buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Kamis, 09 November 2017

KEIKHLASAN



       Edisi 17 th VIII : 5 Mei 2017 M / 8 Sya’ban 1438 H
KEIKHLASAN
Penulis: Herul Sabana, SE (Mayak Tonatan)
Segala puji hanyalah bagi Allah yang telah menciptakan manusia, kemudian memberinya petunjuk melalui para Rasul-Nya. Dan melalui Rasul-Nya yang terakhir yaitu Nabi Muhammad saw, Allah telah berfirman dalam kitab suci al-Qur’an surat An-Nisaa' ayat 125 yang artinya: "Dan, siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?" Shalawat salam semoga selalu terlimpahkan pada Nabi Muhammad saw sebagai manusia yang paling sempurna mengaplikasikan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, yang hal tersebut harus kita teladani agar mencapai kebahagiaan hidup dunia akhirat.
Ayat ke 125 dari surat an-Nisaa’ tersebut di atas memperlihatkan pada kita, betapa tinggi derajat seseorang yang ikhlas dalam agama. Dalam konsep ini, tidaklah mudah bagi setiap orang untuk mencapai derajat ini. Semuanya membutuhkan waktu dan perjalanan yang panjang. Kita mungkin bisa melihat adanya para da’i kecil yang menyeru dakwah dengan mengutip berbagai ayat al-Qur’an maupun hadits. Dengan tidak menafikan kadar keilmuwan mereka, tentunya untuk ukuran anak kecil, masih perlu perjalanan panjang lagi untuk mencapai derajat sebagaimana yang disampaikan. Hal ini tentu saja ada pengecualian anak-anak kecil yang memang tergolong hebat dalam agamanya. Oleh karenanya, kita yang sudah berumur ini tentunya harus berusaha lebih bagus dari mereka-mereka ini.

Sebentar lagi, insyaAllah kita akan memasuki bulan Ramadhan sebagai bulan penggodokan jiwa dan juga setelahnya insyaAllah akan masuk bulan Syawal sebagai bulan penyempurna kefitrahan. Selayaknya kita menjadi semakin lebih baik dalam bulan-bulan tersebut. Dalam bulan Ramadhan kita dilatih untuk mengikhlaskan diri mengabdi pada Allah dengan berlapar dahaga di siang hari dan hanya sedikit memejamkan mata di malam hari. Sedangkan dalam bulan Syawal kita dilatih untuk saling mengikhlaskan segala kesalahan yang telah diperbuat orang lain serta dilatih untuk jujur mengakui segala kesalahan yang telah kita perbuat. Dengan stimulus Ramadhan dan Syawal tersebut, diharapkan kita mampu menjadi mukhlisin yaitu orang yang senantiasa ikhlas dalam segala perbuatannya. Ketika melakukan kebaikan, seorang yang ikhlas tidak akan mudah sombong dalam bentuk apapun, meskipun banyak pujian dan sanjungan ditujukan padanya. Sebaliknya, jika ia melakukan sesuatu kemudian mengalami kegagalan maka tiadalah ia berkeluh kesah hati gundah dan merasa marah saat orang lain mencibir mencaci-maki. Hal ini dikarenakan memang niat yang ada dalam hati orang yang ikhlas hanyalah mencari keridhaan Allah semata. Dalam konteks ini, niat untuk berbuat ikhlas menjadi sangat penting guna mendukung suasana hati setelah hasil dari pekerjaan nanti terlihat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam hadits terkenal yang diriwayatkan oleh Muslim yang artinya: “Setiap amal perbuatan tergantung niatnya, dan setiap orang mendapatkan apa yang menjadi tujuan niatnya….”
         Sebenarnya banyak sekali fadhilah dari keikhlasan sebagai hasil penggodokan jiwa dan penyempurnaannya, diantaranya ialah:
Ø  Keikhlasan akan membentuk karakter sabar. Sebagaimana disebutkan di atas, orang yang ikhlas tidak mengharap pujian dan tahan terhadap cibiran. Dengan begitu, ia akan bersabar menghadapi segala macam bentuk reaksi dari orang lain. Pun jika ia kehilangan sesuatu, maka ia akan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dengan berserah diri dan mengharap ridha-Nya. Karena itulah Rasulullah bersabda dalam hadits yang artinya: “Tidak ada pemberian Allah yang paling utama dan berharga kecuali kesabaran.” Hadits ini sangat relevan dengan al-Qur’an su-rat az-Zumar ayat 10 yang artinya: “Sesungguhnya pada orang-orang yang sabar, pasti diberikan pahala sesempurna mungkin yang tiada akan terhitung.”
Ø  Keikhlasan juga akan membentuk karakter jiwa yang kuat, tidak lemah dan mudah menyerah. Dalam hal ini, kita telah dilatih untuk senantiasa kuat bertahan melawan rasa lapar dahaga selama Ramadhan. Kekuatan untuk bertahan ini akan sulit terwujud tanpa ada keikhlasan. Sedangkan tujuan dari riyadhah selama Ramadhan hanyalah agar semakin sempurna keimanan kita dalam bertakwa pada Allah agar kita sampai pada maqam muttaqin. Dengan begitu kita akan menjadi

manusia terhormat sebagaimana disampaikan Rasulullah dalam hadits riwayat Bukhari-Muslim yang artinya:
 “Telah ditanyakan pada Rasulullah: siapakah manusia paling terhormat, lalu dijawab (oleh Rasulullah): Yang paling bertakwa….”
Ø  Keikhlasan juga akan semakin mendekatkan sepenuh jiwa raga kita pada Allah (muroqobah). Di atas telah disinggung bahwa orang yang ikhlas hanya mempunyai niat tulus mengharap ridha Allah semata. Maka dengan niat ini, orang yang ikhlas akan selalu merasa dekat dengan Allah, senantiasa merasa diawasi dan merasa dijaga oleh Allah agar niatnya tidak melenceng dan agar hasil dari apa yang dilakukannya tetap dalam rahmat Allah dan mendapat ridho-Nya sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an surat ath-Thalaq di akhir ayat ke 3 yang artinya: “ … Dan barang siapa berserah diri kepada Allah, maka Allah-lah yang akan memeliharanya.”
Ø  Sedangkan dalam konteks hubungan dengan sesama manusia, keikhlasan akan membentuk empati, sifat welas asih pada sesama manusia. Dalam bulan Syawal nanti, sebenarnya kita akan mudah mampu mengaplikasikan definisi ikhlas dengan saling mema’afkan mengikhlaskan semua yang telah terjadi dalam hubungan dengan sesama manusia sekaligus dengan tulus ikhlas bersedekah makanan minuman atau yang lainnya. Jika hal ini berkelanjutan dalam kehidupan keseharian kita berikutnya, maka yang terjadi adalah timbulnya rasa empati yaitu ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Ketika ada tetangga yang pernah berbuat salah pada kita, kemudian saat ini membutuhkan pertolongan maka dengan keikhlasan hati mema’afkan kesalahannya dan kemudian ikut bersedekah baik tenaga maupun materi untuk membantunya. Di sinilah peran niat yang lurus dan keikhlasan dalam berbuat akan mewujudkan kedamaian dan saling mengasihi.
Demikianlah beberapa fadhilah dari keikhlasan yang merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam mewujudkan ketakwaan kita kepada Allah dan menjaga kemaslahatan hidup kita dalam bermasyarakat. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang senantiasa ikhlas. Aamiin…
***







SELAMAT DATANG SYA'BAN



       Edisi 16 th VIII : 28 April 2017 M / 1 Sya’ban 1438 H
SELAMAT DATANG SYA’BAN
Penulis: Marsudi, S.Pd.I (TPQ al-Mukmin, Bangunsari)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah menciptakan semesta dan mengatur peredarannya sehingga terhitunglah 12 bulan dalam setahun. Kemudian shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada Nabi Muhammad saw yang telah menyingkapkan berbagai tabir hal ghaib dan memberitahukannya pada umatnya.
            Semesta dunia ini beredar menurut ketentuan Allah. Dari peredaran bulan dalam mengelilingi bumi, didapatlah hitungan bulan-bulan qamariyah seperti Muharram, Shafar, Rabi’ul Awal dan lainnya. Hal ini didasarkan dengan al-Qur’an surat Yasin ayat 39 yang artinya: “Dan bulanpun telah Kami tetapkan manzilah-manzilahnya sampai ia kembali berbentuk (melengkung) seperti pelepah kering yang tua.” Dalam hitungan bulan-bulan tersebut, ada beberapa bulan mulia yang menjadi saksi sejarah fenomenal. Kita tentu mengenal bulan Rajab sebagai bulan isra’ mi’raj Nabi Muhammad saw menghadap kepada Allah untuk menerima perintah shalat. Dan kita juga mengenal berbagai kehebatan bulan Ramadhan sebagai bulan pertamakalinya wahyu al-Qur’an turun dan juga sebagai bulan laylatul qodar sehingga bulan ini penuh rahmat tiada tara. Sedang kedua bulan tersebut mengapit satu bulan yaitu bulan Sya’ban yang kita masuki sekarang ini.
Bulan Sya’ban merupakan pemantapan hakikat shalat sebagai aplikasi bulan Rajab, serta menjadi persiapan akhir bagi bulan Ramadhan sebagai bulan ujian pengekangan nafsu demi kesucian diri di bulan Syawal nanti. Mengenai keluarbiasaan bulan Sya’ban ini, tentu kita sudah sering mendengar dari berbagai sumber.

Seperti telah banyak dijelaskan oleh para da’i maupun khatib jum’at bahwa bulan Sya’ban adalah bulan penuh berkah yang berada diantara bulan terjadinya mu’jizat isra’ mi’raj yang tak kan dialami oleh siapapun lagi, dengan bulan yang suci untuk pembebasan dari api neraka. Pada bulan Sya’ban, Allah membuka 300 pintu yang akan mencurahkan rahmat bagi siapapun yang memohonnya. Bahkan banyak ulama menyatakan bahwa setiap do’a yang dipanjatkan dengan kesungguhan hati maka akan terkabul berkat kemurahan Allah pada bulan ini. Karena itu ada baiknya jika kita segera mereview segala hajat untuk segera disampaikan ke hadirat Allah melalui do’a-do’a pada waktu-waktu terpilih yang mustajab semisal usai shalat. Tentu saja pemanjatan do’a-do’a tersebut juga harus diimbangi dengan tambahan berbagai ibadah sunnah yang akan mendukung terkabulnya hajat. Senyampang masih ada waktu tersisa di bulan Sya’ban, maka mari digunakan dengan sebaik-baiknya sehingga saat memasuki bulan suci Ramadhan, kita sudah siap.
Rasulullah saw pernah bertanya kepada para sahabat: mengapa bulan antara Rajab dengan Ramadhan ini dinamakan Sya’ban? Para sahabat menyahut bahwa Allah dan Rasulnya lebih mengetahui dari manusia manapun. Maka Rasulullah menjelaskan bahwa bulan tersebut dinamakan Sya’ban karena pada bulan tersebut Allah melipat gandakan pahala manusia yang sengaja bertaqarrub mengharapkan rahmat Allah sebagai wujud kegembiraan dalam rangka menyambut kedatangan bulan Ramadhan.
Dalam bulan Sya’ban ini, Allah melipat gandakan berbagai macam pahala sebagai salah satu bentuk “pemanasan” sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Jika saat akan memasuki Ramadhan nanti jiwa sudah mapan, maka tentunya hati akan merasa gembira menyambut kedatangan bulan suci itu. Padahal Rasulullah saw sudah bersabda yang artinya: “Barangsiapa merasa gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka diharamkan atasnya api neraka.” Tafsir hadits tersebut, jika seseorang sudah benar-benar mampu merasakan gembira sepenuh jiwanya dalam menyambut bulan Ramadhan, maka dia tidak akan masuk neraka. Namun perlu digaris bawahi indikasi “kegembiraan” tersebut. Karena hal ini menyangkut keadaan hati, maka tentunya hanya Allah dan diri kita sendiri yang mengetahui. Hanya orang-orang tertentu yang telah melalui berbagai tahapan riyadhah yang benar yang akan mampu merasakan bagaimana gembiranya menyambut memasuki bulan Ramadhan. Terlepas dari hal tersebut, kita harus terus berupaya agar mencapai tingkatan seperti itu. Salah satu caranya adalah dengan menambah kuantitas dan kualitas ibadah di sisa hari-hari bulan Sya’ban ini, misalnya dengan menambah waktu shalat jamaah. Yang dulunya barangkali hanya maghrib saja, maka mari ditambah dengan jamaah ‘isyak. Bukankah shalat ‘isyak berjamaah insyaAllah sama pahalanya dengan shalat tahajud separuh malam? Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah jika sekarang sudah

mampu shalat maghrib berjamaah kemudian diteruskan shalat ‘isyak berjamaah juga, maka jangan sampai pada bulan Ramadhan nanti shalat ‘isyaknya berjamaah (karena beriringan dengan shalat tarawih), namun shalat maghrib yang biasanya berjamaah justru ditinggalkan karena “terlena” berbuka puasa.
        Jika kita telaah lebih lanjut, pada hakikatnya kita disuruh untuk menambah kualitas ketakwaan pada Allah. “Takwa” bisa didefinisikan dengan beragam kata, namun secara ringkas adalah mematuhi perintah Allah (perintah menjalankan kebaikan maupun menjauhi larangan) dan tidak mempunyai itikad maupun upaya untuk durhaka pada Allah. Setiap hari dalam setiap shalat, kita telah menyatakan dg lisan dan memantapkan dalam hati untuk menyerahkan hidup mati beserta seluruh ibadah hanya kepada Allah semata melalui do’a iftitah (“inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘alamin”) sebelum membaca al-Fatihah. Sedangkan dalam al-Fatihah pun kita kembali menyatakan kelemahan diri pribadi kita kepada Allah melalui pernyataan: “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” hanya kepadaMu (ya Allah) kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan. Berarti minimal 17 kali dalam sehari semalam kita bertaqarrub membisikkan kepada Allah betapa kita membutuhkan-Nya dalam kehidupan ini.
         Hakikatnya manusia memang sangat membutuhkan Allah, sedang Allah tidak membutuhkan manusia. Tetapi Allah Maha Pemurah dan akan mencatat setiap amal kebaikan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya pada Allah tersebut dengan catatan yang otentik, sehingga akan ada dua keuntungan bagi manusia yaitu tercapainya hajat kebutuhan di dunia dan masih juga diberi pahala untuk tabungan kebutuhan di akhiratnya. Hal ini tersirat dalam al-Qur’an surat al-Anbiyaa’ ayat 94 yang artinya: “Maka barangsiapa mengerjakan amal shalih sedang ia dalam keadaan beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya tersebut, dan sungguh Kami menulis amalan itu untuknya.”
Semoga Allah menetapkan kita sebagai salah satu dalam sekian banyak hambaNya yang mendapat limpahan rahmat mendapat kemuliaan bulan Sya’ban dan menikmati kesucian bulan Ramadhan. Aamiin…
***