Edisi 16 th VI : 1 Mei 2015 M / 12 Rajab 1436 H
BERBAKTI
DAN SABAR TERHADAP ORANG TUA
Penulis: Ust.
Marsudi (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Puji syukur kepada
Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Ahqaf ayat 15 yang
artinya: “Kami perintahkan
kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia
telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku,
tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shaleh
yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada
anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri" Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad saw, yang telah memberikan banyak pengetahuan yang
tepat untuk kita implementasikan dalam kehidupan ini.
Kita yang hidup sekarang ini, pastilah memiliki ibu dan bapak. Manusia
yang tidak memiliki ibu bapak hanyalah nabi Adam as. Manusia yang tidak
memiliki ibu hanyalah Hawa. Dan manusia yang tidak memiliki bapak hanyalah nabi
Isa as. Berangkat dari kenyataan ini, selayaknya kita tiada hentinya untuk
terus berbuat baik pada ibu bapak yang telah bersusah payah merawat dan
mendidik kita sampai seperti sekarang.
Dalam syari’at Islam, mentaati
kedua orang tua yaitu ibu bapak
merupakan wajib hukumnya atas setiap muslim. Sebaliknya
durhaka kepada orang tua hukumnya
adalah haram. Seorang Muslim tidak dibolehkan sedikit pun mendurhakai orang tuanya. Namun jika mereka memerintahkan kepada kita
untuk menyekutukan Allah atau mendurhakai-Nya atau berbuat maksiat lainnya,
kita diperbolehkan untuk tidak taat. Hal ini disinggung dalam al-Qur’an surat
Luqman ayat 15 yang artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku (Allah) sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” Selain itu dijelaskan
pula dalam hadist Rasulullah saw yang bersabda: “Tidak ada ketaatan untuk
mendurhakai Allah. Sesungguhnya ketaatan
itu hanya dalam melakukan kebaikan.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari ayat al-Qur’an dan
hadits tersebut, kita bisa mengambil pemahaman bahwa memang orang tua belum
tentu selamanya benar. Bisa jadi suatu saat mereka keliru dalam mengambil sikap
ataupun memerintahkan sesuatu pada kita. Namun hal yang sangat penting adalah
selama hal tersebut tidak keluar dari jalur syari’at, maka kita tetap wajib
mentaati dan menghormatinya. Adapun jika hal tersebut di luar kemampuan kuasa
kita, maka kita tetap harus menghormatinya. Kita tetap tidak dibenarkan untuk
melawan orang tua. Dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 23 disinggung bahwa “... maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya (ibu-bapak) perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.” Dari ayat ini jelas kita diwajibkan bertutur
kata yang lembut pada ibu bapak, sekalipun kita merasa di posisi yang benar dan
mereka di posisi yang kurang benar. Beberapa kendala yang kita rasakan jika
terjadi hal demikian adalah bahwasanya kita merasa orang tua terlalu merasa
benar sendiri atau menganggap kita masih kanak-kanak. Dalam kondisi ini, kita
tetap harus sabar dan mengendalikan diri. Kita tetap diwajibkan untuk
merendahkan diri di hadapan orang tua sebagaimana telah disebutkan dalam surat al-Ahqaf ayat 15 yang artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat
baik kepada dua orang ibu bapaknya ...”
Hal lain yang harus kita sadari adalah tentang kehidupan
orang tua kita. Ada sebuah hadits yang wajib kita cermati sebagai bahan
renungan bagi kita: “Seorang laki-laki ketika berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi
saw bersabda padanya: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah). Dari
hadits ini, sebenarnya ada bahan perenungan mendalam bagi kita. Bukankah jika
saat ini kita mampu mencari uang sendiri atau memperoleh pekerjaan yang bagus
atau berada dalam posisi perekonomian yang mantap, semuanya tdak lepas dari
jerih payah orang tua kita? Saat kita dilahirkan oleh ibu, bagaimana kondisi
kita. Saat kita kecil siapa yang memberi makan pada kita. Saat kita menyiapkan
bekal
masa depan dengan bersekolah,
siapa yang membiayai. Dan hingga kita beranjak dewasa, di mana kita tinggal.
Ternyata ... apa yang kita nikmati sekarang ini tidaklah lepas dari rentetan
peran dan cucuran keringat ibu bapak kita. Maka sangat tidak pantas jika merasa
harta kita adalah murni milik kita, bukan milik orang tua kita.
Kemudian ada lagi beberapa hal terkait orang tua
kita yang terkadang tidak kita sadari ternyata sangat tidak pantas kita
lakukan. Mari kita cermati hadits berikut: Rasulullah
saw
bersabda: “Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para
Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?”
Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah
orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu
orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika perkataan kecil seperti “ah” saja sangat dilarang, apalagi sampai tega
mencela kedua orang tua sendiri. Mencela orang tua dan
menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa
besar. Dan hal seperti ini bisa
jadi tanpa disadari. Mungkin diantara kita ada yang sering bergurau
atau bercanda dengan melakukan perbuatan yang sangat tercela ini. Oleh karenanya kita musti berhati-hati dalam
bercanda.
Dari sedikit tulisan ini, kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa kita harus berbakti dan sabar terhadap orang tua kita, apapun kondisi
mereka. Kemudian point penting lagi
adalah bahwa sabar sebagai kebajikan diidentikkan dengan tidak adanya kata-kata
keluhan meski dalam keadaan sempit dan menderita seperti apapun. Semua dipahami
sebagai ujian yang harus dilalui untuk jenjang tingkatan yang lebih tinggi
dalam hal ketakwaan yang menunjukkan kualitas keimanan sehingga berpredikat ahsani
taqwim (sebaik-baik bentuk). Dari sinilah kita bisa membedakan bagaimana
orang yang baik dan bagaimana orang yang bijak. Tidak semua orang baik itu
bijak, tapi semua orang bijak pasti baik.
Semoga kita bisa melalui kehidupan ini dengan penuh kesabaran, penuh
semangat berikhtiyar serta penuh keyakinan untuk bertawakkal,
sehingga kita akan termasuk
dalam kategori orang-orang yang dipilih Allah untuk menjadi anak shalih/shalihah
yang berbakti pada ibu bapak. Aamiin...