buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 04 September 2015

TATACARA SHALAT



   Edisi 30 th VI : 7 Agustus 2015 M / 22 Syawal 1436 H
HADITS TATACARA SHALAT
Penulis: Ust. Marsudi, S.Pd.I (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
 Puji Syukur Alhamdulillah kepada Allah swt atas segala nikmat dan karunia yang yang telah diberikan kepada hamba-Nya dan tak lupa karunia terbesar yakni Iman dan Islam. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, yang telah memberikan pelajaran tatacara beribadah yang benar bagi makhluk terhadap Sang Khaliq-nya.
Agama Islam didirikan atas lima perkara sebagaimana kita kenal dengan sebutan Rukun Islam. Adapun Rukun Islam yang kedua adalah shalat. Banyak sekali perintah shalat dalam al-Qur’an, salah satunya adalah ayat 45 dari surat al-‘Ankabut: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu yaitu kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dalam hal syari’at shalat, memang dalam al-Qur’an masih bersifat global. Sedangkan secara detail diterangkan dalam hadits sebagaimana perintah Rasulullah saw: “Shalatlah kalian sebagaimana melihat shalatku.” Tulisan sedikit dalam bulletin kali ini, akan menyajikan hadits-hadits yang menerangkan tatacara shalat, dengan harapan menambah sedikit pengetahuan bagi kita dalam beribadah kepada Allah.
Shalat harus didahului dengan niat. Adapun niat letaknya di dalam hati dan lebih afdhal jika dilafadzkan agar menambah ketetapan hati. Dasar hadits harus ada

niat adalah hadits berikut yang bersifat global:
إِنَّمَا اْلاَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya semua amal perbuatan itu tergantung niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang adalah kebaikan apa yang telah ia niatkan.” (HR Muslim). Setelah itu melakukan takbiratul ihram dengan mengangkat tangan:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ حِيْنَ يُكَبِّرُ
Artinya: “Dari Ibnu ‘Umar bahwasanya Nabi saw mengangkat kedua tangannya setinggi kedua bahunya sewaktu takbiratul ihram.” (HR Bukhari dan Muslim). Kemudian setelah takbiratul ihram, tangan disedekapkan:
وعن وائل بن حجر قال صليت مع النبي صلى الله عليه وسلم فوضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره
Artinya: “Dari Wail bin Hujr ra berkata: aku shalat bersama Nabi saw, beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dadanya.” (HR Ibnu Khuzaimah). Setelah takbiratul ihram ini, kemudian membaca iftitah. Adapun bacaan iftitah ini beragam, dan tidak menjadi masalah jika berbeda asal ada tuntunannya. Setelah iftitah diteruskan dengan membaca al-Fatihah:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ صَامِتٍ يِبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Artimya: “Dari Ubadah bin Shamit, Nabi saw menyampaikan padanya bahwa tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat al-Fatihah.” (HR Muslim). Dilanjut dengan membaca surat dari al-Qur’an, terserah yang dihafal. Kemudian ruku’
فَإِذَا رَكَعْتُ فاَجْعَلْ رَاحَتَيْكَ عَلىَ رُكْبَتَيْكَ وَامْدُدْ ظَهْرَكَ وَمَكِّنْ لِرُكُوْعِكَ 
Artinya: “Maka apabila engkau ruku’ letakkanlah kedua telapak tanganmu pada kedua lututmu, dan luruskanlah punggungmu, dan tenanglah dalam ruku’mu itu.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Teknik ruku’ sudah sangat jelas tergambar dalam hadits ini, yaitu telapak tangan di lutut dan punggung diluruskan. Kemudian i’tidal:
فَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا
Artinya: “jika engkau bangkit dari ruku’, maka luruskan tulang punggungmu, hingga tulang kembali ke persendiannya” (HR. Ahmad). Teknik i’tidal ini jelas bahwa i’tidal harus berdiri dengan sempurna hingga tulang punggung lurus. Kemudian baru sujud:
إِذَا سَجَدَ يَضَعُ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya: “Apabila beliau sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” (HR. at-Tirmidzi, an-Nasai, Abu Dawud). Adapun teknik sujud adalah
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ  وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ



Artinya: “Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan yaitu dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), telapak tangan kanan dan kiri, lutut kanan dan kiri, dan ujung kaki kanan dan kiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Setelah sujud yang pertama, maka bangun untuk duduk iftirasy
ثُمَّ ثَنَى رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَيْهَا ثُمَّ اعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِى مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلاً ثُمَّ أَهْوَى سَاجِدًا
Artinya: kemudian kaki kiri dibengkokkan dan diduduki. Kemudian kembali lurus hingga setiap anggota tubuh kembali pada tempatnya. Lalu turun sujud (yang kedua) (HR. Tirmidzi dan Abu Daud). Teknik duduk ini tergambar dengan tegaknya badan saat duduk. Teknik ini juga digunakan saat duduk tasyahud awwal
فَإِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى ، وَإِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ
Artunya: “Ketika beliau duduk setelah melakukan dua raka’at, kaki kiri saat itu diduduki dan kaki kanan ditegakkan. Adapun saat duduk di raka’at terakhir (tasyahud akhir), kaki kiri dikeluarkan, kaki kanan ditegakkan, lalu duduk di lantai.” (HR. Bukhari). Duduk tasyahud akhir seperti disebutkan dalam akhir hadits ini disebut duduk tawarruk.
إِذَا كَانَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ تَنْقَضِي فِيهِمَا الصَّلَاةُ أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ
Artinya: “Jika telah pada dua raka’at yang merupakan raka’at terakhir (terdapat salam), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan kaki kirinya dan beliau duduk di lantai secara tawarruk, kemudian beliau salam.” (HR. an-Nasai)
            Demikianlah sekelumit tulisan tentang hadits-hadits yang menggambarkan tata cara atau teknik shalat. Tentu masih banyak hadits-hadits lain sebagai pembanding, namun karena keterbatasan ruang, maka sekiranya apa yang kami cantumkan ini dapatlah menjadi pengetahuan bagi kita dalam menjalankan ibadah shalat.
            Semoga Allah swt meridhai dan menerima segala macam shalat yang kita laksanakan. Semoga kita menjadi hamba yang istiqamah dalam ibadah. Aamiin.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar