Edisi 24 th IX : 27 Juli 2018 M / 14
Dzul Qa’dah 1439 H
PENTINGNYA MENGAJI
Penulis: Marsudi, S.Pd.I
Maha suci Allah yang telah
berfirman dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 88 yang artinya “Katakanlah:
"Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia,
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada nabi Muhammad saw, sang
penerima wahyu Ilahi melalui perantara malaikat Jibril.
Sebuah surat kabar
harian di Aceh, yang terbit pada hari Sabtu tanggal 21 Juli 2018 memuat sebuah
berita “aneh”. Bahwasanya Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh –kalau di sini
semacam KPU- menerapkan aturan bahwa setiap Bakal Calon Anggota Legislatif
(Bacaleg) DPR-Aceh harus mampu membaca al-Qur’an. Oleh karenanya kemudian
terhadap Bacaleg yang telah mendaftar di seluruh wilayah Aceh diselenggarakan
serangkaian tes baca al-Qur’an pada tanggal 15 – 19 Juli 2018. Hasilnya
ternyata mengejutkan. Sebanyak 39 orang dinyatakan tidak lolos tes uji baca
al-Qur’an dan 75 orang tidak “berani” hadir sampai batas waktu yang ditentukan.
Atas hasil tersebut, kemungkinan besar 114 orang Bacaleg tersebut tidak bisa
melanjutkan pencalonannya dan partai yang bersangkutan boleh mencarikan
pengganti. Kejadian dalam berita tersebut merupakan fenomena menarik yang
kemudian melecut semangat pemerintah daerah setempat untuk terus berbenah diri dalam
berbagai upaya untuk melanggengkan julukan Aceh sebagai “serambi Makkah”. Meski
jaman berubah modern, namun identitas mereka harus tetap dipertahankan.
Lalu
bagaimana dengan Ponorogo kita ini? Masihkah kita bangga dengan kisah pesantren
Tegalsari yang melahirkan begitu banyak orang besar yang menjadi pahlawan
Nasional Indonesia? Masihkah kita bangga dengan begitu besarnya pesantren
Gontor sehingga diakui dunia sebagai pesantren terbesar nomor dua setelah
al-Azhar Mesir? Masihkah kita bangga dengan adanya ratusan pondok pesantren
lain yang bertebaran di seantero wilayah Ponorogo, mulai dari pusat kota semacam
Darul Huda Mayak sampai wilayah pinggiran semacam Hasan Munadi Badegan?
Masihkah kita bangga dengan 600-an Madrasah Diniyah yang menyebar di 21
kecamatan se-kabupaten Ponorogo? Masihkah kita bangga dengan 300-an TPQ/TPA
yang masih eksis meski dalam keterbatasan sarana prasarana?
Ponorogo
boleh bersemboyan sebagai “kota religius”. Namun kenyataannya, kita masih belum
pernah menemukan adanya tes religius paling sederhana semacam baca al-Qur’an bagi
calon anggota DPRD, calon Kepala Desa maupun perekrutan pegawai instansi
Pemerintah lainnya. Bahkan kita juga belum menemukan adanya tes wajib bisa baca
al-Qur’an bagi siswa SD untuk masuk SMP. Hal-hal semacam ini sebenarnya juga
menjadi fenomena bagi sebuah “kota religius”.
Beberapa bulan yang lalu,
Forum Komunikasi Pendidikan al-Qur’an (FKPQ) bersama Forum Komunikasi Diniyah
Takmiliyah (FKDT) telah melakukan hearing dengan Komisi D di gedung DPRD
Kabupaten Ponorogo guna membahas kemungkinan terealisasinya Perda yang
mewajibkan anak-anak untuk mengaji baik di TPQ maupun Madin sebagai syarat
untuk masuk jenjang SMP. Namun Perda tersebut tentu membutuhkan jalan panjang
untuk dapat diwujudkan. Dalam konteks ini, memang diperlukan perjuangan tiada
henti dari pihak-pihak terkait.
Sebenarnya urgensitas
membaca al-Qur’an itu sudah disampaikan oleh Rasulullah saw sejak dahulu. Dalam
salah satu hadits menyebutkan:
حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ أَبُو خَالِدٍ حَدَّثَنَا
هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ أَبِي مُوسَى
الْأَشْعَرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ
الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْأُتْرُجَّةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا
طَيِّبٌ وَالَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالتَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلَا
رِيحَ لَهَا وَمَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ
الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي
لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌّ وَلَا رِيحَ
لَهَا
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hudbah bin Khalid Abu Khalid
Telah menceritakan kepada kami Hammam Telah menceritakan kepada kami Qatadah
Telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik dari Abu Musa Al Asy'ari dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur`an adalah seperti buah
Utrujjah rasanya lezat dan baunya juga sedap sedang
orang yang tidak membaca Al-Qur`an adalah
seperti buah kurma, rasanya manis, namun baunya tidak ada. Adapun orang Fajir
yang membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Raihanah, baunya harum, namun
rasanya pahit. Dan perumpamaan orang Fajir yang tidak membaca Al-Qur`an adalah
seperti buah Hanzhalah, rasanya pahit dan baunya juga tidak sedap." (HR Bukhari)
Barangkali yang kemudian menjadi masalah adalah jika seseorang belum bisa
membaca al-Qur’an lalu ingin mendapat pahala bagaimana caranya? Tentu saja yang
pertama adalah harus belajar. Sesungguhnya tidak ada kata terlambat untuk
belajar sebagaimana sering kita dengar dalam sebuah hadits yang terkenal bahwa
menuntut ilmu itu mulai dari buaian sampai liang lahat. Ada juga hadits lain
yang menyebutkan bahwa orang yang belajar membaca al-Qur’an meski terbata-bata
belum lancar, maka baginya dua pahala, yaitu pahala belajar dan pahala membaca
al-Qur’an. Selain itu ada hadits lagi yang menyebutkan keutamaan mendengarkan
orang lain membaca al-Qur’an, sebagaimana bunyi hadits berikut:
حَدَّثَنَا
عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ الْأَعْمَشِ قَالَ
حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ عَنْ عَبِيدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَأْ
عَلَيَّ الْقُرْآنَ قُلْتُ آقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ قَالَ إِنِّي
أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Umar bin
Hafsh bin Ghiyats Telah menceritakan kepada kami bapakku dari Al-A'masy ia
berkata; Telah menceritakan kepadaku Ibrahim dari Abidah dari Abdullah
radliallahu 'anhu, ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda
padaku: "Bacakanlah Al-Qur`an untukku." Aku pun berkata, "Apakah
aku akan membacakan untuk Anda, padahal ia diturunkan kepada Anda?" beliau
bersabda: "Sesungguhnya aku suka untuk mendengarnya dari orang lain."
(HR Bukhari).
Demikianlah betapa pentingnya kita bisa membaca
al-Qur’an, sehingga bermanfaat bagi kita sendiri maupun orang yang mendengar.
Semoga Allah memudahkan segala upaya kita dalam belajar al-Qur’an. Aamiin ...
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar