buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 30 Mei 2014

SASTRA DALAM QUR’AN


Edisi 22 th V : 23 Mei 2014 M / 23 Rajab 1435 H
SASTRA DALAM QUR’AN
Penulis: ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt, Sang Pencipta alam semesta yang telah menggariskan tuntunan hidup bagi manusia melalui al-Qur’an yang begitu dahsyat kemu’jizatannya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai sebaik-baik suri tauladan yang telah menunjukkan jalan yang lurus bagi umatnya.
Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar nabi Muhammad saw. Kemukjizatan tersebut bisa dilihat dari beberapa sisi. Terutama dalam masa-masa awal dakwah di Makkah, kemukjizatan al-Qur’an sangat terlihat pada sisi-sisi sastranya. Kedahsyatan sastra al-Qur’an saat itu bisa membuat manusia terkagum-kagum baik yang akhirnya menjadi mukmin seperti Umar bin Khaththab maupun yang akhirnya tetap kafir seperti Walid bin Mughirah. Tidaklah aneh jika Sayyid Quthub menyebutnya sebagai sihir al-Qur’an yang tak terkalahkan. Maksud kata sihir di sini, bukanlah sihir seperti pengertian umum, tapi hanya sebagai ungkapan kehebatan kalimat-kalimat dalam al-Qur’an yang penuh makna saja. Pengungkapan kata penuh makna yang terdapat dalam al-Qur’an itu kemudian dipelajari menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri yang disebut Balaghatil Qur’an.
Kekuatan sastra al-Qur’an merupakan faktor yang sangat penting bagi masuk Islamnya generasi awal dakwah Nabi. Hal ini berbeda dengan masuk Islamnya generasi-generasi selanjutnya, yang bisa jadi karena simpati mereka terhadap kesempurnaan syariat Islam, karena mereka menyaksikan bahwa Nabi selalu menang dan ditolong oleh Allah, karena terkesan dengan akhlaq Nabi, atau karena sebab-sebab lain yang barangkali melibatkan Al-Qur’an namun bukan sebagai faktor utama.

Bagaimana di kala itu al-Qur’an bisa mempengaruhi bangsa Arab sedemikian rupa? Bagaimana pula mereka yang mukmin maupun yang kafir sama-sama mengakui adanya kekuatan pesona al-Qur’an? Sebagian pakar menjawab bahwa hal itu disebabkan kesempurnaan syariat yang ditetapkan oleh al-Qur’an, juga kabar berita prediksi yang terbukti kebenarannya setelah beberapa tahun (misalnya prediksi kemenangan bangsa Rumawi atas Persia), atau kandungan ayat-ayat ilmiah tentang astronomi, geologi, biologi dan lain sebagainya, yang di kemudian hari dapat dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan peralatan modern dan canggih. Sesungguhnya tinjauan semacam itu hanyalah menetapkan kelebihan al-Qur’an sesudah sempurnanya. Hebatnya lagi, semua ayat-ayat tentang berbagai macam kandungan tersebut, dibungkus dalam tatanan bahasa indah yang kualitasnya melebihi sastra manapun. Dalam mengapresiasi sastra al-Qur’an, setidaknya kita membutuhkan dua bekal. Pertama, penguasaan bahasa Arab untuk bisa memahami makna ayat-ayatnya. Kedua, ketajaman dan sensitivitas perasaan sastra. Tanpa bekal ini, bisa jadi kita akan mengalami kesulitan dalam menikmati keindahan dan kelezatan lantunan ayat-ayat al-Qur’an.
Berikut ini kita akan melihat beberapa bentuk sastra atau gaya pengungkapan dalam al-Qur’an yang sangat tinggi nilai sastranya. Bentuk-bentuk yang akan disuguhkan terutama adalah bentuk-bentuk yang sederhana, yang bisa dirasakan oleh orang-orang yang awam dalam ilmu balaghah sekalipun (ilmu Balaghah ialah ilmu untuk menerapkan (mengimplementasikan) makna dalam lafadz-lafadz yang sesuai. Tujuan ilmu balaghah yaitu mencapai efektifitas dalam komunikasi antara penulis dan pembaca atau antara pembicara dengan pendengar). Hal ini karena kebanyakan bentuk-bentuk berikut bukanlah tema-tema yang biasa dikemukakan dalam buku-buku balaghah:
Ø Persajakan
Hampir seluruh ayat-ayat Makkiyah (ayat-ayat yang diturunkan di Makkah pada masa sebelum hijrah ke Madinah) menyerupai untaian bait-bait syair, yang salah satu cirinya ialah adanya kesamaan qafiyah (rima). Sekedar sebagai contoh, kita bisa melihat surat an-Naas, al-Ikhlash, al-Qadr, asy-Syams, dan lain-lain. Hal lain yang cukup menarik ialah  bahwa dalam kebanyakan ayat pergantian sajak senantiasa dibarengi pergantian tema (kalau dalam prosa, mirip dengan pergantian paragraf).  
Ø Keseimbangan panjang ayat
Sekedar sebagai contoh, mari kita perhatikan surat al-Insyirah atau asy-Syams. Panjang ayat yang satu dan yang lainnya bisa dikatakan seimbang atau sama. Apabila untaian ayat-ayat tersebut dilantunkan, keseimbangan panjang ayat tersebut akan menghasilkan irama yang sangat nikmat.

Ø Repetisi (pengulangan)
Repetisi yang dimaksudkan disini mempunyai beberapa bentuk, diantaranya pengulangan kalimat seperti dalam contoh berikut ini.

كلا سوف تعلمون × ثم كلا سوف تعلمون×  (QS at-Takatsur ayat 3-4)
فان مع العسر يسرا × ان مع العسر يسرا ×  (QS al-Insyirah ayat 5-6)
Bentuk-bentuk repetisi tersebut tidak hanya menyatakan penegasan dari sisi makna, namun juga menghasilkan keindahan dari sisi irama apabila dibaca dengan taghoni ataupun tilawah.
Ø Pemakaian huruf-huruf dalam kata yang sangat representatif terhadap makna atau suasana makna
Sebagai contoh, mari kita perhatikan surat an-Naas. Rima dan dominasi huruf sin menggambarkan suasana hati yang diliputi rasa was-was. Demikian pula kalau kita perhatikan surat al-Qiyamah ayat 26-27 berikut ini.
  
“Sekali-kali jangan. apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan, dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang dapat menyembuhkan?",
Rima dan dominasi huruf qaf menggambarkan suasana sesak di saat-saat sakaratul maut. Suasana yang sulit terbayangkan, sebagaimana sulitnya kita melafalkan huruf qaf dengan makhraj yang benar, bahkan tentu saja situasi sakaratul maut lebih sulit dari itu. Dari sini pula, kita menjadi paham betapa pentingnya menjaga makhraj dan sifat huruf saat membaca al-Qur’an. Kesalahan dalam makhraj dan sifat huruf bukan hanya bisa menimbulkan perubahan makna namun juga bisa menghilangkan suasana maknanya sebagaimana yang kita lihat dalam beberapa contoh diatas.
Yang tertulis dalam artikel pendek ini tentu saja masih belum mampu mengungkap secuilpun kehebatan sastra al-Qur’an, karena masih banyak hal yang bisa dikaji dari kehebatan gaya bahasa al-Qur’an. Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu mencintai al-Qur’an dengan istiqamah. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar