buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Kamis, 09 November 2017

METODE TAFSIR



       Edisi 13 th VIII : 31 Maret 2017 M / 3 Rajab 1438 H
METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Penulis: Marsudi, S.Pd.I (TPQ al-Mukmin, Bangunsari)
Puji syukur al-hamdulillah kepada Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 1-2 yang artinya: “Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,” Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah pada nabi Muhammad saw sebagai uswatun hasanah bagi kita semua.
Dalam kurun waktu beberapa bulan belakangan ini, media internet masih terus terisi dengan polemik tafsir surat al-Maidah ayat 51. Berkepanjangan dan terkesan ada benturan dari para saksi ahli. Dalam konteks ini seharusnya kita juga memahami “wilayah” saksi ahli dan mampu membedakan antara “saksi ahli” dengan “saksi tersangka” maupun “saksi pelapor”. Tapi semuanya sudah terlanjur carut-marut, saksi ahli dari kedua belah pihak justru terkesan dibenturkan oleh masing-masing pihak. Dan bagi masyarakat awam, hal ini justru menjadi pisau bermata dua. Bagi masyarakat awam yang fanatik, tentu akan menjadikan saksi ahli sebagai bahan lelucon dan dibully di media internet. Sedangkan bagi masyarakat awam yang prihatin, tentu hanya mampu mengelus dada melihat berbagai kondisi tersebut.
Terkait dengan fenomena ini, menulis ingin menyampaikan secuil tulisan tentang Metode Penafsiran al-Qur’an yang pernah ditulis sebagai makalah saat masih menuntut ilmu. Oleh karenanya tulisan ini hanya merupakan resume dari beberapa tulisan lain di buku-buku referensi.

Al-Qur’an diturunkan dan ditulis dalam bahasa Arab. Meskipun begitu, al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Islam di manapun berada, tanpa membedakan suku, bangsa, bahasa, adat-istiadat ataupun yang lainnya. Karena itulah al-Qur’an harus dipahami oleh setiap orang Islam. Bahasa Arab yang dipakai dalam al-Qur’an ternyata sungguh luar biasa baik ditinjau dari segi manapun. Salah satunya yaitu susunan kata-katanya yang membentuk kalimat yang lebih indah dari karya sastra siapa pun. Namun untuk memahami al-Qur’an tidak boleh hanya dipahami arti katanya saja, tapi harus melalui proses penafsiran oleh para ahli dengan menggunakan suatu metode khusus penafsiran al-Qur’an.
Untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an maka diperlukan kemampuan berbagai macam ilmu seperti nahwu, sharaf, balaghah, tarikh dan lain sebagainya. Adapun yang dimaksud Metode Penafsiran al-Qur’an adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksud Allah swt di dalam ayat-ayat al-Qur’an. Pada jaman nabi Muhammad saw, umat Islam dapat langsung bertanya kepada beliau tentang penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang tidak mereka pahami. Sesudah masa nabi Muhammad saw, para sahabat, tabi’in dan seterusnya maka muncul metode-metode penafsiran.
Jenis-jenis metode penafsiran al-Qur’an ada 4
1)        Metode ijmali, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas tapi menca-kup global, dengan menggunakan bahasa popular, mudah dimengerti dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat al-Qur’an.
2)        Metode tahlili, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara memaparkan segala aspek yang terkandung di dalamnya, serta makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai keahlian analisa mufasir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
3)        Metode muqorin yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara memban-dingkan dengan ayat yang memiliki kemiripan redaksi kata maupun yang berbeda redaksi kata, dengan hadits, juga dengan pendapat para mufasir lain.
4)        Metode maudhu’i yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara tematik dengan cara menghimpun semua ayat yang berkaitan, kemudian dikaji dari berbagai aspek sehingga mendapat penafsiran secara tuntas dengan didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, baik berasal dari al-Qur’an, hadits, maupun pemikiran rasional.
Setiap metode pasti terdapat kelebihan maupun kekurangan karena memang merupakan hasil ijtihad manusia. Berikut adalah kelebihan maupun kekurangan metode penafsiran al-Qur’an yang disebutkan di atas.
Metode ijmali. Kelebihan: praktis dan mudah dipahami.Bebas dari penafsiran israiliat
Kekurangan: Kesulitan untuk memahami al-Qur’an secara utuh, karena terkadang ada ayat yang mengungkapkan hal-hal secara global maupun samar sedangkan penjelasan

terdapat di ayat lain yang tidak berurutan dengan ayat tersebut. Tidak ada kesempatan untuk mengemukakan pendapat pribadi yang berkenaan dengan uraian penafsiran.
Metode tahlili. Kelebihan: Memberikan ruang lingkup yang luas yang bisa digunakan oleh mufasir sesuai keahlian masing-masing (ahli bahasa, ahli filsafat dsb). Memuat berbagai ide atau pendapat pribadi mufasir.
Kekurangan: Menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial atau terpecah-pecah. Melahirkan penafsiran subyektif (sesuai mufasir).
Metode muqorin.  Kelebihan: Memberikan wawasan penafsiran yang lebih luas kepada pembaca karena ayat al-Qur’an akan ditinjau dari berbagai disiplin ilmu sesuai keahlian mufasirnya. Memberikan sikap toleransi penafsiran kepada sesama mufasir karena perbedaan disiplin ilmunya. Mendorong mufasir untuk memperhatikan pendapat mufasir lain yang berlainan disiplin ilmunya.
Kekurangan: Metode ini tidak dapat diberikan kepada pemula karena pembahasan di dalamnya terlalu luas dan terkadang bersifat ekstrim. Lebih mengutamakan perban-dingan daripada pemecahan masalah sehingga kurang bisa menjawab permasalahan sosial di masayarakat yang terjadi di kemudian hari. Lebih banyak menelusuri penafsiran mufasir terdahulu kemudian membandingkannya daripada mengemukakan penafsiran baru.
Metode maudhu’i. Kelebihan: Dinamis sesuai dengan perkembangan jaman karena jika menghadapi suatu permasalahan maka bisa mengambil penafsiran al-Qur’an sesuai dengan tema masalah tersebut. Praktis dan sistematis karena ayat-ayat yang dijadikan acuan sesuai dengan temanya. Membuat pemahaman menjadi utuh sesuai tema permasalahan.
Kekurangan: Memenggal atau hanya mengambil sebagian dari ayat al-Qur’an. Ada yang berpendapat bahwa hal seperti ini adalah kurang sopan terhadap kitab suci. Membatasi pemahaman ayat hanya dari sudut pandang temanya, padahal ada kemungkinan satu ayat banyak pemahaman.
Demikian tulisan ini hanya merupakan tambahan pengetahuan bagi kita terkait dengan penafsiran para ahli yang kemungkinan berbeda. Semoga Allah meridhai kita semua. Aamiin …                                           ***









Tidak ada komentar:

Posting Komentar