Edisi 16 th VIII : 28 April 2017 M / 1 Sya’ban 1438 H
SELAMAT DATANG SYA’BAN
Penulis:
Marsudi, S.Pd.I (TPQ al-Mukmin, Bangunsari)
Segala puji hanyalah bagi Allah
swt yang telah menciptakan semesta dan mengatur peredarannya sehingga
terhitunglah 12 bulan dalam setahun. Kemudian shalawat dan salam semoga tetap
terlimpahkan pada Nabi Muhammad saw yang telah menyingkapkan berbagai tabir hal
ghaib dan memberitahukannya pada umatnya.
Semesta
dunia ini beredar menurut ketentuan Allah. Dari peredaran bulan dalam
mengelilingi bumi, didapatlah hitungan bulan-bulan qamariyah seperti Muharram,
Shafar, Rabi’ul Awal dan lainnya. Hal ini didasarkan dengan al-Qur’an surat
Yasin ayat 39 yang artinya: “Dan bulanpun telah Kami tetapkan
manzilah-manzilahnya sampai ia kembali berbentuk (melengkung) seperti pelepah
kering yang tua.” Dalam hitungan bulan-bulan tersebut, ada beberapa
bulan mulia yang menjadi saksi sejarah fenomenal. Kita tentu mengenal bulan
Rajab sebagai bulan isra’ mi’raj Nabi
Muhammad saw menghadap kepada Allah untuk menerima perintah shalat. Dan kita
juga mengenal berbagai kehebatan bulan Ramadhan sebagai bulan pertamakalinya
wahyu al-Qur’an turun dan juga sebagai bulan laylatul qodar sehingga bulan ini penuh rahmat tiada tara. Sedang
kedua bulan tersebut mengapit satu bulan yaitu bulan Sya’ban yang kita masuki
sekarang ini.
Bulan Sya’ban merupakan
pemantapan hakikat shalat sebagai aplikasi bulan Rajab, serta menjadi persiapan
akhir bagi bulan Ramadhan sebagai bulan ujian pengekangan nafsu demi kesucian
diri di bulan Syawal nanti. Mengenai keluarbiasaan bulan Sya’ban ini, tentu
kita sudah sering mendengar dari berbagai sumber.
Seperti telah
banyak dijelaskan oleh para da’i maupun khatib jum’at bahwa bulan Sya’ban
adalah bulan penuh berkah yang berada diantara bulan terjadinya mu’jizat isra’ mi’raj yang tak kan dialami oleh siapapun lagi, dengan bulan
yang suci untuk pembebasan dari api neraka. Pada bulan Sya’ban, Allah membuka
300 pintu yang akan mencurahkan rahmat bagi siapapun yang memohonnya. Bahkan
banyak ulama menyatakan bahwa setiap do’a yang dipanjatkan dengan kesungguhan
hati maka akan terkabul berkat kemurahan Allah pada bulan ini. Karena itu ada
baiknya jika kita segera mereview segala hajat untuk segera disampaikan ke
hadirat Allah melalui do’a-do’a pada waktu-waktu terpilih yang mustajab semisal
usai shalat. Tentu saja pemanjatan do’a-do’a tersebut juga harus diimbangi
dengan tambahan berbagai ibadah sunnah yang akan mendukung terkabulnya hajat.
Senyampang masih ada waktu tersisa di bulan Sya’ban, maka mari digunakan dengan
sebaik-baiknya sehingga saat memasuki bulan suci Ramadhan, kita sudah siap.
Rasulullah saw
pernah bertanya kepada para sahabat: mengapa bulan antara Rajab dengan Ramadhan
ini dinamakan Sya’ban? Para sahabat menyahut
bahwa Allah dan Rasulnya lebih mengetahui dari manusia manapun. Maka Rasulullah
menjelaskan bahwa bulan tersebut dinamakan Sya’ban karena pada bulan tersebut
Allah melipat gandakan pahala manusia yang sengaja bertaqarrub mengharapkan rahmat Allah sebagai wujud kegembiraan dalam
rangka menyambut kedatangan bulan Ramadhan.
Dalam bulan
Sya’ban ini, Allah melipat gandakan berbagai macam pahala sebagai salah satu
bentuk “pemanasan” sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Jika saat akan
memasuki Ramadhan nanti jiwa sudah mapan, maka tentunya hati akan merasa
gembira menyambut kedatangan bulan suci itu. Padahal Rasulullah saw sudah
bersabda yang artinya: “Barangsiapa merasa gembira dengan datangnya
bulan Ramadhan, maka diharamkan atasnya api neraka.” Tafsir hadits
tersebut, jika seseorang sudah benar-benar mampu merasakan gembira sepenuh
jiwanya dalam menyambut bulan Ramadhan, maka dia tidak akan masuk neraka. Namun
perlu digaris bawahi indikasi “kegembiraan” tersebut. Karena hal ini menyangkut
keadaan hati, maka tentunya hanya Allah dan diri kita sendiri yang mengetahui.
Hanya orang-orang tertentu yang telah melalui berbagai tahapan riyadhah yang benar yang akan mampu
merasakan bagaimana gembiranya menyambut memasuki bulan Ramadhan. Terlepas dari
hal tersebut, kita harus terus berupaya agar mencapai tingkatan seperti itu.
Salah satu caranya adalah dengan menambah kuantitas dan kualitas ibadah di sisa
hari-hari bulan Sya’ban ini, misalnya dengan menambah waktu shalat jamaah. Yang
dulunya barangkali hanya maghrib saja, maka mari ditambah dengan jamaah ‘isyak.
Bukankah shalat ‘isyak berjamaah insyaAllah sama pahalanya dengan shalat
tahajud separuh malam? Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah jika
sekarang sudah
mampu shalat maghrib berjamaah kemudian
diteruskan shalat ‘isyak berjamaah juga, maka jangan sampai pada bulan Ramadhan
nanti shalat ‘isyaknya berjamaah (karena beriringan dengan shalat tarawih),
namun shalat maghrib yang biasanya berjamaah justru ditinggalkan karena
“terlena” berbuka puasa.
Jika kita telaah lebih lanjut, pada
hakikatnya kita disuruh untuk menambah kualitas ketakwaan pada Allah. “Takwa”
bisa didefinisikan dengan beragam kata, namun secara ringkas adalah mematuhi
perintah Allah (perintah menjalankan kebaikan maupun menjauhi larangan) dan
tidak mempunyai itikad maupun upaya untuk durhaka pada Allah. Setiap hari dalam
setiap shalat, kita telah menyatakan dg lisan dan memantapkan dalam hati untuk
menyerahkan hidup mati beserta seluruh ibadah hanya kepada Allah semata melalui
do’a iftitah (“inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘alamin”)
sebelum membaca al-Fatihah. Sedangkan dalam al-Fatihah pun kita kembali
menyatakan kelemahan diri pribadi kita kepada Allah melalui pernyataan: “iyyaka
na’budu wa iyyaka nasta’in” hanya kepadaMu (ya Allah) kami menyembah
dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan. Berarti minimal 17 kali dalam
sehari semalam kita bertaqarrub
membisikkan kepada Allah betapa kita membutuhkan-Nya dalam kehidupan ini.
Hakikatnya manusia memang sangat
membutuhkan Allah, sedang Allah tidak membutuhkan manusia. Tetapi Allah Maha
Pemurah dan akan mencatat setiap amal kebaikan manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhannya pada Allah tersebut dengan catatan yang otentik, sehingga akan ada
dua keuntungan bagi manusia yaitu tercapainya hajat kebutuhan di dunia dan
masih juga diberi pahala untuk tabungan kebutuhan di akhiratnya. Hal ini
tersirat dalam al-Qur’an surat al-Anbiyaa’ ayat 94 yang artinya: “Maka
barangsiapa mengerjakan amal shalih sedang ia dalam keadaan beriman, maka tidak
ada pengingkaran terhadap amalannya tersebut, dan sungguh Kami menulis amalan
itu untuknya.”
Semoga Allah
menetapkan kita sebagai salah satu dalam sekian banyak hambaNya yang mendapat
limpahan rahmat mendapat kemuliaan bulan Sya’ban dan menikmati kesucian bulan
Ramadhan. Aamiin…
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar