buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Rabu, 24 September 2014

ZUHUD



      Edisi 39 th V : 26 September 2014 M / 1 Dzul Hijjah 1435 H
ZUHUD
Penulis: ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji hanyalah milik Allah swt, yang telah berfirmaan dalam al-Qur’an surat al-Hadid ayat 20: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur, dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya, dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, sang suri tauladan kezuhudan.
Secara bahasa, zuhud artinya menjauhi atau meninggalkan. Sedangkan menurut istilah, zuhud adalah berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat materi atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan menginginkan sesuatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirat. Orang yang zuhud tidak menjadikan dunia sebagai tujuan akhir, karena tujuan akhir adalah ridha Allah swt dan kebahagiaan akhirat. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Hadid ayat 20 bahwasanya dunia ini hanyalah mata’ul ghurur, hanya sendau gurau yang bersifat menipu. Sesorang yang zuhud tidak ingin tertipu oleh gemerlapnya dunia. Pertimbangannya sederhana saja: apalah gunanya kebahagiaan di dunia yang sementara tetapi membawa kesengsaraan di akhirat yang kehidupannya abadi. Sesuatu yang tidak seberapa dibanding sesuatu lain yang luar biasa.

Secara kodrati manusia memang memiliki hawa nafsu sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 14: "Diperhiaskanlah untuk para manusia itu –yakni diberi perasaan bernafsu- untuk mencintai kesyahwatan-kesyahwatan dari para wanita, anak-anak, kekayaan yang berlimpah-limpah dari emas dan perak, kuda yang bagus, binatang ternak dan sawah ladang. Demikian itulah kesenangan kehidupan dunia dan di sisi Allah ada tempat kembali yang sebaik-baiknya." Hal inilah yang akan menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lain. Malaikat tidak memiliki nafsu dan keinginan. Tatkala manusia mampu menahan nafsunya, maka bisa jadi derajatnya akan mengungguli derajat malaikat. Namun sebaliknya manusia yang dikalahkan oleh nafsu, maka ia akan mendekati rendahnya derajat iblis.
Orang yang di dalam hatinya tidak ada zuhud, hatinya tidak akan puas atas harta yang dimilikinya. Dalam hal ini. al-Qur’an surat At-Takatsur ayat 1-5 telah memberikan sinyalemen sebagai berikut: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.” Maksud dari ayat ini adalah orang yang mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran siang malam hanya untuk berlomba-lomba dalam memperbanyak harta maka sesungguhnya dia sudah lalai dari tujuan hidupnya. Seandainya orang-orang seperti itu mengetahui akibatnya, maka tentu tidak akan melakukannya. Semuanya hanya akan sia-sia belaka. Mereka justru akan diperbudak oleh hartanya.
Adapun orang yang zuhud akan dicintai oleh Allah swt, bahkan makhluk pun akan mencintai orang yang zuhud. Sebagaimana keterangan sebuah hadits yaitu Sahal bin Sa'ad as-Sa'idi ra berkata: "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi saw, lalu berkata: "Ya Rasulullah, tunjukkanlah padaku sesuatu amalan yang apabila amalan itu saya lakukan, maka saya akan dicintai oleh Allah dan juga dicintai oleh seluruh manusia." Beliau saw bersabda: "Berzuhudlah di dunia, tentu engkau dicintai oleh Allah dan berzuhudlah dari apa yang dimiliki oleh para manusia, tentu engkau akan dicintai oleh para manusia." Hadits ini derajatnya hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lain-lainnya dengan isnad-isnad yang baik. Satu hal yang harus kita pahami bahwa dalam era serba modern ini, manusia tidak mungkin terlepas dari harta dunia. Kekuatan finansial sangat diperlukan demi kelangsungan kehidupan. Oleh karenanya umat islam tidak harus miskin harta, sebab harta juga sangat dibutuhkan demi perjuangan Agama Islam. Selama mencari harta adalah untuk tujuan kebaikan yakni untuk pemenuhan keluarga, perjuangan Agama, tentu hal ini tidak dikategorikan sebagai dunia yang hina. Memenuhi kebutuhan keluarga adalah hajat kita. Memperjuangkan agama juga hajat kita. Menurut Imam Ghozali, Sesuatu yang merupakan hajat tidak dikategorikan dengan dunia.

Kemudian masih terkait dengan kehidupan zuhud di dunia, maka Imam Ghozali sudah berfatwa: “Mencari bekal akhirat adalah lebih utama dari mencari bekal dunia.”  Fatwa ini merujuk pada sebuah hadits Rasulullah saw yang diriwayat-kan oleh Muslim: “Jika seseorang mati maka ada 3 hal yang mengantarkannya ke kubur, yang 2 pulang kembali dan yang 1 akan mengikutinya. Yang 2 adalah keranda dan kerabat keluarganya, sedangkan yang 1 adalah amalnya.” Kematian adalah akhir kehidupan di dunia dan awal kehidupan di alam kubur sebelum hari kiamat datang. Di alam kubur ini, manusia sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Manusia akan merasakan hasil dari kehidupan di dunia. Jika ketika di dunia hanya mengumbar hawa nafsu menikmati dunia tanpa kontrol, maka segala amal buruknya akan menjelma menjadi makhluk buruk menyeramkan yang selalu mengganggu dan menyebabkan kehidupan di kubur menjadi seperti salah satu lubang di neraka.
Pada hakikatnya, hidup di dunia ini adalah untuk mengabdi pada Allah sehingga mendapatkan rahmat serta ridha-Nya. Karena itulah kita diberi tuntunan oleh Rasulullah saw agar tidak salah langkah dalam pencarian rahmat serta ridha tersebut. Tuntunan Rasulullah saw yang terangkum dalam konsep keimanan dan ketakwaan akan menjadikan kita sebagai manusia yang seutuhnya, menjadi insan kamil yang mendapatkan kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat. Adapun yang lebih penting sesungguhnya adalah kebahagiaan akhirat karena kehidupan akhirat adalah abadi sedang kehidupan dunia adalah hanya sementara saja. Oleh karenanya zuhud terhadap duniawi merupakan sebuah kunci untuk membuka jalan tuntunan Rasulullah saw.
Jika seseorang sudah meyakini kehidupan akhirat, maka tentunya akan senantiasa zuhud dalam setiap hembusan nafasnya dan menginginkan akhir yang baik dalam hembusan nafas terakhirnya (khusnul khatimah). Dan jika hal tersebut dapat tercapai, maka kebahagiaan sudah menanti. Lubang kubur akan menjadi taman surga yang begitu indah. Tak ada ketakutan maupun keraguan. Kemudian kampung akhirat yang indah akan ditemukan juga, untuk kemudian khalidina fiha abadan. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan hal-hal tersebut.  Aamiin…
*********





Tidak ada komentar:

Posting Komentar