buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Kamis, 09 November 2017

CUKUPLAH KEMATIAN



       Edisi 11 th VIII : 17 Maret 2017 M / 18 Jumadits Tsani 1438 H
CUKUPLAH KEMATIAN MENJADI PELAJARAN
Penulis: Herul Sabana, S.E (Mayak, Tonatan)
Segala puji hanyalah bagi Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anbiya’ ayat 35 yang artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” Shalawat dan salam semoga tercurah pada baginda pamungkas para Nabi dan Rasul yaitu Nabi Muhammad saw, yang meskipun merupakan manusia paling istimewa yang pernah ada di dunia, namun kenyataannya tetap juga kembali kepada Sang Pencipta-nya.
Kita hidup di dunia yang fana. Ada dua hal yang senantiasa berpasang-pasangan, ada laki-laki dan ada wanita, ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, begitu juga ada hidup maka pasti ada pula mati. Tak ada suatu makhluk apapun di dunia ini yang bisa hidup abadi. Di film, barangkali kita mengenal ada drakula yang hidup abadi dengan menghisap darah, ada pula highlander yang merupakan manusia abadi yang tak pernah menua dan mati. Tapi semua itu hanyalah cerita fiktif yang tidak terjadi secara nyata. Realita yang kita temui, manusia pasti mati entah kapan waktunya. Dan yang harus kita pahami adalah bahwa kematian datang tidak memandang waktu, tempat, maupun pangkat. Seorang pengemis bisa saja meninggal dunia di kasur empuk rumah sakit. Seorang pejabat tinggi bisa juga meninggal dunia di tengah jalan dalam serangan jantung mendadak. Malaikat ‘Izrail memang tidak peduli siapapun dan di manapun targetnya, bahkan sang malaikat ini sulit terdeteksi kedatangannya.

Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt dengan senantiasa meningkatkan amal shalih seraya mendekatkan diri kepada-Nya serta menjauhi segala bentuk kemaksiatan yang mendatangkan adzab dan siksa dari Allah swt. Hal seperti ini memang harus dilakukan karena kita tidak akan pernah mengetahui sampai batas kapan umur kita. Disebutkan dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 34 yang artinya: “Tiap-tiap umat memiliki batas waktu. Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya walau sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”  Meskipun ayat ini menyebut kata umat yang kemudian ditafsirkan sebagai masa kejayaan suatu umat atau bangsa, namun dapat juga ditafsirkan sebagai individu manusia yang memiliki batas waktu kehidupan di dunia. Oleh karenanya ayat ini dapat dikaitkan dengan Surat Ali Imran ayat 102 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” Kemudian ayat ini mengisyaratkan betapa pentingnya menjaga ketakwaan yang menjadi landasan dasar bagi semua amal ibadah manusia. Dengan semakin meningkatnya ketakwaan, maka tentunya semakin bagus kualitas dan kuantitas ibadah seseorang. Dengan begitu persiapan bekal untuk kehidupan setelah kematianpun akan terasa semakin mantap.
Bagaimanapun kematian adalah sesuatu yang pasti akan menimpa manusia, sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an surat al-Anbiyaa’ ayat 35 yang artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa (bernyawa) pastilah menemui kematian …”  Oleh karena itu kita haruslah mempersiapkan diri terhadap kematian yang datangnya tidak akan pernah memberi kabar terlebih dahulu. Dalam rangka persiapan tersebut, ada beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya adalah dzikrul maut (mengingat kematian). Adapun dzikrul maut ini bukan berarti menjadikan kita pesimistis terhadap kehidupan dunia kemudian melalaikan pekerjaan untuk mencari nafkah dan bersosialisasi dengan orang lain. Akan tetapi justru akan menjadi sugesti diri untuk menjadi manusia yang selalu terus bersemangat dalam hal-hal kebaikan dan setelah mati nanti akan dikenang sebagai orang baik. Dengan senantiasa dzikrul maut mengingat mati, diharapkan kita akan tersadar untuk lebih memperbaiki amal ibadah. Rasulullah pun bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang artinya: “Cukuplah kematian menjadi pelajaran bagimu.”
              Sebelum kematian, tentunya kita memang hidup di dunia ini. Dan setiap manusia yang hidup di dunia ini selain diberi nikmat, juga akan diberi ujian dunia. Ujian tidak selamanya berupa keburukan dan musibah. Ujian dapat berupa kemiskinan, kekurangan fisik, “nasib” yang terasa selalu sial, dan sebagainya. Namun ujian juga dapat berupa pangkat jabatan, kekayaan, ketampanan, kecantikan, dan sebagainya.

Khalifah Umar ibn Khattab diuji dengan pangkat khalifah yang diamanatkan kepadanya. Namun beliau selalu takut berbuat sesuatu yang sekiranya menyalahi amanat tersebut. Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa putra beliau merasa malu dengan banyaknya tambalan yang melekat di baju yang dikenakannya setiap hari. Maka diapun merengek-rengek pada sang ayah yang merupakan khalifah dari sebuah Negara yang sangat luas wilayahnya, demi hanya meminta baju baru yang lebih pantas dikenakan. Melihat kesedihan putranya, khalifah Umar pun mendatangi bendahara negara untuk sekedar meminjam uang guna membelikan baju sang putra. Namun respon jawaban dari bendahara kas negara sungguh mengagetkan sekaligus menjadikan bahan renungan mendalam bagi sang khalifah. Si bendahara kas Negara berkata: “Wahai Khalifah, apakah engkau menjamin akan mengembalikan uang ini?” Maka yang ada dalam pikiran khalifah Umar bukanlah apakah ia nanti akan punya uang untuk mengembalikannya, melainkan apakah ia nanti masih memiliki waktu untuk mengembalikan jika berhutang pada negara, mengingat bahwa kematian akan datang tanpa permisi terlebih dulu. Akhirnya khalifah Umar pun mengurungkaan niatnya karena takut menanggung hutang. 
Karena hidup di dunia tidak abadi, maka setiap manusia pastilah mati dan sampai di alam kubur. Pada hakikatnya, hidup di dunia ini adalah untuk mengabdi pada Allah sehingga mendapatkan rahmat serta ridha-Nya. Karena itulah kita diberi tuntunan oleh Rasulullah saw agar tidak salah langkah dalam pencarian rahmat serta ridha tersebut. Tuntunan Rasulullah saw yang terangkum dalam konsep keimanan dan ketakwaan akan menjadikan kita sebagai manusia yang seutuhnya, menjadi insan kamil yang mendapatkan kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat. Adapun yang lebih penting sesungguhnya adalah kebahagiaan akhirat karena kehidupan akhirat adalah abadi sedang kehidupan dunia adalah hanya sementara saja.
Semoga Allah meridhai kita agar senantiasa mampu dzikrul maut dan senantiasa bersemangat untuk segera berbuat kebaikan guna bekal kita dalam perjalanan yang teramat panjang sejak liang kubur, mengalami hari kebangkitan, melewati padang mahsyar dan sampai yaumul hisab. Aamiin.
***










Tidak ada komentar:

Posting Komentar