buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 04 September 2015

DAKWAH SANTUN



   Edisi 33 th VI : 28 Agustus 2015 M / 13 Dzul Qo’dah 1436 H
DAKWAH DENGAN AKHLAQUL KARIMAH
Penulis: Ust. Herul Sabana, S.E (TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Segala puji hanyalah bagi Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat at-Tin ayat 4-5: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian (jika dia mengingkari Tuhannya) Kami kembalikan dia ke tempat yang paling rendah (derajatnya)”. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai uswatun hasanah yang menjadi penuntun bagi manusia dalam rangka penyempurnaan akhlak ke-manusia-annya. 
Rasulullah saw dilahirkan di kota Mekkah yang pada zaman itu dapat dikatakan sebagai zaman Jahiliyah yang berarti kebodohan, bodoh bukan berarti tidak berilmu tapi lebih dikarenakan tidak adanya nilai-nilai akhlaqul karimah pada masyarakatnya. Di masa tersebut masyarakat mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang buruk, seperti berjudi, minum khamr dan berzina serta memandang rendah wanita. Rasulullah saw mengemban misi memperbaiki akhlak manusia demi mencapai visi terbentuknya insan kamil. Sebagai tokoh revolusioner dalam akhlakul karimah, tentu terlebih dahulu beliau harus memberikan contoh teladan implementasi akhlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagai bukti keteladanan tersebut maka Allah swt memuji Rasulullah saw dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4: “Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Selain dari itu, masyarakatpun juga memberi julukan yang sangat istimewa

dengan nama yang bagus yaitu “Ahmad” dan juga “al-Amin” dan lain sebagainya. Ini merupakan indikator keberhasilan beliau dalam implementasi akhlaqul karimah dalam kehidupan bermasyarakatnya. Ketinggian akhlak Rasulullah saw sudah terlihat sebelum beliau diangkat menjadi Rasul, sehingga julukan al-Amin (orang yang dapat dipercaya) disematkan pada beliau. Ketinggian akhlak beliau dibuktikan saat beliau berusia 35 tahun sewaktu banjir besar melanda Makkah sehingga hajar aswad di ka’bah hanyut (berpindah dari tempatnya). Para pimpinan kabilah di Makkah berebut merasa berhak untuk mengembalikan hajar aswad tersebut pada posisinya. Akhirnya dibuat kesepakatan tentang siapa yang paling berhak yaitu yang tiba paling awal di Ka’bah keesokan harinya. Ternyata Muhammad-lah yang menjadi pemenang sehingga mendapat kehormatan mengembalikan hajar aswad pada tempatnya. Namun beliau justru membentangkan sorban kemudian meletakkan hajar aswad di tengahnya. Para ketua suku diminta memegang sorban dan bersama-sama mengangkat hajar aswad. Atas solusi ini, masyarakat pun senang dan mengagumi ketinggian akhlak Muhammad yang saat itu belum diangkat menjadi Rasul.
Adapun di kemudian hari, Muhammad diangkat menjadi Rasul dan diutus di muka bumi yang pada hakikatnya hanyalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Karena hal inilah Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlaq.” Dan juga Allah menegaskan tentang peran Rasulullah tersebut dengan firman-Nya dalam surat al-Anbiya’ ayat 107: “Dan tidak lah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta.” Diutusnya Rasulullah saw mengemban misi membawa syari’at dengan mengedepankan akhaqul karimah benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh penghuni alam. Sebab dengan hadirnya Rasulullah saw ini maka kemaslahatan, kedamaian serta keadilan dapat terwujud. Terlebih apabila manusia mampu menyadari betapa urgennya akhlaqul karimah bagi eksistensi serta hakikat kebahagiaan hidup di masyarakat.
Sehubungan dengan status Rasulullah sebagai rahmatan lil ‘alamin, maka tentunya kita harus meneladani keluhuran akhlak beliau dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian dalam kita berdakwah dan mengembangkan agama Islam pun harus disertai dengan akhlaqul karimah sebagaimana yang beliau contohkan dalam perjuangan penyebaran agama Islam. Meneladani Rasulullah saw beserta segala kisah perjuangannya adalah suatu jalan kebenaran sesuai dengan firman Allah swt dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah saw tauladan yang baik bagi siapa yang mengharap ganjaran di hari kemudian, serta banyak mengingat Allah”. Jika kita menelaah sirah nabawi, betapa kita akan mendapati hikmah dari akhlaqul karimah beliau sehingga beliau dihormati oleh para sahabat sekaligus disegani oleh orang-orang yang memusuhi.

Dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah saw memiliki karakter lemah lembut sebagaimana sifat beliau. Rasulullah juga pribadi yang pemaaf. Ini terbukti tatkala ada orang kafir yang mencaci bahkan ingin membunuh beliaupun tetap dimaafkan. Inilah kunci keberhasilan dakwah Rasulullah saw. Adapun sikap lemah lembut dan pemaaf ini telah sesuai dengan petunjuk Allah swt dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159: “Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar niscaya mereka akan menjauh dari sekelilingmu, maka maafkan mereka dan mohonkan ampun untuk mereka serta bermusyawarahlah dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah bertekad bulat, maka bertawakal-lah! Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
Dakwah islam tidaklah dengan pemaksaan dan hasutan. Meskipun kekhalifahan Islam pada masa sesudah Rasulullah saw wafat melebarkan wilayah kekuasaan hingga mencapai Eropa dan Asia Tengah, namun tak ada satu khalifah atau penguasa muslim yang berani memaksakan agama Islam pada penduduk. Maka jika ada penduduk masuk islam, hal tersebut atas kesadaran sendiri tanpa paksaan. Fenomena ini berdasarkan firman Allah swt dalam surat al-Baqarah ayat 256: “tiada paksaan dalam (memeluk) agama (islam) …”. Para pemeluk dan penyebar agama Islam telah diajarkan untuk menjadi insan yang santun serta sopan dalam berperilaku, lembut dalam berkomunikasi dan tidak mudah marah apalagi gampang menjustifikasi atau menghakimi orang lain sebagai orang yang sesat atau sebagai orang yang kafir atau sebagai orang yang musyrik dan sejenisnya. Jika mengacu pada hal ini, insyaAllah akan dapat meminimalisasi perpecahan antar umat Islam sendiri. Para juru dakwah Islam dari berbagai paham atau golongan selayaknya tidak menghakimi golongan lain dan memproklamirkan kebenaran golongannya sendiri.
            Semoga Allah swt memberikan ridha kepada siapa pun yang tergerak hatinya untuk menjadi pendakwah agama islam sehingga akhaqul karimah senantiasa melekat pada dirinya. Aamiin …
***









Tidak ada komentar:

Posting Komentar