buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 24 Agustus 2018

TAHAPAN BERHUBUNGAN DENGAN AL-QUR'AN


       Edisi 22 th IX : 6 Juli 2018 M / 22 Syawal 1439 H
TAHAPAN BERHUBUNGAN DENGAN AL-QUR’AN
Penulis: Herul Sabana
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 2 yang artinya: “Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,” Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan pada nabi Muhammad saw sang penerima wahyu terakhir, yang merupakan uswatun hasanah bagi kita semua.
            Apakah kita termasuk orang beriman? Jika jawabannya adalah “ya” maka kita harus mengaplikasikan Rukun Iman dalam kehidupan kita. Salah satu Rukun Iman adalah beriman pada Kitab-kitab Allah. Kemudian dari empat Kitab Allah yang wajib kita imani, maka hanya satu saja yang wajib kita jadikan sebagai Kitab suci yaitu al-Qur’an. Dalam konsep ini, sudah selayaknya kita senantiasa berhubungan dengan al-Qur’an sebagai Kitab suci yang menjadi kitab panduan hidup kita.
            Dalam “berhubungan” dengan al-Qur’an, tentu saja ada beberapa tahapan-tahapan yang semestinya kita lalui. Sebagaimana jika kita ingin mahir mengendarai sepeda motor, tentunya ada tahapan yang harus dipelajari dan dilakukan, bukan langsung berkendara di jalan raya. Kenekatan langsung berkendara di jalan raya bagi orang yang belum mampu naik sepeda motor pastilah akan membahayakan dirinya sendiri dan juga membahayakan orang lain. Begitu juga dengan orang yang berhubungan dengan al-Qur’an. Tidaklah bisa jika sebelumnya belum atau kurang mengenal al-Qur’an lalu tiba-tiba serta merta langsung mengaplikasikan semua yang ada dalam al-Qur’an dalam kehidupannya. Justru ini membahayakan.

            Oleh karena itulah kita perlu pengetahuan tentang beberapa tahapan dalam hubungan kita dengan al-Qur’an, agar kita mampu muhasabah sebenarnya kita ini masih di tahapan yang mana. Hal ini sangat penting agar kita tidak terlanjur jumawa dan terlalu pede dalam keimanan kita. Segala sesuatunya tentu haruslah proporsional.
#Tahapan yang pertama adalah “mendengarkan”.
Mari kita cermati ayat ke 204 dari surat al-A’raf yang artinya: “dan apabila dibacakan al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” Perintah “dengarkanlah” dalam konsep ini bertujuan agar mendapat rahmat. Hal yang berkaitan dengan rahmat sangat penting sekali. Mari kita cermati sebuah hadits berikut ini
لَا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ
Artinya: “Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelematkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah” (HR. Muslim).
Posisi “rahmat” menjadi penting, karena jika kita hanya mengandalkan amal baik saja maka belum tentu amal baik kita tersebut diterima oleh Allah. Boleh jadi banyak amal namun sia-sia karena riya’ dan sejenisnya. Maka agar kita mendapatkan rahmat dari Allah, kita harus mengawalinya dengan cara “mendengarkan” dan “memperhatikan” al-Qur’an. Hal ini bisa diartikan bahwa kita membutuhkan guru untuk kita “dengarkan” dan “perhatikan” segala bacaan dan ilmunya tentang al-Qur’an, dengan harapan kita akan semakin mengenal al-Qur’an.
#Tahapan yang kedua adalah “membaca”.
Mari kita cermati ayat ke 4 dari surat Al-Muzzammil yang artinya: “… dan bacalah al-Qur’an dengan tartil.” Jika kita menarik benang merah antara ayat ini dengan surat al-A’raf ayat 204, maka jika kita sudah mengenal al-Qur’an melalui orang lain dengan cara mendengar dan memperhatikan, kini tiba saatnya bagi kita sendiri untuk melakukan hubungan langsung “berbincang” dengan al-Qur’an dengan cara membacanya dengan tartil (makhraj dan tajwid yang benar sehingga sampai pada makna yang dimaksudkan oleh al-Qur’an).
#Tahapan yang ketiga adalah “menghafal”.
Mari kita cermati ayat ke 49 dari surat Al-‘Ankabut yang artinya: “Sebenarnya, Al-Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.” Maksud ayat ini adalah bahwa al-Qur’an sudah dihafal dan dipahami oleh para hafidz sehingga tidak bisa diubah oleh siapapun karena pasti akan ketahuan. Namun bagi kita yg belum dikaruniai kesempatan menjadi hafidz, maka semaksimal

kemampuan kita tetap harus menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Jika kita mampu mengha-fal maka tentunya hubungan kita dengan al-Qur’an semakin mengenal seluk-beluknya.
#Tahapan yang keempat adalah “merenungkan”.
Mari kita cermati ayat ke 29 dari surat Shad yang artinya: “ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yg mempunyai fikiran.” Keberkahan dalam al-Qur’an ini akan muncul jika kita bersedia memperhatikan dan merenungkan apa-apa yang ada di dalamnya. Sesungguhnya, membaca dan menghafal belumlah cukup untuk mengetahui hakikat yang ada dalam al-Qur’an, hingga kita mampu merenungkan dan memperhatikan kandungan ayat-ayatnya. Dalam konsep ini, memperhatikan dan merenungkan ayat al-Qur’an hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai fikiran jernih dan bersih saja. Sampai pada tahapan ini, hubungan dengan al-Qur’an sudah akan semakin mesra.
#Tahapan yang kelima adalah “mengamalkan”.
Mari kita cermati ayat ke 18 dari surat Az-Zumar yang artinya: “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” Jika kita hanya mengikuti al-Qur’an saja sebagai satu-satunya kitab suci yang kita ikuti, berarti kita akan seiring sejalan dengan al-Qur’an. Hubungan yang terjalin mulai dari mengenal, berbincang, mengetahui seluk-beluk, bermesraan, maka akan berujung pada sakinah mawaddah wa rahmah. Posisi tersebut akan dapat dinikmati jika kita sudah mampu mengimplementasikan dan mengaplikasikan apa-apa yang ada dalam al-Qur’an.
            Demikianlah tahapan-tahapan kita dalam menjalin hubungan dengan al-Qur’an agar bisa mendapatkan rasa kecintaan pada al-Qur’an, kebahagiaan saat membaca dan mempelajarinya, serta mendapat rahmat setelah mengamalkannya. Tahapan-tahapan ini semua tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan harus dengan istiqamah. Semoga Allah meringankan langkah kita dalam menjalin hubungan dengan al-Qur’an. Aamiin.
***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar