buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 04 September 2015

HAL YANG KADANG TERLEWATKAN DALAM WUDLU



   Edisi 34 th VI : 4 September 2015 M / 20 Dzul Qo’dah 1436 H
HAL YANG KADANG TERLEWATKAN
Penulis: Ust. Marsudi, S.Pd.I (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw yang telah menjelaskan berbagai macam ilmu dalam al-Qur’an kepada manusia.
Ayat ke 6 dari surat al-Maidah tersebut di atas menjelaskan tatacara berwudlu. Kemudian nabi Muhammad saw menjelaskan fadhilah dari wudlu
  إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ - أَوِ الْمُؤْمِنُ - فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ



Artinya: “Apabila seorang muslim – atau mukmin - berwudhu, maka ketika membasuh wajah, seluruh dosa yang telah dilihat dengan kedua matanya keluar dari wajahnya bersama air – atau tetesan air terakhir. Ketika membasuh kedua tangannya, setiap dosa yang disebabkan pukulan tangannya keluar dari tangannya bersama air – atau tetesan air terakhir. Ketika membasuh kakinya, seluruh dosa karena perjalanan kakinya keluar bersama air - atau tetesan air terakhir. Sehingga, ia pun keluar dalam keadaan bersih dari seluruh dosa.” (HR. Muslim). Mengingat begitu urgen-nya tentang wudlu, maka banyak hal yang harus kita perhatikan. Namun karena wudlu sudah menjadi rutinitas, terkadang ada hal-hal yang terlewatkan dari prosesi wudlu ini.
            Dari rukun wudlu yang dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 6, bahwa kita harus membasuh muka/wajah. Hal yang harus kita ketahui adalah batas mana saja yang dimaksud dalam kata “wajah”. Sebenarnya banyak kitab kuning klasik yang membahas masalah ini. Bahkan dalam kitab-kitab Fiqh, bahasan bab pertama biasanya bab thaharah. Kali ini kami tuliskan kembali dari kitab Sulam Taufik, sebuah kitab sederhana penuh kandungan ilmu yang sudah biasa dipelajari di pondok pesantren metode salafiyah. Tentu yang kami tuliskan ini teks tulisan Arab-nya tanpa tulisan pegon agar mudah dibaca.
...غَسْلُ الْوَجْهِ جَمِعِهِ مِنْ مَنَا بِتِ شَعْرِ رَأْسِهِ اِلَى الدَّقَنِ وَمِنَ الْاُذُنِ اِلَى الْاُذُنِ ...
Tulisan ini jika dimaknai dalam bahasa Indonesia, artinya kurang lebih adalah “...membasuh wajah secara keseluruhannya, dari tempat tumbuhnya rambut kepalanya (ubun-ubun, jika –maaf- berkepala botak) sampai dagu (bagian bawah, yaitu sampai pembatas leher dengan dagu), dari telinga (yang satu) sampai telinga (yang satunya lagi) ...” Dari penjelasan ini, kita bisa mencermati bagian mana yang harus terkena air saat membasuh wajah. Hal seperti ini, terkadang terlewatkan sehingga kita membasuh wajah hanya bagian depan saja wilayah kening hidung dan sekitar mulut. Terkadang kita melewatkan bagian dekat telinga atau bagian dagu bawah yang berbatasan dengan leher.
            Kemudian juga mengenai membasuh tangan. Dalam ayat ke 6 surat al-Maidah sudah sangat jelas
Artinya: “… dan tanganmu sampai siku …”. Dalam point ini, air yang membasuh dua tangan haruslah mencapai siku secara utuh, bukan cuma ujung siku. Adakalanya saat kita memakai kemeja lengan panjang kemudian melipatnya saat wudlu, kita tidak menyadari bahwa air basuhan tidak mencapai keseluruhan siku. Hal ini perlu mendapat perhatian kita juga.

            Juga masalah sampai dan tidaknya air ke permukaan kulit. Dalam hal ini, perlu kita ketahui bahwa salah satu syarat bersuci adalah
... وَعَدَمُ الْمَانِـعِ مِنْ وُصُوْلِ الْامَاءِ اِلَى الْمَغْسُوْلِ ...
Jika dimaknai dalam bahasa Indonesia, kurang lebih artinya “... dan tidak ada perkara (maupun benda) yang menghalangi dari sampainya air pada (anggota badan) yang dibasuh ...”. Pada point ini, bisa ditarik benang merah bahwa konsep wudlu jika dilihat secara lahiriyah-nya adalah melakukan gerakan kebersihan yang menggunakan air. Oleh karenanya, guna mencapai tujuan “bersih” maka air yang digunakan sebagai sarana tersebut haruslah mampu mencapai benda yang dibersihkan. Jika air tidak mencapainya, tentu saja tujuan “bersih” tidak akan terwujud. Demikian pula wudlu. Jika air yang dibasuhkan atau diusapkan terhalang oleh sesuatu (misalnya: lipatan kulit pada siku atau sela-sela jari, cat yang menempel, dan lain sebagainya) maka wudlunya menjadi cacat.
            Demikianlah beberapa hal yang mungkin dianggap “kecil” dalam berwudlu, namun sesungguhnya merupakan sesuatu yang “besar” yang bisa jadi menyebabkan cacatnya wudlu kita. Padahal jika kita hendak shalat, kita harus bersuci dulu. Hadats kecil bersucinya dengan cara berwudlu. Jika wudlunya cacat, lalu bagaimana dengan shalatnya? Alangkah baiknya jika kita lebih teliti lagi dari titik awal ibadah.
            Kemudian satu hal lagi yaitu tentang niat berwudlu yang menjadi rukun ke satu
... عِنْدَ غَسْلِ الْوَجْهِ
“... pada saat (awal) membasuh wajah...” Niat berwudlu waktunya di awal membasuh wajah. Niat itu di dalam hati, dan jika dilafadzkan juga boleh. Adapun saat membasuh jemari di awal proses wudlu adalah membaca basmalah, sebagaimana hadits: “Berwudlu-lah kalian dengan membaca bismillah!” (HR. Bukhari, Muslim dan an-Nasa’i).
            Semoga Allah meridhai segala amal kita dan memberikan kelonggaran serta maaf dari kekeliruan cara kita beribadah di masa yang telah lalu. Aamiin. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar