buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Rabu, 10 September 2014

SEMANGAT AGUSTUS



      Edisi 34 th V : 22 Agustus 2014 M / 26 Syawal 1435 H
SEMANGAT AGUSTUS
Penulis: ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji hanyalah milik Allah swt, Tuhan Yang Maha Kuasa atas seluruh makhlukNya, yang dengan rahmat dan karunia-Nya Indonesia ini dapat merdeka dari penjajahan bangsa asing. Semoga Allah menerima segala amal ibadah perjuangan para leluhur kita dalam merebut kemerdekaan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, sang suri tauladan pelaku implementasi kemerdekaan dan keadilan bagi manusia, baik dari perspektif religius maupun sosial. Dalam sejarah, Rasulullah saw menjamin harta dan nyawa umat sekalipun ia non muslim, dengan syarat mau hidup berdampingan dengan umat Islam dalam damai.
Bulan Agustus merupakan salah satu bulan yang penuh sejarah bagi bangsa Indonesia, sebab pada tanggal 17 agustus 1945 bangsa Indonesia merdeka dari penjajahan. Salah satu momen yang perlu dikenang sebagai motivasi bagi bangsa Indonesia agar mampu mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Tak sedikit para pejuang kemerdekaan yang telah mengorbankan jiwa, raga dan harta mereka. Para pejuang kemerdekaan terdiri dari berbagai lapisan masyarakat termasuk para ulama. Banyak tokoh ulama yang terkenal karena kepahlawanannya, diantaranya Pangeran Diponegoro, Teuku Cik Ditiro, Tuanku Imam Bonjol dan lain sebagainya. Bahkan di era perebutan kemerdekaan sekitar tahun 1945, peran ulama sangat besar dalam memberikan motivasi maupun kepemimpinan strategi ketentaraan.
Dalam perspektif kemanusiaan, tindak penjajahan adalah salah satu bentuk kedzaliman manusia. Sedang dalam Islam, kedzaliman merupakan hal yang terlarang.

Adanya penjajahan, penindasan dan kedzaliman selain karena keserakahan manusia, juga karena lemahnya suatu bangsa. Bangsa yang lemah akan mudah sekali untuk dijajah, diadu-domba dan dihancurkan. Rasulullah saw bersabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR Muslim). Kuat dari segi fisik, ekonomi, politik, Iptek dan budaya. Dan yang paling penting adalah kuat iman dan takwanya.
Selayaknya umat Islam menjadi umat yang kuat sebagai implementasi keluhuran agama Islam. Umat Islam hendaknya kuat dari segi fisik. Tubuh manusia merupakan amanat dari Allah swt. Menjaga kesehatan, memenuhi hak tubuh merupakan implementasi syukur kepada Allah swt. Diharapkan dengan tubuh yang sehat menumbuhkan akal yang sehat, dengan akal yang sehat hati pun juga menjadi tenang dan senantiasa jernih. Pepatah Arab mengatakan: Akal yang sehat terdapat pada badan yang sehat. Pepatah ini tentu bukan tanpa alasan, seandainya tubuh kita tidak sehat maka sulit untuk berpikir sebab merasakan rasa sakit. Berbeda kalau tubuh kita sehat, berpikir pun dapat optimal. Ada yang mengibaratkan tubuh sebagai sangkar burung, sedangkan ruh sebagai burungnya. Kalau sangkarnya rusak, maka burung akan terbang. Begitu juga tubuh kita kalau rusak, ruh pun juga bisa melayang.
Selain kekuatan fisik, umat Islam juga harus kuat dalam segi ekonomi atau finansial. Harta benda adalah sarana untuk beribadah kepada Allah swt. Jangan sampai salah. Pemikiran yang salah adalah yang menempatkan harta benda sebagai tujuan akhir, sehingga melupakan Allah swt. Banyak ibadah yang menginspirasi umat Islam menjadi orang yang kaya, seperti zakat. Bagaimana kita bisa berzakat apabila tidak mempunyai harta yang cukup. Selanjutnya haji, bagaimana kita hendak ibadah haji, kalau tidak ada biaya. Oleh karenanya, berusaha mencari rejeki yang halal sangat dianjurkan dalam agama Islam. Pencarian rizki yang halal dengan cara yang baik dan benar akan menjadi sarana bagi turunnya rahmat Allah atas rizki tersebut. Adapun mencari rizki halal dengan cara yang kurang baik, tentunya akan berimbas pada banyak hal. Salah satu misalnya adalah dengan menjadi pengemis. Rasulullah saw bersabda: "Seorang peminta-minta, kelak di hari kiamat dia akan datang menemui Allah dengan muka tanpa daging.” (HR Muslim). Yang dimaksud muka tanpa daging menurut para mufassirin adalah kehinaan. Hal ini tidak dimaknai dengan tidak diperbolehkan meminta sumbangan untuk kepentingan sosial dan sarana pendidikan/ibadah. Meminta-minta untuk kepentingan diri sendiri sangat berbeda konsepnya dengan meminta sumbangan. Donatur sumbangan pada hakikatnya adalah membuka peluang bagi orang kaya untuk bersedekah. Harta yang banyak, tidak diimbangi dengan kayanya hati, akan berat untuk beramal, sekalipun bergelimang harta. Rasulullah saw bersabda: “Hakikat kekayaan bukanlah banyaknya harta, akan tetapi kayanya hati.” (HR Abu Ya’la).

Selanjutnya umat Islam hendaknya kuat dalam segi politik, IPTEK dan budaya. Pada realitanya, ternyata politik juga mempengaruhi kebijakan di bidang IPTEK dan budaya. Politik yang kuat diharapkan mampu menjaga dan memfilter IPTEK dan budaya yang masuk pada bangsa kita. Akan lebih baik, apabila adanya politik yang bagus, bisa memunculkan kebijakan yang mampu memajukan IPTEK dan budaya bangsa sendiri. Hingga pada akhirnya kita tidak hanya menjadi konsumen teknologi dan budaya, yang tak jarang budaya tersebut justru tidak sesuai dengan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia umumnya dan khususnya umat Islam. Dalam konteks permasalahan ini, umat Islam hendaknya jeli dan mampu memfilter budaya mana yang modernisasi dan mana yang westernisasi. Kita sebagai umat Islam adalah umat yang berbudaya, sedangkan kita tidak dianjurkan mengikuti sesuatu yang kita tidak mengetahuinya. Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka termasuk golongannya.” Umat Islam mempunyai budaya sendiri mengenai bagaimana berpakaian, berbicara, bergaul dan menampilkan kesenian.
Dengan segala macam kekuatan yang dimiliki, kita akan mampu menjaga amanat dari Allah swt, yakni kemerdekaan bangsa Indonesia. Bangsa lain banyak yang iri dengan kekayaan alam bangsa Indonesia. Kalau kita menjadi bangsa yang kuat kita mampu menjaga kekayaan alam itu untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya. Hendaknya kita takut apabila meninggalkan generasi yang lemah. Allah swt berfirman: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa`: 9). Generasi penerus kita juga butuh kesejahteraan, kekuatan ekonomi, politik, IPTEK dan budaya. Sedangkan yang terpenting adalah kekuatan akidah. Dengan akidah yang kuat dan benar, tentunya bangsa ini akan semakin mendapat limpahan rahmat dari Allah, sehingga terwujudlah “baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur”. Aamiin…
*********





Tidak ada komentar:

Posting Komentar