Edisi
37 th V : 12 September 2014 M / 17 Dzul Qa’dah 1435 H
TAWAKKAL
Penulis: ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji
hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran
ayat 159: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah
kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan pada nabi Muhammad saw yang telah menunjukkan
bagaimana tatacara berikhtiyar dan bertawakkal dengan benar.
Ikhtiyar dalam bahasa
Arab berasal dari kata khair yang artinya baik. Ikhtiyar dapat didefinisikan sebagai sebuah usaha yang
sungguh-sungguh dengan menempuh cara yang baik yang tidak bertentangan dengan
syariat agama dengan disertai doa kepada Allah agar usahanya tersebut dapat
berhasil. Dalam ikhtiyar sesungguhnya terkandung pesan sebuah
ketakwaan, yakni bagaimana kita memilih sebuah solusi dengan tetap
memperhatikan bahwa solusi tersebut merupakan jalan kita untuk melaksanakan
perintah Allah tanpa menyentuh larangan-Nya. Oleh karena itu jika melakukan
sebuah usaha meskipun sungguh-sungguh namun tidak sesuai dengan syariat Islam,
maka tidaklah dapat disebut sebagai ikhtiyar. Misalnya: saat keluarga
butuh uang untuk keperluan yang mendesak, kemudian melakukan tindak pencurian,
maka hal ini bukanlah sebuah ikhtiyar.
Tawakkal secara bahasa Arab berarti bersandar
atau mempercayai diri. Dalam hal ini tawakkal adalah sikap bersandar dan
mempercayakan diri kepada Allah, atau menyerahkan sepenuhnya hasil ikhtyiar
tersebut kepada Allah swt. Atau dalam definisi yang lain, tawakkal adalah
membebaskan diri dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan
keputusan segala sesuatunya kepada-Nya. Tawakkal
merupakan suatu sikap mental seseorang yang tumbuh dari keyakinannya kepada Allah. Dalam tauhid, kita diajari
untuk meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya serta Allah
Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Keyakinan inilah yang menjadi pondasi sikap
penyerahan segala hasil ikhiyar dari solusi persoalannya kepada Allah. Dengan
keyakinan ini, kita dapat menenangkan hati serta dapat berbaik sangka terhadap
segala sesuatu yang terjadi. Dari konsep ini kita dapat menyatakan bahwa tawakkal
adalah salah satu buah keimanan. Setiap orang yang beriman akan menyandarkan
dan menyerahkan semua urusan kehidupan beserta semua manfaat maupun mudharat
kepada Allah. Kepasrahan ini merupakan sebuah keyakinan bahwa Allah tidak akan
pernah terlena untuk memperhatikan kita. Dalam al-Qur’an surat Hud ayat 123
disebutkan: “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi
dan kepada-Nya dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah
kepada-Nya. Dan sekali-sekali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”
Yang harus digaris bawahi dari konsep tawakkal adalah sangat
diperlukannya ikhtiyar. Kita tentu tidak boleh menyatakan bertawakkal jika kita
tidak berikhtiyar terlebih dahulu. Kita tidak boleh hanya berpangku tangan dan
mengharap segala sesuatunya terjadi dan berimbas keberuntungan. Jika seperti
itu maka sama saja dengan menghayal. Rasulullah saw telah memberikan sebuah
gambaran dari konsep ikhtiyar dan tawakkal: “Jika saja kamu sekalian bertawakkal
kepada Allah dengan sepenuh hati niscaya Allah akan memberikan rezeki untukmu
sekalian, sebagaimana Dia memberinya kepada burung; burung itu pergi dalam
keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi &
Ibnu Majah). Dalam hadits ini jelas tergambarkan bahwa burung pergi, dalam hal
ini tentu pergi terbang mencari makanan sehingga mendapatkan makanan dan baru
kembali ke sarangnya. Jika burung tersebut tidak terbang mencari makanan, maka
tentunya dia hanya akan kelaparan di dalam sarangnya. Begitu juga dengan
manusia. Jika burung yang hanya memiliki insting saja bisa mencari rezeki,
seharusnya manusia yang telah dikaruniai akal dan pikiran dapat lebih baik dari
burung.
Jika kita sudah melaksanakan ikhtiyar dan memantapkan tawakkal, maka
hal yang tidak kalah pentingnya adalah qanaah. Kita bisa membuat perumpamaan
bahwa ikhtiyar adalah pangkalnya, tawakkal adalah tengahnya, dan qanaah adalah
ujungnya. Konsep qanaah sangat dekat dengan syukur. Qanaah merupakan sikap
menerima segala yang terjadi dengan penuh keyakinan husnudzdzan pada Allah
bahwa hal yang
terjadi tersebut
adalah yang terbaik. Kemudian menerima segala sesuatunya dengan lapang dada.
Penerimaan ini tentu disertai rasa syukur pada Allah. Jika kita mampu
melaksanakan konsep ini, maka sungguh segala yang terjadi akan terasa nikmat.
Bukankah Allah telah berfirman dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 7: “Dan
ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan: ”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” Dalam ayat ini jelas
digambarkan bahwa yang ditambahkan adalah nikmat. Bisa jadi ketika kita
bersyukur atas rezeki kita secara kuantitas atau jumlah tidak bertambah, namun
secara kualitas (rasa) menjadi bertambah nikmat. Misalnya: seorang pedagang
berangkat ke pasar, membuka los pasarnya, menjajakan dagangan pada pengunjung
pasar yang lewat. Inilah tahapan ikhtiyarnya. Maka si pedagang senantiasa
berdoa dan mengharap Allah membukakan kehendak para pengunjung pasar agar
mampir dan membeli dagangannya. Si pedagang tidak meminta “penglaris”, namun
hanya doa dan kepasrahan pada Allah. Ketika kemudian di sore hari dia hanya
mendapatkan laba Rp 25 ribu, maka dia qanaah dan tetap bersyukur. Kejadian
seperti ini seringkali terulang. Ternyata di balik rezekinya yang pas-pasan,
Allah telah memberikan nikmat yang tiada tara. Pertama yaitu nikmat iman dan
islamnya. Kemudian kesehatannya sehingga dapat terus beraktifitas. Istri dan
anak di rumah juga mudah diatur dan tidak menuntut banyak hal. Dengan rezeki
yang pas-pasan tersebut, ternyata orang lain menilai kehidupannya sudah mapan,
tak pernah terdengar keluhan atau terlihat sedih. Konsep seperti inilah
sesungguhnya yang diajarkan Islam. Kita harus tetap berikhtiyar disertai tawakkal,
serta berujung qanaah dan syukur.
Semoga Allah swt membukakan hati
kita, memudahkan langkah kita, serta memberikan hidayah pada kita agar kita
mampu dan mau melaksanakan tuntunan dalam Islam sebagaimana sudah digariskan
dalam syariat. Aamiin …
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar