang sekiranya telah menjadi kebiasaan rutin kita pun, jika diniatkan ibadah
akan menjadi suatu nilai yang luar biasa. Mari kita cermati sebuah hadits
berikut: Sa'ad bin Abi Waqash ra
berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda:
"Nafkah yang kamu keluarkan semata-mata mencari keridhaan Allah,
akan mendatangkan pahala besar bagimu. Dan termasuk mendapat
pahala besar pula nafkah yang kamu berikan kepada
istrimu." (HR. Bukhari). Dalam konteks hadits
ini, bekerja mencari nafkah akan bernilai ibadah yang membuahkan pahala jika
diniatkan semata-mata mencari keridhaan Allah yang lazimnya kita sebut sebagai
ibadah. Namun sebaliknya, jika kita bekerja tidak diniatkan sebagai ibadah maka
yang kita dapatkan hanyalah harta saja tanpa ada pahalanya. Dalam al-Qur’an
surat an-Nisa’ ayat 134 menjelaskan bahwa: “Barangsiapa yang menghendaki
pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia
dan akhirat. dan Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.” Dari beberapa
dalil ini, kita harus menyadari betapa pentingnya sebuah niat bagi suatu
perbuatan yang kita lakukan.
Niat memang terletak di dalam hati
dan tak seorangpun tahu. Namun Allah tetap mengetahui apa yang tersembunyi dalam
hati tersebut, meski niatnya hanya sepintas kilas sebagaimana telah dijelaskan
dalam al-Qur’an surat Ali
Imran ayat 29. Oleh karenanya kita harus senantiasa meluruskan niat agar tidak
melenceng dari ibadah serta meniatkan segala sesuatu yang meskipun kita anggap
sepele sebagai sebuah ibadah. Sebuah metode tuntunan diberikan lagi dalam
al-Qur’an surat al-Isra ayat 80: “Dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, masukkan aku
secara masuk yang be-nar dan keluarkan (pula) aku secara
keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan
yang menolong.” Tafsir
ayat ini adalah memohon kepada Allah supaya kita memasuki suatu ibadah dan
selesai daripadanya dengan niat yang baik dan penuh keikhlasan serta bersih
dari riya’ dan dari sesuatu yang merusakkan pahala. Ayat ini juga
mengisyaratkan kepada Nabi supaya berhijrah dari Mekkah
ke Madinah. Dan ada juga yang menafsirkan: memohon kepada Allah supaya kita memasuki kubur (meninggal dunia)
dengan baik (husnul khatimah) dan keluar daripadanya waktu hari-hari
berbangkit (di akhirat) dengan baik pula. Karena itulah diperlukan adanya niat
dalam melaksanakan suatu ibadah sehingga menjadi pijakan awal bagi kita dalam
menuju keridhaan Allah.
Dengan
adanya niat sebelum kita melakukan suatu perbuatan, maka akan semakin
mengingatkan kita pada rasa ikhlas untuk beribadah mengabdi pada Allah melalui
perbuatan yang akan kita lakukan. Keikhlasan ini juga akan semakin mendekatkan sepenuh jiwa raga kita
pada Allah (muroqobah). Orang yang ikhlas hanya mempunyai niat tulus mengharap
ridho Allah semata. Maka dengan niat ini, orang yang ikhlas akan selalu merasa
dekat dengan Allah, senantiasa merasa diawasi dan merasa dijaga oleh Allah agar
niatnya tidak melenceng dan agar hasil dari apa yang dilakukannya tetap dalam
rahmat Allah dan mendapat ridho-Nya sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an surat
ath-Thalaq di
akhir ayat ke 3: “… dan barang siapa berserah diri kepada Allah, maka Allah-lah yang
akan memeliharanya.” Selain
ikhlas dengan niat ibadah, kita juga harus yakin bahwa Allah akan senantiasa
memperhatikan serta menerima ibadah kita. Meski kita bukan orang yang
berpangkat, kita bukan seorang alim ulama, kita bukan seorang kyai, meski kita
hanya seorang manusia awam yang bodoh sekalipun, kita harus tetap yakin bahwa
Allah peduli pada kita. Sebuah hadits menyebutkan: Sahabat Abi Hurairah
ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Sesungguhnya Allah swt tidak
melihat (menilai) bentuk tubuh serta
kemolekan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai)
keikhlasan hatimu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga kita senantiasa mampu
meluruskan niat sehingga Allah menerima amal ibadah kita. Aamiin …
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar