buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Minggu, 02 Maret 2014

DZIKRUL MAUT



      Edisi  08 th V : 21 Februari 2014 M / 21 Rabiul Akhir 1435 H
DZIKRUL MAUT
Penulis: ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, jenes)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah menciptakan manusia kemudian memberi kesempatan untuk hidup di muka bumi dan memanggilnya kembali untuk dimintai pertanggung jawaban. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai sebaik-baik suri tauladan yang harus diikuti agar nanti di akhirat, kita mampu untuk mempertanggung jawabkan semua amal perbuatan kita di dunia.
Kematian adalah sesuatu yang pasti terjadi sebagai mana tersirat dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 34: Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (ajal), maka apabila telah datang ajalnya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. Dan al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 102: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” Oleh karena itu kita haruslah mempersiapkan diri terhadap kematian yang datangnya tidak akan pernah memberi kabar terlebih dahulu. Maka dalam rangka persiapan tersebut, ada beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya adalah dzikrul maut (mengingat kematian). Adapun dzikrul maut ini bukan berarti menjadikan kita pesimistis terhadap kehidupan dunia kemudian melalaikan pekerjaan untuk mencari nafkah dan bersosialisasi dengan orang lain. Akan tetapi justru akan menjadi sugesti diri untuk menjadi manusia yang selalu terus bersemangat dalam hal-hal kebaikan dan setelah mati nanti akan dikenang sebagai orang baik.

Manusia hidup di dunia ini mempunyai tugas yang utama yakni beribadah kepada Allah swt, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat adz-Dzariyat ayat 56: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Dengan demikian, manusia harus mampu memanfaatkan kesempatan hidup sebelum datang kematiannya. Manakala kematian datang maka kesempatan untuk beramal sudah tidak ada lagi, pintu taubat sudah tertutup. Oleh karenanya aksi memanfaatkan masa hidup ini telah diingatkan oleh Rasulullah saw: “Gunakanlah yang lima sebelum datang yang lima: Masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, masa longgarmu sebelum datang masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR al-Hakim; sanadnya shahih). Adapun kematian itu sudah pasti datangnya dan tak ada satu pun manusia yang mampu menolak kodrat sebagai makhluk yang pasti akan berakhir sebagaimana ditetapkan oleh Allah swt dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 185: Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan kematian”. Dan apabila kematian datang, maka tak dapat dibuat maju atau mundur datangnya, manusia tak mampu menghindar atau menghalangi, sebagaimana firman Allah swt dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 16: “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.”
Secara umum, kematian merupakan perkara yang tidak disukai manusia. Sebagaimana manusia membenci perang, dimana perang mengakibatkan sakit dan tak jarang menyebabkan kematian. Al-Qur’an telah menjelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 216: "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allâh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." Sesungguhnya secara hakikat, kematian merupakan salah satu bentuk ujian terhadap manusia. Secara hukum alam terhadap makhluk, jika setelah malam tentulah siang, jika hidup pastilah mati, jika bersama pastilah berpisah, jika memiliki pastilah kehilangan. Oleh karenanya agama islam telah memberikan tuntunan bagaimana cara menghadapi problematika hidup jika hal tersebut terjadi, sebagaimana termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 155-157: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan 'Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn'. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."

Namun hikmah di balik kematian sebagai hal yang tidak disukai, sesungguhnya kematian juga merupakan nasehat bagi manusia. Sebagaimana hadits Rasulullah saw yang pernah bersabda: “Cukuplah kematian sebagai nasehat bagimu” (HR Ibnu Majah). Dalam konsep ini, nasehat yang dimaksud yakni manusia itu pada hakikatnya tidak memiliki sesuatu bahkan nyawa pun bukan miliknya. Hal ini terbukti, manakala Allah menghendaki untuk mengambilnya manusia tak mampu untuk menghalangi dengan cara apapun. Oleh karenanya mengingat kematian (dzikrul maut) sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw melalui hadits: "Perbanyaklah mengingat-ingat sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan" (HR at-Tirmidzi), dan juga hadits yang senada: "Perbanyaklah mengingat kematian, sebab yang demikian itu akan menghapus dosa dan menyebabkan timbulnya kezuhudan di dunia" (HR Ibnu Abid Dunya).
Orang yang ingat kematian maka akan ingat pada kehidupan setelah kematian, dimana setiap manusia akan dimintai pertanggung jawaban atas amal  perbuatan mereka selama hidup di dunia. Dengan demikian akan menimbulkan semangat untuk beramal baik, dan tidak panjang angan-angan hidup selamanya di dunia. Selain itu, orang yang senantiasa dzikrul maut maka secara otomatis termasuk golongan orang yang cerdas jika dilihat dari perspektif religius. Hal ini sinkron dengan hadits yang sanadnya berasal dari Ibnu Umar ra, dia berkata: “Aku datang menemui Rasulullah saw. Kemudian berdirilh seorang lelaki dari golongan anshar dan bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah gerangan orang yang paling cerdas dan bijak?” Rasulullah menjawab: “Orang yang paling banyak mengingat mati dan yang paling banyak mencari bekal untuk kematian, merekalah yang pergi meninggalkan dunia ini dengan mulia dan kemuliaan di akhirat.” (HR ath-Thabrani)
Semoga kita termasuk orang yang senantiasa ingat pada kematian, sehingga senantiasa menyiapkan diri sewaktu-waktu malaikat ‘Izrail datang menghampiri. Namun, apakah persiapan kita sudah matang? Mari kita muhasabah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar