Edisi 22 th IX : 6 Juli 2018 M / 22 Syawal
1439 H
TAHAPAN BERHUBUNGAN DENGAN
AL-QUR’AN
Penulis: Herul Sabana
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 2 yang artinya: “Kitab (Al-Quran) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,” Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan pada nabi Muhammad saw sang penerima wahyu
terakhir, yang merupakan uswatun hasanah bagi kita semua.
Apakah kita
termasuk orang beriman? Jika jawabannya adalah “ya” maka kita harus
mengaplikasikan Rukun Iman dalam kehidupan kita. Salah satu Rukun Iman adalah
beriman pada Kitab-kitab Allah. Kemudian dari empat Kitab Allah yang wajib kita
imani, maka hanya satu saja yang wajib kita jadikan sebagai Kitab suci yaitu
al-Qur’an. Dalam konsep ini, sudah selayaknya kita senantiasa berhubungan
dengan al-Qur’an sebagai Kitab suci yang menjadi kitab panduan hidup kita.
Dalam “berhubungan”
dengan al-Qur’an, tentu saja ada beberapa tahapan-tahapan yang semestinya kita
lalui. Sebagaimana jika kita ingin mahir mengendarai sepeda motor, tentunya ada
tahapan yang harus dipelajari dan dilakukan, bukan langsung berkendara di jalan
raya. Kenekatan langsung berkendara di jalan raya bagi orang yang belum mampu
naik sepeda motor pastilah akan membahayakan dirinya sendiri dan juga
membahayakan orang lain. Begitu juga dengan orang yang berhubungan dengan
al-Qur’an. Tidaklah bisa jika sebelumnya belum atau kurang mengenal al-Qur’an
lalu tiba-tiba serta merta langsung mengaplikasikan semua yang ada dalam
al-Qur’an dalam kehidupannya. Justru ini membahayakan.
Oleh
karena itulah kita perlu pengetahuan tentang beberapa tahapan dalam hubungan
kita dengan al-Qur’an, agar kita mampu muhasabah sebenarnya kita ini
masih di tahapan yang mana. Hal ini sangat penting agar kita tidak terlanjur jumawa
dan terlalu pede dalam keimanan kita. Segala sesuatunya tentu haruslah
proporsional.
#Tahapan yang pertama adalah
“mendengarkan”.
Mari kita cermati ayat ke 204
dari surat al-A’raf yang artinya: “dan apabila dibacakan al-Quran, maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat.” Perintah “dengarkanlah” dalam konsep ini bertujuan agar
mendapat rahmat. Hal yang berkaitan dengan rahmat sangat penting sekali. Mari
kita cermati sebuah hadits berikut ini
لَا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ
الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ
اللَّهِ
Artinya: “Tidak
ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan
menyelematkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari
Allah” (HR. Muslim).
Posisi “rahmat” menjadi penting,
karena jika kita hanya mengandalkan amal baik saja maka belum tentu amal baik
kita tersebut diterima oleh Allah. Boleh jadi banyak amal namun sia-sia karena riya’
dan sejenisnya. Maka agar kita mendapatkan rahmat dari Allah, kita harus
mengawalinya dengan cara “mendengarkan” dan “memperhatikan” al-Qur’an. Hal ini
bisa diartikan bahwa kita membutuhkan guru untuk kita “dengarkan” dan
“perhatikan” segala bacaan dan ilmunya tentang al-Qur’an, dengan harapan kita
akan semakin mengenal al-Qur’an.
#Tahapan yang kedua adalah
“membaca”.
Mari kita cermati ayat ke 4 dari
surat Al-Muzzammil yang artinya: “… dan bacalah al-Qur’an dengan tartil.”
Jika kita menarik benang merah antara ayat ini dengan surat al-A’raf ayat 204,
maka jika kita sudah mengenal al-Qur’an melalui orang lain dengan cara
mendengar dan memperhatikan, kini tiba saatnya bagi kita sendiri untuk
melakukan hubungan langsung “berbincang” dengan al-Qur’an dengan cara membacanya
dengan tartil (makhraj dan tajwid yang benar sehingga
sampai pada makna yang dimaksudkan oleh al-Qur’an).
#Tahapan yang ketiga adalah
“menghafal”.
Mari kita cermati ayat ke 49 dari
surat Al-‘Ankabut yang artinya: “Sebenarnya, Al-Quran itu adalah ayat-ayat
yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang
mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.” Maksud ayat
ini adalah bahwa al-Qur’an sudah dihafal dan dipahami oleh para hafidz
sehingga tidak bisa diubah oleh siapapun karena pasti akan ketahuan. Namun bagi
kita yg belum dikaruniai kesempatan menjadi hafidz, maka semaksimal
kemampuan kita tetap harus
menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Jika kita mampu mengha-fal maka tentunya
hubungan kita dengan al-Qur’an semakin mengenal seluk-beluknya.
#Tahapan yang keempat adalah
“merenungkan”.
Mari kita cermati ayat ke 29 dari
surat Shad yang artinya: “ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yg mempunyai fikiran.” Keberkahan dalam al-Qur’an
ini akan muncul jika kita bersedia memperhatikan dan merenungkan apa-apa yang
ada di dalamnya. Sesungguhnya, membaca dan menghafal belumlah cukup untuk
mengetahui hakikat yang ada dalam al-Qur’an, hingga kita mampu merenungkan dan
memperhatikan kandungan ayat-ayatnya. Dalam konsep ini, memperhatikan dan
merenungkan ayat al-Qur’an hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai
fikiran jernih dan bersih saja. Sampai pada tahapan ini, hubungan dengan
al-Qur’an sudah akan semakin mesra.
#Tahapan yang kelima adalah
“mengamalkan”.
Mari kita cermati ayat ke 18 dari
surat Az-Zumar yang artinya: “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti
apa yang paling baik di antaranya. mereka itulah orang-orang yang telah diberi
Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” Jika
kita hanya mengikuti al-Qur’an saja sebagai satu-satunya kitab suci yang kita
ikuti, berarti kita akan seiring sejalan dengan al-Qur’an. Hubungan yang
terjalin mulai dari mengenal, berbincang, mengetahui seluk-beluk, bermesraan,
maka akan berujung pada sakinah mawaddah wa rahmah. Posisi tersebut akan
dapat dinikmati jika kita sudah mampu mengimplementasikan dan mengaplikasikan
apa-apa yang ada dalam al-Qur’an.
Demikianlah
tahapan-tahapan kita dalam menjalin hubungan dengan al-Qur’an agar bisa
mendapatkan rasa kecintaan pada al-Qur’an, kebahagiaan saat membaca dan
mempelajarinya, serta mendapat rahmat setelah mengamalkannya. Tahapan-tahapan
ini semua tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan harus dengan istiqamah.
Semoga Allah meringankan langkah kita dalam menjalin hubungan dengan al-Qur’an.
Aamiin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar