buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Minggu, 04 Mei 2014

PERLINDUNGAN ALLAH



      Edisi  17 th V : 25 April 2014 M / 25 Jumadil Akhir 1435 H
PERLINDUNGAN ALLAH
Penulis: ust. Herul Sabana  (TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Segala puji dalam alam ini hanyalah bagi Allah yang telah menciptakan segala sesuatu kemudian mengatur dan melindunginya. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan pada penuntun umat manusia sampai akhir jaman, yang menjadi suri tauladan bagi kita yaitu Nabi Muhammad saw.
            Setiap dari kita pasti sudah mengenal sifat Allah yang Rahman dan Rahim, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Selaras dengan itu, selayaknya kita mengetahui bagaimana tips agar mendapatkan “kasih sayang” Allah tersebut. Al-Qur’an melalui ayat-ayatnya telah banyak menggambarkan bagaimana ciri-ciri orang yang mendapatkannya. Dan secara global hal tersebut tersirat dalam surat Ali Imran ayat 31: “Katakanlah (Muhammad): jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, pasti Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.”
Ketika kita mencintai seseorang, maka bisa dipastikan kita akan mengasihi dan menyayanginya. Apa yang menjadi keperluannya, kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhinya. Kita tidak akan membiarkan orang yang kita cintai tersebut sengsara ataupun menderita. Hal seperti itu pulalah yang dilakukan Allah terhadap hamba yang dicintai-Nya. Kalau toh hamba tersebut di dunia kelihatannya mengalami berbagai cobaan, sesungguhnya hal tersebut hanyalah wujud kasih sayang Allah yang ingin menguji dan menaikkan derajat hamba yang dicintai. Oleh karena itu, kita harus mampu membedakan orang yang dicintai Allah yang mendapatkan ujian, dengan orang yang hanya mendapatkan azab dari Allah saja.

Rasulullah saw pernah menyampaikan bahwa ada tiga golongan orang yang mendapat kasih sayang, perlindungan dan pendampingan dari Allah, yaitu
    1.     Orang yang rajin pergi ke masjid untuk beribadah hanya dengan niat karena Allah semata. Hal ini karena pada hakikatnya masjid adalah tempat suci untuk beribadah sehingga biasa disebut sebagai rumah Allah. Memasuki masjid berarti menjadi tamu bagi Allah. Jika di dalam masjid tersebut kita melaksanakan shalat, dzikir dan berdo’a berarti kita sedang berbincang-bincang dengan Allah. Jika kita sering bertamu ke rumah Allah, menghadap Allah dengan menyampaikan segala hajat kita, maka tentunya Allah akan memperhatikan dan mencurahkan kasih sayang-Nya pada kita. Perlindungan serta pendampingan juga akan kita nikmati dari Sang Maha Kuasa. Dan atas kemurahan Allah, ketika kita berangkat mengayunkan langkah menuju masjid saja sudah akan dihitung sebagai ibadah yang berhak atas kompensasi pahala yang luar biasa, sebagaimana termaktub dalam hadits: “Dari Abu Hu-rairah ra, bahwasanya Nabi saw bersabda: Barangsiapa bersuci di rumahnya lalu berangkat menuju masjid untuk menegakkan shalat fardlu, maka setiap ayunan langkah kanan kirinya akan melepaskan dosa dan mengangkat derajatnya.” (HR Muslim). Masih banyak lagi hadits yang mengungkapkan fadhilah berangkat menuju masjid, Diantaranya: “Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda: Ba-rangsiapa (istiqomah) pergi ke masjid di pagi atau petang maka Allah akan menyiapkan hidangan di surga pada setiap pagi dan petangnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Padahal siapapun yang punya hak untuk menyantap hidangan surga, pada hakikatnya dia adalah penghuni surga.
    2.     Yang kedua adalah orang yang rajin silaturrahmi atau menyambung tali ukhuwah Islamiyah ataupun persaudaraan hanya karena Allah semata, bukan karena urusan bisnis atau jabatan atau hal-hal keduniawian lain. Banyak sekali dalil-dalil yang membahas masalah silaturrahmi ini, diantaranya adalah al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 10: “Kehidupan orang muk-min itu bersaudara, oleh sebab itu damaikanlah antara dua saudaramu itu.” Kemudian juga hadits riwayat Bukhari: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lain. Dia tidak mendholiminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti…”. Lalu ada lagi hadits dari sahabat Abdirrahrnan bin ‘Auf ra berkata; Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Allah swt telah berfirman: Aku adalah Allah Yang Maha pengasih, Aku telah menciptakan persaudaraan, kemudian Aku beri nama dengan sebagian nama Ku. Barangsiapa menyambung tali persaudaraan berarti dia telah menyambung tali keridhaan-Ku Dan barangsiapa memutus tali persaudaraan, berarti dia telah memutus tali keridhaan-Ku." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

3.      Yang ketiga adalah orang yang berhaji ataupun berumrah dengan niat karena Allah saja. Seperti kita ketahui bahwa untuk berhaji atau umrah memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sungguh diperlukan keikhlasan yang tinggi untuk melaksanakannya. Dan Allah memberikan balasan pahala ibadah haji atau umrah dengan pahala yang tak terkira sehingga hajinya menjadi haji mabrur. Kebahagiaanlah bagi orang-orang yang mampu mencapai haji mabrur. Terkait titel sebagai orang kaya atau-pun orang miskin, namun saat beribadah haji semuanya sama saja. Ketika berada di padang arafah, semuanya hanya mengenakan pakaian ihram yang tidak berbeda jauh. Hal ini melambangkan bahwa setelah hari kiamat dan manusia dibangkitkan kembali, maka keadaannya sama semua. Tidak ada lagi gelar keduniaan, tidak ada lagi perbedaan kasta ataupun pangkat. Selayaknya kita memikirkan hal tersebut agar kita semakin berhati-hati menjaga ketakwaan da-am rangka menghadapi hari kiamat yang tidak diketahui kapan terjadinya, sebagaimana tersirat dalam Qur’an surat Thaha ayat 15: “Sesungguhnya hari kiamat itu (pasti) akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia kerjakan.”

Demikianlah diantara golongan-golongan orang yang mendapatkan kasih sayang dan perlindungan dari Allah. Sesungguhnya jika seorang hamba sudah mampu mencapai maqam/tingkatan ini, maka tidak ada lagi kekhawatiran apapun baginya. Sebab dia akan merasa yakin bahwa Allah selalu mendampingi perjalanan hidupnya, yang berarti Allah akan senantiasa menentukan hal-hal terbaik baginya. Dalam konteks inilah kemudian terimplementasi menjadi konsep ikhtiyar yang berlanjut ke tawakkal dan berujung qonaah. Kesemuanya itu harus didasari dengan iman dan takwa yang selalu ditingkatkan demi terwujudnya insan kamil.
       Semoga kita mendapat ridha dari Allah swt untuk menjadi salah satu diantara sedikit hamba-Nya yang terpilih mendapatkan kasih sayang dan perlindungan-Nya. Aamiin…
*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar