Edisi 34 th V : 22 Agustus 2014 M / 26
Syawal 1435 H
SEMANGAT AGUSTUS
Penulis: ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji
hanyalah milik Allah swt, Tuhan Yang Maha Kuasa atas seluruh makhlukNya, yang
dengan rahmat dan karunia-Nya Indonesia ini dapat merdeka dari penjajahan
bangsa asing. Semoga Allah menerima segala amal ibadah perjuangan para leluhur
kita dalam merebut kemerdekaan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, sang suri tauladan pelaku implementasi
kemerdekaan dan keadilan bagi manusia, baik dari perspektif religius maupun
sosial. Dalam sejarah, Rasulullah saw menjamin harta dan nyawa umat sekalipun
ia non muslim, dengan syarat mau hidup berdampingan dengan umat Islam dalam
damai.
Bulan Agustus
merupakan salah satu bulan yang penuh sejarah bagi bangsa Indonesia, sebab pada
tanggal 17 agustus 1945 bangsa Indonesia merdeka dari penjajahan. Salah satu
momen yang perlu dikenang sebagai motivasi bagi bangsa Indonesia agar mampu
mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Tak sedikit para pejuang kemerdekaan
yang telah mengorbankan jiwa, raga dan harta mereka. Para pejuang kemerdekaan
terdiri dari berbagai lapisan masyarakat termasuk para ulama. Banyak tokoh
ulama yang terkenal karena kepahlawanannya, diantaranya Pangeran Diponegoro,
Teuku Cik Ditiro, Tuanku Imam Bonjol dan lain sebagainya. Bahkan di era
perebutan kemerdekaan sekitar tahun 1945, peran ulama sangat besar dalam
memberikan motivasi maupun kepemimpinan strategi ketentaraan.
Dalam perspektif
kemanusiaan, tindak penjajahan adalah salah satu bentuk kedzaliman manusia. Sedang
dalam Islam, kedzaliman merupakan hal yang terlarang.
Adanya
penjajahan, penindasan dan kedzaliman selain karena keserakahan manusia, juga
karena lemahnya suatu bangsa. Bangsa yang lemah akan mudah sekali untuk
dijajah, diadu-domba dan dihancurkan. Rasulullah saw bersabda: “Mukmin
yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah; dan
pada keduanya ada kebaikan.” (HR Muslim). Kuat dari segi fisik,
ekonomi, politik, Iptek dan budaya. Dan yang paling penting adalah kuat iman
dan takwanya.
Selayaknya umat Islam menjadi umat yang kuat sebagai implementasi
keluhuran agama Islam. Umat Islam hendaknya kuat dari segi fisik. Tubuh manusia
merupakan amanat dari Allah swt. Menjaga kesehatan, memenuhi hak tubuh
merupakan implementasi syukur kepada Allah swt. Diharapkan dengan tubuh yang
sehat menumbuhkan akal yang sehat, dengan akal yang sehat hati pun juga menjadi
tenang dan senantiasa jernih. Pepatah Arab mengatakan: Akal yang sehat
terdapat pada badan yang sehat. Pepatah ini tentu bukan tanpa alasan, seandainya
tubuh kita tidak sehat maka sulit untuk berpikir sebab merasakan rasa sakit.
Berbeda kalau tubuh kita sehat, berpikir pun dapat optimal. Ada yang
mengibaratkan tubuh sebagai sangkar burung, sedangkan ruh sebagai burungnya.
Kalau sangkarnya rusak, maka burung akan terbang. Begitu juga tubuh kita kalau
rusak, ruh pun juga bisa melayang.
Selain kekuatan fisik, umat Islam juga harus kuat dalam segi ekonomi
atau finansial. Harta benda adalah sarana untuk beribadah kepada Allah swt.
Jangan sampai salah. Pemikiran yang salah adalah yang menempatkan harta benda
sebagai tujuan akhir, sehingga melupakan Allah swt. Banyak ibadah yang
menginspirasi umat Islam menjadi orang yang kaya, seperti zakat. Bagaimana kita
bisa berzakat apabila tidak mempunyai harta yang cukup. Selanjutnya haji,
bagaimana kita hendak ibadah haji, kalau tidak ada biaya. Oleh karenanya, berusaha
mencari rejeki yang halal sangat dianjurkan dalam agama Islam. Pencarian rizki
yang halal dengan cara yang baik dan benar akan menjadi sarana bagi turunnya
rahmat Allah atas rizki tersebut. Adapun mencari rizki halal dengan cara yang
kurang baik, tentunya akan berimbas pada banyak hal. Salah satu misalnya adalah
dengan menjadi pengemis. Rasulullah saw bersabda: "Seorang
peminta-minta, kelak di hari kiamat dia akan datang menemui Allah dengan muka
tanpa daging.” (HR Muslim). Yang dimaksud muka tanpa daging menurut
para mufassirin adalah kehinaan. Hal ini tidak dimaknai dengan tidak
diperbolehkan meminta sumbangan untuk kepentingan sosial dan sarana pendidikan/ibadah.
Meminta-minta untuk kepentingan diri sendiri sangat berbeda konsepnya dengan
meminta sumbangan. Donatur sumbangan pada hakikatnya adalah membuka peluang
bagi orang kaya untuk bersedekah. Harta yang banyak, tidak diimbangi dengan
kayanya hati, akan berat untuk beramal, sekalipun bergelimang harta. Rasulullah
saw bersabda: “Hakikat kekayaan bukanlah banyaknya harta, akan tetapi
kayanya hati.” (HR Abu Ya’la).
Selanjutnya umat Islam hendaknya kuat dalam segi politik, IPTEK dan
budaya. Pada realitanya, ternyata politik juga mempengaruhi kebijakan di bidang
IPTEK dan budaya. Politik yang kuat diharapkan mampu menjaga dan memfilter
IPTEK dan budaya yang masuk pada bangsa kita. Akan lebih baik, apabila adanya
politik yang bagus, bisa memunculkan kebijakan yang mampu memajukan IPTEK dan
budaya bangsa sendiri. Hingga pada akhirnya kita tidak hanya menjadi konsumen
teknologi dan budaya, yang tak jarang budaya tersebut justru tidak sesuai
dengan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia umumnya dan khususnya umat
Islam. Dalam konteks permasalahan ini, umat Islam hendaknya jeli dan mampu
memfilter budaya mana yang modernisasi dan mana yang westernisasi. Kita sebagai
umat Islam adalah umat yang berbudaya, sedangkan kita tidak dianjurkan mengikuti
sesuatu yang kita tidak mengetahuinya. Rasulullah saw bersabda: “Barang
siapa yang menyerupai suatu kaum, maka termasuk golongannya.” Umat
Islam mempunyai budaya sendiri mengenai bagaimana berpakaian, berbicara,
bergaul dan menampilkan kesenian.
Dengan
segala macam kekuatan yang dimiliki, kita akan mampu menjaga amanat dari Allah
swt, yakni kemerdekaan bangsa Indonesia. Bangsa lain banyak yang iri dengan
kekayaan alam bangsa Indonesia. Kalau kita menjadi bangsa yang kuat kita mampu
menjaga kekayaan alam itu untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Hendaknya kita takut apabila meninggalkan generasi yang lemah. Allah swt
berfirman: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS.
An-Nisaa`: 9). Generasi penerus kita juga butuh kesejahteraan, kekuatan
ekonomi, politik, IPTEK dan budaya. Sedangkan yang terpenting adalah kekuatan
akidah. Dengan akidah yang kuat dan benar, tentunya bangsa ini akan semakin
mendapat limpahan rahmat dari Allah, sehingga terwujudlah “baldatun
thayyibatun wa rabbun ghaffur”. Aamiin…
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar