buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 24 Agustus 2018

PENGORBANAN


       Edisi 27 th IX : 24 Agustus 2018 M / 12 Dzul Hijjah 1439 H
PENGORBANAN
Penulis: Pandu M.K.
Maha suci Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-An’am ayat 162 yang artinya “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.". Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada nabi Muhammad saw, sang suri tauladan dalam segala sendi kehidupan kita.
            Kita masih dalam suasana Agustus-an dan hari tasyrik di bulan Dzul-Hijjah. Jika kita menelaah ayat ke 162 dari surat al-An’am tersebut di awal tulisan, kita akan menemukan sesuatu yang luar biasa. Bagi nahdliyin, surat al-An’am ayat 162 pasti sudah familiar karena merupakan bagian dari bacaan iftitah yang dibaca pada rakaat pertama tiap shalat. Ayat tersebut mengandung makna yang luar biasa. Keseluruhan dari kita merupakan milik Allah. Bukan hanya gerak kita, namun juga hidup serta mati kita ternyata hanya milik Allah. Secara spesifik, ayat ini tidak ada hubungannya dengan moment Agustus-an maupun Idul Ad-ha. Namun jika kita memakai sudut pandang dari ayat ini, kita akan lebih memahami, mengapa para pahlawan rela mengorbankan nyawanya, mengapa juga Nabi Ismail as rela mengorbankan dirinya saat Nabi Ibrahim as memintanya karena Allah.
            Memang ketika seseorang sudah mencapai maqam keimanan yang tinggi, maka segala keyakinannya hanya terfokus pada Allah semata. Implementasi dari rukun iman ke enam, yaitu iman pada qadla-qadar begitu menancap dalam jiwanya, sebagaimana idiom Jawa yang menyatakan bahwa pesthi kuwi kagungane Gusti. 

Segala sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, akan terjadi, merupakan sesuatu yang digariskan oleh Allah dan merupakan kehendak Allah semata.
            Ketika kita melihat pengorbanan para pahlawan, mungkin masih ada sebagian saudara-saudara kita yang mempertanyakan tentang dalil-dalil yang mendasari kecintaan para pahlawan pada negri ini sehingga rela mengorbankan harta dan nyawa demi kemerdekaan. Sesungguhnya banyak dalil yang bisa dihubungkan dengan segala pengorbanan mereka, di antaranya adalah sebuah hadits berikut ini

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
Artinya: Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah” (HR Bukhari)
Hadits tersebut merupakan do’a Nabi Muhammad saw sebagai wujud kecintaannya pada negri. Oleh karenanya, apapun yang terjadi tentunya nabi Muhammad saw akan mempertahankan kedaulatan negri Madinah dari ancaman pihak lain. Perang khandaq merupakan bukti sejarah terkait bagaimana beliau bersama umat Islam berjuang di negrinya dari ancaman musuh. Taktik membuat parit lebar yang mengelilingi kota Madinah sebagai benteng pertahananan, dapat dimaknai betapa segala upaya digunakan untuk mempertahankan negri guna sebagai tempat pusat dakwah agama Islam tetap aman terkendali.
Hadits berikut ini juga menggambarkan kecintaan Nabi Muhammad saw pada negri:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا ....... وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حُبِّ الوَطَنِ والحَنِينِ إِلَيْهِ .

Artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi saw ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding kota Madinah beliau mempercepat laju untanya. apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah.(HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).
            Demikianlah kecintaan pada negri, bangsa dan negara sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dan kemudian diikuti oleh para pahlawan Indonesia yang rela berkorban harta dan nyawanya demi kedaulatan Indonesia. Oleh karenanya, moment Agustusan selayaknya menjadi ajang bagi kita untuk mendoakan para pahlawan serta mengambil kisah heroik mereka untuk meneruskan perjuangan dengan membangun Indonesia sesuai porsi kedudukan kita masing-masing. Tak sepantasnya kita yang sedang menikmati kemerdekaan dan pembangunan ini lalu saling sikut dan saling ejek caci maki hanya karena beda partai, beda golongan atau lainnya.


Kemudian selain moment Agustusan, kita juga sedang menikmati moment Idul Ad-ha. Kita semua pastinya sudah hafal dengan kisah heroik Nabi Ismail as yang merelakan dirinya dikurbankan oleh ayahnya demi bakti dan pengabdian pada Allah. Banyak pelajaran luar biasa yang dapat kita ambil dari kisah fenomenal yang tiada duanya ini. Salah satunya yaitu hakikat yang dikorbankan oleh Nabi Ibrahim as sebenarnya adalah nafsu kecintaannya pada permata hatinya.
Disinggung dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 24 yang artinya: “Katakan: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” Ayat ini jika disinkronkan dengan kisah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as, adalah betapa sebelumnya nabi Ibrahim as begitu merindukan kehadiran seorang anak. Beliau tiada hentinya berharap agar Allah mengkaruniai keturunan. Dan harapan itu terwujud saat usia beliau sudah tidak muda lagi. Oleh karenanya, saat kelahiran nabi Ismail as dan masa kanak-kanak, betapa Nabi Ibrahim as sangat mencintainya. Kita yang awam ini tentunya bisa memaklumi betapa cintanya nabi Ibrahim as pada sang putra yang telah sekian tahun didamba kehadirannya. Kecintaan ini mungkin agak berlebihan karena adanya nafsu yang turut campur dalam rasa. Dan hal ini sangat manusiawi. Namun karena beliau adalah seorang nabi, maka kemudian Allah berkehendak agar beliau mengorbankan nafsu kecintaan tersebut agar tidak melebihi rasa cinta pada Allah. Lalu turunlah perintah mengorbankan Nabi Ismail as yang dalam konsep ini merupakan lambang nafsu cintanya Nabi Ibrahim as. Dan Nabi Ibrahim as menyadari akan hal ini sehingga beliau taat patuh pada perintah Allah meskipun tidak masuk akal. Singkat cerita, pada hari pelaksanaan kurban, meski yang siap dikorbankan adalah Nabi Ismail as, namun pada kenyataannya Allah menggantinya dengan seekor kambing. Hal ini sebagai wujud ke-adil-an Allah yang telah menilai bahwa Nabi Ibrahim as rela mengorbankan nafsu cinta-nya demi ketaatan pada Allah semata.
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari moment Agustusan dan idul Ad-ha ini. Aamiin. ***





Tidak ada komentar:

Posting Komentar