Edisi 39 th V : 26 September 2014 M / 1
Dzul Hijjah 1435 H
ZUHUD
Penulis: ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji
hanyalah milik Allah swt, yang telah berfirmaan dalam al-Qur’an surat al-Hadid
ayat 20: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur, dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya, dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, sang
suri tauladan kezuhudan.
Secara bahasa,
zuhud artinya menjauhi atau meninggalkan. Sedangkan menurut istilah, zuhud
adalah berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat materi
atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan menginginkan sesuatu wujud yang
lebih baik dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirat. Orang yang zuhud
tidak menjadikan dunia sebagai tujuan akhir, karena tujuan akhir adalah ridha
Allah swt dan kebahagiaan akhirat. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Hadid
ayat 20 bahwasanya dunia ini hanyalah mata’ul ghurur, hanya sendau gurau
yang bersifat menipu. Sesorang yang zuhud tidak ingin tertipu oleh gemerlapnya
dunia. Pertimbangannya sederhana saja: apalah gunanya kebahagiaan di dunia yang
sementara tetapi membawa kesengsaraan di akhirat yang kehidupannya abadi.
Sesuatu yang tidak seberapa dibanding sesuatu lain yang luar biasa.
Secara kodrati manusia memang memiliki hawa nafsu sebagaimana
dijelaskan dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 14: "Diperhiaskanlah
untuk para manusia itu –yakni diberi perasaan bernafsu- untuk mencintai kesyahwatan-kesyahwatan
dari para wanita, anak-anak, kekayaan yang berlimpah-limpah dari emas dan perak,
kuda yang bagus, binatang ternak dan sawah ladang. Demikian itulah kesenangan kehidupan
dunia dan di sisi Allah ada tempat kembali yang sebaik-baiknya."
Hal inilah yang akan menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lain.
Malaikat tidak memiliki nafsu dan keinginan. Tatkala manusia mampu menahan
nafsunya, maka bisa jadi derajatnya akan mengungguli derajat malaikat. Namun
sebaliknya manusia yang dikalahkan oleh nafsu, maka ia akan mendekati rendahnya
derajat iblis.
Orang yang di dalam hatinya tidak ada zuhud, hatinya tidak akan puas
atas harta yang dimilikinya. Dalam hal ini. al-Qur’an surat At-Takatsur ayat
1-5 telah memberikan sinyalemen sebagai berikut: “Bermegah-megahan telah
melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang
yakin.” Maksud dari ayat ini adalah orang yang mencurahkan waktu,
tenaga dan pikiran siang malam hanya untuk berlomba-lomba dalam memperbanyak
harta maka sesungguhnya dia sudah lalai dari tujuan hidupnya. Seandainya
orang-orang seperti itu mengetahui akibatnya, maka tentu tidak akan melakukannya.
Semuanya hanya akan sia-sia belaka. Mereka justru akan diperbudak oleh
hartanya.
Adapun orang yang zuhud akan dicintai oleh Allah swt, bahkan makhluk
pun akan mencintai orang yang zuhud. Sebagaimana keterangan sebuah hadits yaitu
Sahal bin Sa'ad as-Sa'idi ra berkata: "Ada seorang lelaki
datang kepada Nabi saw, lalu berkata: "Ya Rasulullah, tunjukkanlah padaku sesuatu
amalan yang apabila amalan itu saya lakukan, maka saya akan dicintai oleh Allah
dan juga dicintai oleh seluruh manusia." Beliau saw bersabda:
"Berzuhudlah di dunia, tentu engkau dicintai oleh Allah dan berzuhudlah dari
apa yang dimiliki oleh para manusia, tentu engkau akan dicintai oleh para manusia."
Hadits ini derajatnya hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan
lain-lainnya dengan isnad-isnad yang baik. Satu hal yang harus kita pahami
bahwa dalam era serba modern ini, manusia tidak mungkin terlepas dari harta
dunia. Kekuatan finansial sangat diperlukan demi kelangsungan kehidupan. Oleh
karenanya umat islam tidak harus miskin harta, sebab harta juga sangat
dibutuhkan demi perjuangan Agama Islam. Selama mencari harta adalah untuk
tujuan kebaikan yakni untuk pemenuhan keluarga, perjuangan Agama, tentu hal ini
tidak dikategorikan sebagai dunia yang hina. Memenuhi kebutuhan keluarga adalah
hajat kita. Memperjuangkan agama juga hajat kita. Menurut Imam Ghozali, Sesuatu
yang merupakan hajat tidak dikategorikan dengan dunia.
Kemudian masih terkait dengan kehidupan zuhud di dunia,
maka Imam Ghozali sudah berfatwa: “Mencari bekal akhirat adalah lebih utama
dari mencari bekal dunia.” Fatwa ini
merujuk pada sebuah hadits Rasulullah saw yang diriwayat-kan oleh Muslim: “Jika
seseorang mati maka ada 3 hal yang mengantarkannya ke kubur, yang 2 pulang
kembali dan yang 1 akan mengikutinya. Yang 2 adalah keranda dan kerabat
keluarganya, sedangkan yang 1 adalah amalnya.” Kematian adalah akhir
kehidupan di dunia dan awal kehidupan di alam kubur sebelum hari kiamat datang.
Di alam kubur ini, manusia sudah tidak mampu berbuat
apa-apa lagi. Manusia akan merasakan hasil dari kehidupan di dunia. Jika ketika
di dunia hanya mengumbar hawa nafsu menikmati dunia tanpa kontrol, maka segala
amal buruknya akan menjelma menjadi makhluk buruk menyeramkan yang selalu
mengganggu dan menyebabkan kehidupan di kubur menjadi seperti salah satu lubang
di neraka.
Pada
hakikatnya, hidup di dunia ini adalah untuk mengabdi pada Allah sehingga
mendapatkan rahmat serta ridha-Nya. Karena itulah kita diberi tuntunan oleh
Rasulullah saw agar tidak salah langkah dalam pencarian rahmat serta ridha
tersebut. Tuntunan Rasulullah saw yang terangkum dalam konsep keimanan dan
ketakwaan akan menjadikan kita sebagai manusia yang seutuhnya, menjadi insan
kamil yang mendapatkan kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat. Adapun
yang lebih penting sesungguhnya adalah kebahagiaan akhirat karena kehidupan
akhirat adalah abadi sedang kehidupan dunia adalah hanya sementara saja. Oleh
karenanya zuhud terhadap duniawi merupakan sebuah kunci untuk membuka jalan
tuntunan Rasulullah saw.
Jika seseorang sudah
meyakini kehidupan akhirat, maka tentunya akan senantiasa zuhud dalam setiap
hembusan nafasnya dan menginginkan akhir yang baik dalam hembusan nafas
terakhirnya (khusnul khatimah). Dan jika hal tersebut dapat tercapai, maka kebahagiaan sudah
menanti. Lubang kubur akan menjadi taman surga yang begitu indah. Tak ada
ketakutan maupun keraguan. Kemudian kampung akhirat yang indah akan ditemukan
juga, untuk kemudian khalidina fiha abadan. Semoga kita termasuk orang-orang yang
mendapatkan hal-hal tersebut. Aamiin…
*********