Edisi 33 th VI : 28 Agustus 2015
M / 13 Dzul Qo’dah 1436 H
DAKWAH DENGAN AKHLAQUL
KARIMAH
Penulis:
Ust. Herul Sabana,
S.E
(TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Segala puji hanyalah bagi Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat
at-Tin ayat 4-5: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya. Kemudian (jika dia mengingkari Tuhannya) Kami kembalikan
dia ke tempat yang paling rendah (derajatnya)”. Shalawat dan salam
semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai uswatun hasanah yang
menjadi penuntun bagi manusia dalam rangka penyempurnaan akhlak
ke-manusia-annya.
Rasulullah saw dilahirkan di kota
Mekkah yang pada zaman itu dapat dikatakan sebagai zaman Jahiliyah yang berarti
kebodohan, bodoh bukan berarti tidak berilmu tapi lebih dikarenakan tidak
adanya nilai-nilai akhlaqul karimah pada masyarakatnya. Di masa tersebut
masyarakat mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang buruk, seperti berjudi, minum
khamr dan berzina serta memandang rendah wanita. Rasulullah saw mengemban misi
memperbaiki akhlak manusia demi mencapai visi terbentuknya insan kamil. Sebagai
tokoh revolusioner dalam akhlakul karimah, tentu terlebih dahulu beliau
harus memberikan contoh teladan implementasi akhlaqul karimah dalam
kehidupan sehari-hari. Dan sebagai bukti keteladanan tersebut maka Allah swt
memuji Rasulullah saw dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4: “Sesungguhnya
kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Selain dari
itu, masyarakatpun juga memberi julukan yang sangat istimewa
dengan nama yang bagus yaitu “Ahmad”
dan juga “al-Amin” dan lain sebagainya. Ini merupakan indikator
keberhasilan beliau dalam implementasi akhlaqul karimah dalam kehidupan
bermasyarakatnya. Ketinggian akhlak Rasulullah saw sudah terlihat sebelum
beliau diangkat menjadi Rasul, sehingga julukan al-Amin (orang yang
dapat dipercaya) disematkan pada beliau. Ketinggian akhlak beliau dibuktikan
saat beliau berusia 35 tahun sewaktu banjir besar melanda Makkah sehingga hajar
aswad di ka’bah hanyut (berpindah dari tempatnya). Para pimpinan kabilah di
Makkah berebut merasa berhak untuk mengembalikan hajar aswad tersebut
pada posisinya. Akhirnya dibuat kesepakatan tentang siapa yang paling berhak
yaitu yang tiba paling awal di Ka’bah keesokan harinya. Ternyata Muhammad-lah
yang menjadi pemenang sehingga mendapat kehormatan mengembalikan hajar aswad
pada tempatnya. Namun beliau justru membentangkan sorban kemudian meletakkan hajar
aswad di tengahnya. Para ketua suku diminta memegang sorban dan
bersama-sama mengangkat hajar aswad. Atas solusi ini, masyarakat pun
senang dan mengagumi ketinggian akhlak Muhammad yang saat itu belum diangkat
menjadi Rasul.
Adapun di
kemudian hari, Muhammad diangkat menjadi Rasul dan diutus di muka bumi yang
pada hakikatnya hanyalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Karena hal inilah
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya tidaklah aku diutus kecuali untuk
menyempurnakan akhlaq.” Dan juga Allah menegaskan tentang peran
Rasulullah tersebut dengan firman-Nya dalam surat al-Anbiya’ ayat 107: “Dan
tidak lah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
alam semesta.” Diutusnya Rasulullah saw mengemban misi membawa syari’at
dengan mengedepankan akhaqul karimah benar-benar menjadi rahmat bagi
seluruh penghuni alam. Sebab dengan hadirnya Rasulullah saw ini maka kemaslahatan,
kedamaian serta keadilan dapat terwujud. Terlebih apabila manusia mampu
menyadari betapa urgennya akhlaqul karimah bagi eksistensi serta hakikat
kebahagiaan hidup di masyarakat.
Sehubungan
dengan status Rasulullah sebagai rahmatan lil ‘alamin, maka tentunya
kita harus meneladani keluhuran akhlak beliau dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian dalam kita berdakwah dan mengembangkan agama Islam pun harus disertai
dengan akhlaqul karimah sebagaimana yang beliau contohkan dalam
perjuangan penyebaran agama Islam. Meneladani Rasulullah saw beserta segala
kisah perjuangannya adalah suatu jalan kebenaran sesuai dengan firman Allah swt
dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada diri
Rasulullah saw tauladan yang baik bagi siapa yang mengharap ganjaran di hari
kemudian, serta banyak mengingat Allah”. Jika kita menelaah sirah
nabawi, betapa kita akan mendapati hikmah dari akhlaqul karimah beliau
sehingga beliau dihormati oleh para sahabat sekaligus disegani oleh orang-orang
yang memusuhi.
Dakwah yang
dilakukan oleh Rasulullah saw memiliki karakter lemah lembut sebagaimana sifat
beliau. Rasulullah juga pribadi yang pemaaf. Ini terbukti tatkala ada orang
kafir yang mencaci bahkan ingin membunuh beliaupun tetap dimaafkan. Inilah
kunci keberhasilan dakwah Rasulullah saw. Adapun sikap lemah lembut dan pemaaf
ini telah sesuai dengan petunjuk Allah swt dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat
159: “Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar niscaya
mereka akan menjauh dari sekelilingmu, maka maafkan mereka dan mohonkan ampun
untuk mereka serta bermusyawarahlah dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah bertekad bulat, maka bertawakal-lah! Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
Dakwah islam
tidaklah dengan pemaksaan dan hasutan. Meskipun kekhalifahan Islam pada masa
sesudah Rasulullah saw wafat melebarkan wilayah kekuasaan hingga mencapai Eropa
dan Asia Tengah, namun tak ada satu khalifah atau penguasa muslim yang berani
memaksakan agama Islam pada penduduk. Maka jika ada penduduk masuk islam, hal
tersebut atas kesadaran sendiri tanpa paksaan. Fenomena ini berdasarkan firman
Allah swt dalam surat al-Baqarah ayat 256: “tiada paksaan dalam (memeluk)
agama (islam) …”. Para pemeluk dan penyebar agama Islam telah diajarkan
untuk menjadi insan yang santun serta sopan dalam berperilaku, lembut dalam
berkomunikasi dan tidak mudah marah apalagi gampang menjustifikasi atau
menghakimi orang lain sebagai orang yang sesat atau sebagai orang yang kafir
atau sebagai orang yang musyrik dan sejenisnya. Jika mengacu pada hal ini,
insyaAllah akan dapat meminimalisasi perpecahan antar umat Islam sendiri. Para
juru dakwah Islam dari berbagai paham atau golongan selayaknya tidak menghakimi
golongan lain dan memproklamirkan kebenaran golongannya sendiri.
Semoga
Allah swt memberikan ridha kepada siapa pun yang tergerak hatinya untuk menjadi
pendakwah agama islam sehingga akhaqul karimah senantiasa melekat pada
dirinya. Aamiin …
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar