buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 30 Mei 2014

KERUKUNAN BERAGAMA



Edisi 22 th V : 30 Mei 2014 M / 1 Sya’ban 1435 H
KERUKUNAN BERAGAMA
Penulis: ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt, Sang Pencipta alam semesta yang telah berfirman melalui al-Qur’an surat Yunus ayat 99 yang artinya: “dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang ada di muka bumi. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai sebaik-baik suri tauladan dalam pembinaan iman bagi segenap umat manusia.
Seperti kita ketahui bersama bahwa di negara kita tercinta Indonesia, terdapat 6 agama yang diakui yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Oleh karenanya setiap warga negara berhak memeluk agama sesuai dengan keyakinannya sebagaimana tertuang dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1 dan 2 yaitu: (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.  Dengan demikian kita tidak diperbolehkan memaksakan agama tertentu kepada warga Negara Indonesia. Kemerdekan beragama ini dilindungi oleh Undang-Undang. Namun bukan berarti Indonesia melegalkan atheisme, orang yang tidak memilih agama tertentu. Indonesia tetaplah mewajibkan warga negaranya untuk memeluk salah satu agama yang diyakininya. Pemaksaan untuk memilih agama tertentu selain bertentangan dengan aturan negara Indonesia juga bertentangan dengan al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 256 yang artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).”

Agama yang beranekaragam merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini sudah disinggung dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 99 sebagaimana tertulis di awal bulletin ini. Meski demikian, dakwah haruslah tetap dijalankan. Kewajiban kita adalah meyakini bahwa agama Islam adalah agama yang haq dan paling benar kemudian menyampaikannya pada orang lain. Keyakinan tentang agama Islam ini berdasarkan al-Qur’an surat Ali Imran ayat 15 yang artinya: Barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka ia tidak akan diterima dan kelak di akhirat tergolong orang-orang yang merugi. Kemudian dilanjutkan ayat ke 19 yang artinya: “Sungguh agama yang diridlai di sisi Allah adalah Islam.” Serta ayat ke 83 yang artinya: Apakah selain agama Allah yang mereka cari, padahal hanya kepada-Nya tunduk siapapun yang ada di langit-langit dan di bumi baik karena taat maupun terpaksa. Dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan. Demikian juga dalam surat al-Ma'idah ayat 3, Allah menegaskan: “Hari ini Aku telah sempurnakan bagimu agamamu dan Aku telah cukupkan bagimu nikmat-Ku dan aku telah meridlai Islam sebagai agama untukmu. Dengan ayat-ayat tersebut di atas cukup untuk meneguhkan hati kita untuk meyakini bahwa Islam merupakan agama yang haq dan paling benar.
Terlepas dari keyakinan kita bahwa agama Islam merupakan agama yang haq dan paling benar, namun adanya perbedaan agama di Indonesia ini jangan sampai menyebabkan perpecahan. Kerukunan antar umat beragama merupakan implementasi hifdzu al-Diin salah satu dari Maqasid al-Syar’i. Kerukunan hidup beragama juga erat kaitannya dengan hifdz al-nafs, karena hilangnya kesadaran akan pentingnya menjaga kerukunan dan kedamaian dalam beragama berpotensi menimbulkan konflik yang mengancam keselamatan jiwa manusia. Lalu bagaimana konsep-konsep yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dalam rangka menjaga kerukunan dalam masyarakat majemuk yang beranekaragam agamanya? Berikut adalah beberapa konsep dari Rasulullah saw yang tepat untuk diterapkan:
Bersikap lemah lembut terhadap non muslim. Ketika Rasulullah saw duduk bersama para sahabatnya, seorang pendeta Yahudi bernama Zaid bin Sa'nah masuk menerobos shaf, lalu menarik kerah baju Rasul dengan keras seraya berkata kasar, "Bayar utangmu, wahai Muhammad, sesungguhnya keturunan Bani Hasyim adalah orang-orang yang selalu mengulur-ulur pembayaran utang." Melihat hal tersebut, Umar bin Khattab ra langsung berdiri dan menghunus pedangnya seraya berkata: "Ya Rasulullah, izinkan aku menebas batang lehernya." Rasulullah saw menyahut: "Bukan berperilaku kasar seperti itu aku menyerumu. Aku dan Yahudi ini membutuhkan perilaku lembut. Perintahkan kepadanya agar menagih hutang dengan sopan dan anjurkan kepadaku agar membayar utang dengan baik." Tanpa

terduga pendeta Yahudi berkata lembut: "Demi Allah yang telah mengutusmu dengan haq, sejatinya aku datang kepadamu bukan untuk menagih hutang. Aku datang sengaja untuk menguji akhlakmu. Aku membaca sifat-sifatmu dalam kitab Taurat. Semua sifat itu telah terbukti dalam dirimu, kecuali satu yang belum aku coba, yaitu sikap lembut saat marah. Dan aku baru membuktikannya sekarang. Oleh sebab itu, aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad adalah utusan Allah. Adapun piutang yang ada padamu, aku sedekahkan untuk orang Muslim yang miskin."
Ø Menghormati non muslim, Pada suatu saat, ada rombongan jenazah yahudi lewat, Rasulullah pun bangkit berdiri (sebagai sikap penghormatan). Para sahabat protes: “Wahai Rasulullah, jenasah tersebut orang yahudi?” Rasulullah pun menjawab: “Bukankah dia manusia?” Jawaban dari Rasulullah saw ini sungguh sangat arif. Jawaban yang berupa pertanyaan bersifat retoris “Bukankah dia manusia?” ini penting, sebab dari kalimat inilah kita mampu membangun konsep hubungan antar manusia, tidak ada lagi “kami” dan “mereka”. Yang ada kita “manusia”. Di atas kalimat itu pula, hilang segala sekat yang biasanya membatasi hubungan kita dengan orang orang yang berbeda, baik agama, budaya, status sosial, dan lain sebaginya. “Bukankah dia manusia”, adalah kalimat yang mendobrak segala kebekuan yang ada, yang mengembangkan sikap toleran terhadap siapapun.
Dan masih banyak lagi contoh sikap toleransi terhadap non muslim. Hal ini sangat dianjurkan selama bukan masalah aqidah dan ibadah, yang memang sudah dibatasi dan ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Kafirun ayat 6 yang artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku." Demikianlah, perbedaan agama bukan suatu alasan untuk memecah belah Indonesia. Ada baiknya segenap lapisan masyarakat muslim, apapun manhajnya agar bersikap moderat, tidak radikal yang menyebabkan perpecahan, permusuhan serta pertumpahan darah. Namun juga tidak boleh bersikap liberal yang mengakui semua agama benar dan kemudian mencampur adukkan aqidah dan ibadah. Semoga Allah swt meridlai bangsa dan negara tercinta ini. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar