buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Minggu, 03 November 2013

PENTINGNYA SEBUAH NIAT

Bulletin TELAGA JIWA
Susunan Redaksi: Pembina: MABIN TPQ Ma’arif NU Ponorogo. Penanggung Jawab: Ketua TPQ Ma’arif NU Kortan Ponorogo. Manager: Mahfud. Redaktur: Hadi PS, Dana AD, Eri WH, Rohmanuddin, Wasis W, Asyif NH. Editor: Marsudi. Keuangan: Herul Sabana. Alamat Redaksi: Ponpes Hudatul Muna Jenes Brotonegaran Ponorogo. Contact Persons: 085233977218 dan 085235666984 Website: Bulletin Telaga Jiwa TPQ NU Kortan Ponorogo (*9). group facebook: TELAGA JIWA TPQ NU Koortan Ponorogo 


Edisi  30 th IV :  25 Oktober 2013 M / 20 Dzul Hijjah 1434 H
PENTINGNYA SEBUAH NIAT
Penulis: Ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak Tonatan)
Segala puji bagi Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 29: “Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui. Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw yang telah membimbing umat manusia dari dunia kegelapan sampai ke dunia yang terang benderang yaitu dunia islam.
Kutipan ayat ke-29 dari surat Ali Imran di atas mengisaratkan bahwa apapun gerak-gerik kita, sesungguhnya telah diketahui oleh Allah. Bahkan niat yang ada dalam hati kitapun, yang belum kita ungkapkan pada orang lain, ternyata Allah juga mengetahui. Namun pengertian ini jangan sampai justru membuat kita menyepelekan perihal niat. Dalam setiap kegiatan yang kita lakukan, haruslah tetap kita niatkan sebagai bentuk pengabdian kita pada Allah. Hal yang sepele sekalipun, jika diniatkan sebagai salah satu bentuk ibadah, maka insyaAllah akan mendapat pahala juga. Dalil tentang hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua perawi yang sangat berkompeten di bidangnya yaitu Bukhari dan Muslim: “Setiap amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan setiap orang terserah pada apa tujuannya, maka barang siapa berhijrah kepada Allah dn Rasul-Nya akan mendapatkan keridhaan pahala hijrah dari Allah dan Rasul-Nya tersebut, dan barangsiapa berhijrah dengan tujuan menghimpun harta benda atau karena wanita yang ia sukai, maka hijrah tersebut sia-sia karena hanya akan mendapatkan harta dan wanita yang dituju.”

Hadits di atas memang mengungkapkan masalah hijrah yang dilakukan kaum muslimin dari Makkah ke Madinah, namun substansinya adalah masalah niat yang kemudian menjadi rumusan tujuan sebuah perbuatan. Asbabul wurud Hadits tersebut memang mencermati niat salah seorang peserta hijrahnya kaum muslimin. Secara lahiriyah memang terlihat seperti pada umumnya yang lain yaitu hijrah karena agama. Namun ternyata, terungkap bahwa hijrahnya hanya karena wanita yang ingin dikawininya. Peranan niat yang kemudian dilaksanakan sesungguhnya akan menen-tukan arah tujuan dan apa yang diperoleh.
            Karena manusia pada hakikatnya diciptakan hanya untuk beribadah pada Allah, sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat adz-Dzariyat ayat 56: “Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” maka selayaknya apapun yang kita lakukan dalam hidup memang diniatkan untuk ibadah. Hal-hal yang kelihatannya sepele, seperti makan dan minum, jika kita mulai dengan berdo’a dan diniatkan ibadah sebagai salah satu sarana agar badan menjadi kuat dalam shalat maka insyaAllah akan bernilai ibadah juga. Hal lain yang sekiranya telah menjadi kebiasaan rutin kita pun, jika diniatkan ibadah akan menjadi suatu nilai yang luar biasa. Mari kita cermati sebuah hadits berikut:  Sa'ad bin Abi Waqash ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Nafkah yang kamu keluarkan semata-mata mencari keridhaan Allah, akan mendatangkan pahala besar bagimu. Dan termasuk mendapat pahala besar pula nafkah yang kamu berikan kepada istrimu." (HR. Bukhari). Dalam konteks hadits ini, bekerja mencari nafkah akan bernilai ibadah yang membuahkan pahala jika diniatkan semata-mata mencari keridhaan Allah yang lazimnya kita sebut sebagai ibadah. Namun sebaliknya, jika kita bekerja tidak diniatkan sebagai ibadah maka yang kita dapatkan hanyalah harta saja tanpa ada pahalanya. Dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 134 menjelaskan bahwa: “Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. dan Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.” Dari beberapa dalil ini, kita harus menyadari betapa pentingnya sebuah niat bagi suatu perbuatan yang kita lakukan.
            Niat memang terletak di dalam hati dan tak seorangpun tahu. Namun Allah tetap mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati tersebut, meski niatnya hanya sepintas kilas sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 29. Oleh karenanya kita harus senantiasa meluruskan niat agar tidak melenceng dari ibadah serta meniatkan segala sesuatu yang meskipun kita anggap sepele sebagai sebuah ibadah. Sebuah metode tuntunan diberikan lagi dalam al-Qur’an surat al-Isra ayat 80: “Dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, masukkan aku secara masuk yang be-nar dan keluarkan (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.”  Tafsir ayat ini adalah memohon kepada Allah supaya kita memasuki suatu ibadah dan selesai daripadanya dengan niat yang baik dan penuh keikhlasan serta bersih dari riya’ dan dari sesuatu yang merusakkan pahala. Ayat ini juga mengisyaratkan kepada Nabi supaya berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Dan ada juga yang menafsirkan: memohon kepada Allah  supaya kita memasuki kubur (meninggal dunia) dengan baik (husnul khatimah) dan keluar daripadanya waktu hari-hari berbangkit (di akhirat) dengan baik pula. Karena itulah diperlukan adanya niat dalam melaksanakan suatu ibadah sehingga menjadi pijakan awal bagi kita dalam menuju keridhaan Allah.

            Dengan adanya niat sebelum kita melakukan suatu perbuatan, maka akan semakin mengingatkan kita pada rasa ikhlas untuk beribadah mengabdi pada Allah melalui perbuatan yang akan kita lakukan. Keikhlasan ini juga akan semakin mendekatkan sepenuh jiwa raga kita pada Allah (muroqobah). Orang yang ikhlas hanya mempunyai niat tulus mengharap ridho Allah semata. Maka dengan niat ini, orang yang ikhlas akan selalu merasa dekat dengan Allah, senantiasa merasa diawasi dan merasa dijaga oleh Allah agar niatnya tidak melenceng dan agar hasil dari apa yang dilakukannya tetap dalam rahmat Allah dan mendapat ridho-Nya sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an surat ath-Thalaq di akhir ayat ke 3: “… dan barang siapa berserah diri kepada Allah, maka Allah-lah yang akan memeliharanya.” Selain ikhlas dengan niat ibadah, kita juga harus yakin bahwa Allah akan senantiasa memperhatikan serta menerima ibadah kita. Meski kita bukan orang yang berpangkat, kita bukan seorang alim ulama, kita bukan seorang kyai, meski kita hanya seorang manusia awam yang bodoh sekalipun, kita harus tetap yakin bahwa Allah peduli pada kita. Sebuah hadits menyebutkan: Sahabat Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Sesungguhnya Allah swt tidak melihat (menilai) bentuk tubuh serta kemolekan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga kita senantiasa mampu meluruskan niat sehingga Allah menerima amal ibadah kita. Aamiin …
*********


Tidak ada komentar:

Posting Komentar