buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Minggu, 26 April 2015

HUSNUDZAN



Edisi 13 th VI : 10 April 2015 M /  20 Jumadil Akhir 1436 H
HUSNUDZAN
Penulis: Ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah menciptakan manusia dengan lebih sempurna dibanding makhluk lain. Shalawat salam semoga tercurah pada nabi Muhammad saw.
Menurut bahasa husnun artinya baik dan dzan adalah prasangka, ragu, ketidakpastian, bisa benar bisa salah. Husnudzan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan baik sangka atau bisa dikatakan positif thinking. Ini termasuk salah satu sikap terpuji yang harus dimiliki setiap manusia. Berhusnudzan juga merupakan sikap hati-hati tidak gegabah menilai sesuatu. Jika sesuatu itu jelas dudukperkaranya, baru mengambil kesimpulan. Memang dibutuhkan kesadaran diri untuk menata hati masing-masing untuk tidak tergesa-gesa menilai sesuatu dengan penilaian yang negatif. Menilai sesuatu dengan pandangan negatif tentu akan mendatangkan sikap negatif, maka berburuk sangka dilarang dalam ajaran Islam.
Adapun bentuk-bentuk husnudzan ada 3: Pertama, Husnudzan kepada Allah swt. Kita diwajibkan untuk berbaik sangka kepada Allah swt. Manusia adalah hamba Allah swt hendaknya menerima ketentuan-Nya serta yakin itu semua adalah atas keadilan Allah swt. Dengan berhusnudzan kepada Allah swt maka otomatis kita meyakini salahsatu sifat Asmaul Husna (al-‘Adlu) yakni Allah Maha Adil. Allah samasekali tidak bermaksud menyulitkan kita, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Maidah akhiran ayat 6: ... Allah tidak hendak menyulitkan kamu,

tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Dalam keadaan apapun kita tetap berhusnudzan kepada Allah swt. Di kala hati kita sedih ataupun saat ujian menimpa, kita tetap berhusnudzan kepada Allah swt, bahwa kesedihan adalah cambuk bagi kita untuk menginstrospeksi diri serta bersabar atas cobaan dari Allah swt. Kalau kita lulus dalam cobaan tentu derajat kita akan diangkat serta dosa kita akan dikurangi. Kesedihan juga merupakan bentuk kasih sayang Allah swt kepada kita. Dengan kesedihan kebanyakan manusia akan ingat kembali kepada Allah swt, sebaliknya dengan senang manusia cenderung lupa kepada Allah swt. Ada beberapa motivasi yang bisa meyakinkan kita untuk husnudzan kepada Allah swt, antara lain sebagaiberikut:
1.    Kita yakin apa yang Allah berikan adalah yang terbaik bagi kita, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 216: “... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”. Suatu contoh apabila kita meminta harta yang banyak, tetapi Allah swt belum mengabulkannya. Hendaknya kita yakin bahwa Allah sedang menyiapkan rencana lain yang terbaik bagi kita semua, bisa jadi harta yang banyak itu tidak baik bagi kita. Sebab dalam sejarah banyaknya harta yang diberikan Allah kepada hamba-Nya tidak menjadikan itu yang baik bagi hamba tsb. Contohnya seperti Karun yang bakhil dengan harta yang dimilikinya. Juga Tsa’labah orang miskin yang kemudian meminta didoakan oleh Rasulullah saw agar menjadi kaya, sampai akhirnya ketika menjadi kaya, tetapi ini tidak menjadikannya menjadi lebih baik sebab ia disibukkan dengan hartanya dan lupa  beribadah kepada Allah swt. 
2.    Cobaan yang menimpa kita hakikatnya adalah berkat dan rahmat (kasihsayang Allah swt) kalau kita bisa bersabar, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 155-157: “Dan sesungguhnya Kami akan mengujimu dengan sesuatu cobaan, seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah‑buahan. Namun gembirakanlah orang‑orang yang sabar. Yaitu orang‑orang yang bila di timpa malapetaka (musibah) diucapkannya “inna lillahiwainnailaihiraji’un”. Merekalah orang‑orang yang mendapat berkat dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka pulalah orang‑orang yang mendapat petunjuk”. Semakin tinggi derajat seseorang semakin banyak pula cobaannya. Diibaratkan semakin tinggi pohon semakin besar anginnya.
3.    Kita yakin bahwa segala sesuatu yang kita akan mendapat balasan dari Allah, sebagaimana firman Allah swt dalam al-Qur’an surat ar-Ra’du akhiran ayat 31: “… Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji-Nya.”

Bentuk husnudzan yang kedua yaitu husnudzan kepada sesama manusia. Kita tidak boleh terburu-buru menilai seseorang dengan penilaian yang buruk. Kita hendaknya mampu menyaring setiap informasi yang belum tentu kebenarannya. Dengan begitu, kita tidak terjerumus dalam berita bohong dan fitnah. Dalam dunia dakwah, husnudzan kepada sesama manusia sangat penting dan merupakan kunci kesuksesan dalam dakwah. Kita harus optimis bahwa orang yang mendengar dakwah akan mendapat hidayah dari Allah swt. Hal ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beliau sangat optimis atas kesuksesan dalam berdakwah meski beliau mendapat cobaan yang sangat berat. Meski orang-orang menyakiti beliau, namun beliau tidak terburu-buru membenci dan berburuk sangka kepada orang yang menyakiti beliau. Firman Allah swt dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Bentuk husnudzan yang ketiga adalah husnudzan kepada diri sendiri, artinya kita mempunyai penilaian baik terhadap diri kita sendiri. Kita sadar walaupun kita sekarang belum sempurna tapi tetap yakin akan menjadi lebih baik. Husnudzan kepada diri sendiri memunculkan sikap percaya diri, kemudian optimis senantiasa senang dengan apa yang dilakukan, dan tidak putus asa atas segala kegagalan. Husnudzan kepada diri sendiri juga akan menjadi sugesti yang baik sehingga kebaikan pun datang. Kebanyakan orang yang sembuh dari penyakitnya adalah orang-orang yang yakin bahwa ia akan sembuh, bukan orang yang putus asa.
Semoga Allah swt menjadikan kita sebagai manusia yang senantiasa berhusnudzan dalam situasi dan kondisi apapun. Semoga Allah senantiasa menjadikan kita orang yang lebih baik lagi. Aamiin ...
***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar